Sebagai ikhtiar untuk
menjaga kebersamaan dan gerak langkah dalam berorganisasi, maka pada hari Ahad legi
(1/1/2017) keluarga besar NU Ranting Pisang mengadakan ziarah wali lima. Berangkat
pada pukul 06.00 WIB berkumpul di Masjid
Baitul Atqiya’ Pisang dengan mengendari satu mobil.
Ini kelihatan seperti
berlibur di awal tahun. Memang benar namun lebih ditekankan juga untuk
memperingati hari lahirnya Junjungan Kanjeng Nabi Muhammad Saw. yang lahir pada
bulan Rabiul Awwal. Pada hari ini pas hari-hari akhir pada bulan dimaksud. Mengapa
kok ziarah wali karena wali adalah ulama pewaris Nabi yang meneruskan risalah
beliau kepada umat. Kita mengenal agama dari beliau. Bukan dari “Mbah Google”
dan sejenisnya. namun semata-mata melalui para ulama ini yanag dikenal dengan
wali.
Melihat situasi dan kondisi
liburan akhir tahun, banyak masyarakat berlibur ke luar kota, maka tujuan
ziarah wali berputar tujuannya. Bila sebelumnya di awali dari Surabaya hingga
ke Tuban. Ini dimulai dari Makam Sunan Bonang Tuban – Makam Sunan Giri di Giri
Kedaton Gresik – Makam Maulana Malik Ibrahim Gresik – Sunan Drajat di Paciran
Lamongan dan terakhir di Makam Sunan Ampel di Ampeldento Surabaya.
Tiba di Ampeldento pas
waktunya salat Magrib. Dan hujan begitu deras. Namun acara harus terus berjalan
akhirnya ya tetap diteruskan. Dibawah hujan yang membawa kasih sayang bagi
alam, acara tahlil tetap dilakukan dengan berdiri. Karena bila duduk bersila
hujan deras sekali. Dan pendopo yang tersedia sudah penuh dengan peziarah. Dengan
menempel di ujung pendopo saya bersama dua teman membaca tahlil.
Dari kelima tempat di
lokasi yang berbeda ternyata “orang yang sudah mati menghidupi orang yang masih
hidup”. Banyak testimoni dari para pedagang atau orang yang menggantungkan
hidupnya dari tempat ziarah. Awalnya sebagai petani, namun karena banyaknya
peziarah minimal sehari 50 bus besar akhirnya dia banting setir membuka warung
makanan. Ini testimoni dari pedagang warung di Tebuireng. Tempat lain mungkin
hampir sama.
Beliau diziarahi banyak
orang karena ketinggian ilmunya yang bermanfaat bagi umat. Karya yang telah
diperbuat bagi masyarakat banyak. Dengan kasih sayang yang diberikan dengan
tulus akhirnya masyarakat merasa “dekat”. Akhirnya banyak masyarakat yang
berziarah. Padahal bukan “sanak kadang”. Itulah para “wali”, kekasih Allah. Memberikan
karya kepada masyarakat banyak dengan ketulusan. Tanpa berharap balasan. Hanya rida
Allah saja yang diharap.
Wallahu a’lam bi al
shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar