dok. hariandepok.com |
Berpuasa adalah bagian
dari ibadah. Dan berpuasa di bulan Ramadan menjadi rukun yang wajib di lakukan
oleh seorang muslim. Karena menjadi bagian dari rukun Islam. Tidak cukup
seseorang hanya bersyahadat saja, lalu salat lima waktu, berzakat dan haji.
Namun juga harus berpuasa sebagai bukti keimanan seseorang.
Bagi sebagian orang,
berpuasa adalah hal yang memberatkan. Di siang hari harus bekerja keras di
lapangan, tentu saja membutuhkan banyak tenaga. Disuruh puasa lagi. Tidak
makan, minum dari pagi hingga sore. Bisa mencapai 12 jam. Sungguh suatu hal
yang tidak mengenakkan. Bau khas orang berpuasa ada bau mulut, pengaruh asam lambung. Memang bukan
ini yang dituju, ini efek samping saja. Dan perkara ini bisa diatasi.
Namun bagi orang yang
beriman akan berusaha melaksanakan perintah ini tanpa reserve, tanpa bertanya
lagi. Dalam hati dan pikirannya karena ini perintah Allah dan rasulnya maka
wajib dilakukan. Perkara bekerja adalah kewajiban, puasa juga kewajiban agama.
Jadi kedua-duanya dilaksanakan bareng.
Sesuatu yang wajib perlu
dibarengi dengan ilmu untuk menyempurnakan kewajiban tersebut. Salah satunya
ilmu untuk mengetahui perkara yang membatalkan puasa.
Diantaranya sesuatu yang
masuk ke dalam lubang (mulut, telinga, hidung, qubul dan dubur). Dari mulut
misalnya makan, minum. Telinga dan hidung juga bisa kemasukan air. Begitu juga
memasukkan sesuatu ke dalam qubul (jalan pipis) dan dubur (jalan belakang).
Mencoba muntah. Muntah,
mengeluarkan sesuatu dari mulut yang asalnya dari perut. Berarti mencoba
muntah, memaksa mengeluarkan isi perut yang berupa makanan. Padahal makanan
yang dimakan sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitas. bila muntah
berarti membuat perut kosong dan tidak berdaya lagi untuk beraktivitas. Ini yang
tidak diperbolehkan.
Bersetubuh, berhubungan
suami isteri di siang hari bulan Ramadan juga membatalkan puasa. Dengan pasangan
sendiri saja batal apalagi dengan orang lain. Berpuasa untuk berharap ridha
dari Allah. Alangkah baiknya, ketika berpuasa menyesuaikan dengan aturan yang
telah ditetapkan. Hal-hal yang bisa menyebabkan batalnya puasa berusaha
dihindari. Bila siang hari ketika
berpuasa dilarang, namun ketika malam hari diperbolehkan.
Keluar mani, ini identik
dengan laki-laki. Keluar mani bisa karena syahwat, buku bacaan, dari melihat,
dari berkhayal. Bisa juga dari pendengaran. Selektif memilah dan memilih apa
yang dibaca, apa yang dilihat, apa yang didengar menjadi pegangan. Bila pikiran
melanglang tidak jelas dan ngawur perlu dibelokkan kembali. Bahwasanya sekarang
waktunya berpuasa.
Haid, tamu bulanan bagi
perempuan. Makanya ilmu tentang haid bagi perempuan sangat penting. Karena dilakoni
setiap waktu. Membedakan apakah ini haid atau istihadhoh, siklusnya, apa yang
dilarang ketika haid dan sebagainya juga penting.
Ditengarai bahwa usia
haid bagi remaja putri semakin maju. Bila dulu sekitar kelas 6 SD/MI namun
sekarang bisa saja usia 9 tahun sudah haid. Ini dipengaruhi oleh perkembangan
teknologi informasi dan meningkatnya asupan gizi masyarakat.
Nifas, berpuasa lalu
terjadi proses persalinan juga membatalkan puasa. Ini tentu saja dialami oleh
perempuan.
Gila, identik dengan
hilangnya kewarasan. Sudah tidak sehat lagi pikirannya. Orang gila sudah tidak
mendapatkan kewajiban beribadah termasuk berpuasa. Sahnya ibadah ditentukan
dari sehat akalnya. Sehingga bisa membedakan benar salah, baik tidak baik.
Sehat akal termasuk
karunia yang luar biasa. Dan wajib disyukuri. Bentuk syukur yang bisa
dikerjakan diantaranya tidak mengkonsumsi bahan-bahan terlarang semisal
narkoba, minum-minuman keras dan sejenisnya. sudah banyak korban berjatuhan. Semoga
ini menjadi refleksi kita semua.
Bila tidak meninggal dunia,
pecandu narkoba dan miras bisa berakibat rusaknya syaraf otak dan organ tubuh
yang lain. Rahabilitasi pecandu butuh waktu, tenaga, juga dana yang tidak
sedikit. Belum lagi waktu untuk bergaul lagi dengan masyarakat luas. Bila sayang
karunia Allah atas sehatnya akal, katakan no drugs.
Murtad, orang yang keluar
dari agama Islam. Terkadang dalam bergaul keblabasan. Masalah ini dianggap
seperti angin lalu, guyonan. Padahal masalah murtad terkait dengan akidah.
Begitu juga kita harus
berhati-hati mengucapkan murtad, kafir, munafik, musyrik kepada orang lain. Karena
bisa saja ucapan itu mengarah kepada yang berbicara. Sebagai bentuk
kehati-hatian, setelah mengucap murtad,
kafir, munafik, musyrik kepada orang lain dianjurkan untuk membaca syahada tiga
kali. Wallahu a’lam bi al shawab.
Rujukan:
Ahmad Abdul Hamid
Alkendali, Risalatus Syiyam. Semarang: Karya Toha putra, tt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar