“Mas, menikahnya kapan?
Anakku udah kelas 9 tsanawiyah lho?”, ini pertanyaan saya kepada saudara saya,
Mas Ridwan. Ia kini telah berusia kepala tiga.
“Menikah sih gampang.
Lha, nanti anak isteri diberi makan apa? Sekarang saja masih kerja serabutan.
Nanti bila dah punya pekerjaan mapan baru kepikir menikah?’jawab Mas Ridwan
dengan santai.
Apa sudah menikah? Kapan
menikah? Dengan siapa? Adalah sederetan pertanyaan bila bertemu dengan kolega,
keluarga. Entah apakah ini sudah tradisi, basa-basi, kata-kata pembuka
pembicaraan atau entah yang lain. Namun seakan ini menjadi pertanyaan wajib bila
bertemu dengan teman yang sudah lama tak bersua. Seperti kemarin waktu reuni
alumni MAN Nglawak Kertosono angkatan 1996 (9/7/2016) lebaran kemarin. Sudah 20
tahun tidak bertemu, bertemu sudah bawa anak isteri/suami.
Menjawab pertanyaan
menikah memang suatu jawaban sulit. Ini pernah saya alami dulu ketika belum
menikah. Namun, maaf. Itu tidak terjadi he..he..karena menikah di usia muda.
Untuk menjawabnya perlu
pemikiran yang agak lama. Apalagi usia-usia yang sudah “agak telat”. Kisaran
usia 30-40 tahun. Memang satu sisi adalah hal
yang lumrah bertanya tentang menikah. Toh, tidak bertanya tentang
agamanya apa? Bekerja dimana? Gajinya berapa? Ini terlalu detail sepeti
diintograsi polisi saja.
Namun perlu hati-hati.
Jangan karena rasa ingin tahunya tinggi lantas seolah-oleh bertanya seperti
penyidik. Nanti pertemanan bisa-bisa bermasalah. Jadi perlu menahan diri agar
tidak tersinggung dengan lawan bicara. Ini perlu “seni” tersendiri.
Ada jawaban umum yang diberikan. Bila sudah mapan. Mapan
adalah hal yang abstrak, terkadang parameternya tidak ada. Walaupun parameter
mapan bisa dilihat misalnya punya pekerjaan tetap, penghasilan yang lumayan,
punya mobil, punya rumah. Lalu apakah kemapanan hidup menjadi jaminan rumah
tangga akan berjalan dengan lancar?.
Memang ada cerita.
Seorang laki-laki usia 40 tahun menikah dengan gadis usia 20 tahun. Oleh karena
si laki-laki sudah punya mobil, rumah, pekerjaan tetap kelihatan pernikahannya
berlangsung dengan lancar. Memang, orang tua mana yang tidak ingin melihat buah
hatinya hidup nyaman bin tentram.
Mengenai hal ini ada
dawuhnya Kanjeng Nabi Muhammad Saw. yang bisa kita cermati. Nikahilah perempuan
karena 4 perkara. Karena cantik, kaya, nasab, dan agamanya. Pilihlah karena
agamanya. Karena akan beruntung. Demikian maksud sederhananya.
Kecantikan, tidak bisa
dipungkiri. Ini yang awal membuat laki-laki tidak memalingkan muka. Terpesona.
Namun apakah hal ini berlangsung lama? Periode waktu awal memang menggoda.
Namun bisa dilihat bila sudah usia 70 tahun. Seperti apa coba?
Kaya. Setiap orang ingin
hidup nyaman. Kalau bisa lahir sudah mempunyai harta yang banyak. Sehingga
hidup tinggal menjalani saja. Apapun yang disuka, diinginkan bisa tercapai.
Namun itu hanya teori. Setiap orang hidup pasti mempunyai problema hidup
tersendiri. Orang kaya menghadapi masalah dengan kekayaannya. Begitu pula orang
yang hidupnya pas-pasan. Menghadapi masalah dengan keterbatasannya. Memilih orang
yang kaya enak. Memilih yang cukup juga tidak salah. Ini hanya pilihan saja. Tentu
dengan resiko masing-masing.
Keturunan yang baik atau
nasab. Keturunan yang baik berpengaruh dalam kehidupan. Ada yang fanatik hanya
memilih keturunan darah biru. Atau juga memilih yang sesuai dengan dirinya. Sudah
cukup. Sekufu dengan dirinya. Bila tidak jelas asal usulnya juga riskan. Karena
bisa berpengaruh dengan rumah tangga selanjutnya. Jadi memilih calon pasangan
dengan memperhatikan keturunan juga penting. Minimal sekufu dengan dirinya.
Memilih agamanya. Ada pilihan
juga, seseorang memilih calon karena ilmu agama yang dimilikinya. Ada tradisi
di pondok pesantren, pak kiai menjodohkan santri putra dengan santri putri. Karena
dijodohkan kiai, si santri tidak kuasa menolak. Disamping juga tabarukan dengan
apa yang didawuhkan kiai. Akhirnya menikah. Dan alhamdulillah menjadi keluarga
yang baik. Ilmu yang diperoleh di pondok pesantren diamalkan sesuai dengan
kemampuan. Dari pengamatan yang saya lakukan, ternyata alumni pesantren
bermanfaat di lingkungan masing-masing. Yang mempunyai ilmu bersedekah dengan
ilmunya. Yang sudah berhasil berusaha, bersedekah dengan hartanya. Juga tidak
sedikit yang memberikan bantuan pikiran. Inilah bagian dari keberkahan hidup,
buah mengamalkan ilmu dari pesantren.
Bila menikah menunggu
hidup mapan, usia berapa nanti menikahnya? Ilustrasi:
Katakanlah seorang pria
usia 30 tahun, bekerja wiraswasta dengan penghasilan 3 juta/bulan.
Sedangkan yang dikatakan
hidup mapan katakanlah:
-
Punya rumah
seharga 250 juta
-
Punya mobil
seharga 200 juta.
Kalkulasi dengan
penghasilan sekarang 3 juta setahun 36 juta setahun. Belum dipotong pengeluaran
rutin. Sisa tabungannya berapa? Lalu bisa-bisa 20-25 tahun kemudian baru bisa
beli rumah dan mobil. Jadi sudah usia 50-55 tahun. Menikah dan punya momongan. Usia
anak 18 tahun memasuki bangku kuliah, si bapak pada usia kisaran 70 tahun. Apa pada
usia itu masih produktif bekerja, terkadang perusahaan mulai meredup. padahal anaknya pas butuh
biaya pendidikan yang cukup banyak?
Perencanaan pernikahan
memang baik dan penting. Banyak juga yang meniru atau itbak Kanjeng Nabi
Muhammad Saw. yang menikah pada usia 25 tahun.
Patokannya usia kisaran
25 tahun bagi laki-laki. Syukur-syukur keadaan ekonomi dan kematangan fisik
mental bisa berjalan tegak lurus. Maka dimungkinkan pernikahan bisa
dilangsungkan sesuai harapan.
Namun
bagaimana bila belum?
Ada
solusi menarik yang dipegangi teman-teman. Yakni, menikah dikisaran usia
menikah. Bila laki-laki selesai kuliah s1 kisaran usia 22 tahun. Menikahi
dengan gadis pilihan yang menerima apa adanya. Karena sudah sepakat hidup
berumah tangga dan siap melangkah bersama, lalu menikah dengan mantab. Dengan balutan
doa dari kedua orang tua dan teman-teman. Berbekal aktivitas yang telah
dipunyai sebagai batu loncatan untuk melangkah selanjutnya. Akhirnya, dari
keadaan apa adanya menuju langkah kesempurnaan sebagai sebuah keluarga. Rumah,
kendaraan untuk aktivitas, pekerjaan rutin, status sosial, aktivitas sosial
menyertai dalam menggapai ridha illahi. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar