dok. sutopo.com |
Amalan sunah perlu dilakukan
untuk menambah amalan wajib. Mumpung bulan puasa, bulan yang penuh dengan
pahala. Bisa dibayangkan kalau menggunakan logika matematika. Amalan salat sunah
misalnya, mendapat pahala seperti melakukan amalan salat wajib di luar bulan
Ramadan. Sedang salat wajib mendapatkan pahala 70 kalinya.
Namun kita berusaha bukan
banyaknya pahala saja. Juga lebih pada berharap rida dari Allah, dan
diterimanya amal kita. Ada anjuran dari kiai ketika berdoa diakhiri dengan doa
allahumma taqabbal minna innaka antas samiul ‘alim. Berharap agar amal yang
kita kerjakan diterima Allah sebagai amal saleh kita.
Apa tidak ngeri bila
kelihatan kita berpuasa, salat sunah yang banyak rakaatnya, dan amal ibadah
lain namun terselip niat untuk riya, pamer. Atau juga niat lain yang kurang
pas. Sehingga amal yang kita lakukan tidak diterima Allah. Naudzu mindhalik. Semoga
amal ibadah kita senantiasa diterima Allah. Amin.
Amalan sunah juga penting
untuk menambal amalan wajib kita yang bolong-bolong. Misalnya melaksanakan
salat bakdiyah dan qabliyah. Tujuannya antara lain untuk mengganti jikalau
ketika kita salat fardhu kurang khusu’, tidak sah, kurang sempurna, mengantuk,
bacaannya salah dan sejenisnya. Dengan melakukan salat sunah semoga salat kita lebih
sempurna dan diterima Allah.
Begitu pula sunah puasa
untuk menambah dan menyempurnakan ibadah puasa wajib. Adapun diantara sunah
puasa adalah :
Pertama, menyegerakan
berbuka. Bila sudah terdengar bedug azan magrib seyogyanya kita segera berbuka.
Bila ada dengan kurma. Kalau tidak ketemu cukup dengan air putih.
Buah kurma dipilih karena
selain anjuran dari Kanjeng Nabi Muhammad juga mengandung banyak manfaat. Kandungan
dalam kurma membantu tubuh untuk percepatan pemulihan dari puasa. Bisa juga
disikapi dengan minum-minum yang manis, seperti kolak.
Jangan lupa berdoa ketika
berbuka. Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu allahumma dzahabathoma’
wabtallatil ‘uruq watsabatal ajru insyaallahu. Ya, Allah. Puasaku untukMu,
rizki dariMu yang kupakai untuk berbuka. Ya, Allah. Sudah hilang rasa hausku, otot-otot
dalam tubuh sudah segar kembali. Semoga tetap
pahala dariMu.
Kedua, mengakhirkan sahur.
Makan sahur di pagi hari sebelum subuh menjadi rutinitas dalam berpuasa. Bisa saja
di tengah malam kita sahur. Namun ada waktu yang lebih utama, yakni satu jam
sebelum subuh.
Bila dicerna, hanya
seperti memindahkan sarapan pagi. Bila sarapan jam 6 pagi, lalu dimajukan 2-3
jam sebelumnya. Tujuannya agar kuat berpuasa di tengah aktivitas yang bejibun.
Ini berdasar dawuhnya
Kanjeng Nabi Muhammad yang diriwayatkan Imam Ahmad. Yang artinya: Nabi berkata,
“Umatku tetap dalam kebaikan selagi cepat berbuka puasa dan mengakhirkan makan sahur”.
Ketiga, meninggalkan perkataan
yang tidak berfaedah. Berbicara memang hal yang mudah. Lidah sebagai alat
berbicara memang tidak bertulang sehingga berbicara apapun tanpa hambatan. Namun
dibalik itu berbicara bisa menimbulkan peperangan dahsyat. Maka hemat dalam
berbicara menjadi saranan. Berbicara boleh namun ada gunanya. Singkat, padat
dan berisi bisa dijadikan patokan.
Berbicara untuk ngrumpi
(membicarakan aib orang lain), mengadu domba, sumpah palsu, fitnah diantara
yang harus dihindari. Karena bila tidak bisa mengurangi pahala puasa. Jangan sampai
seperti sabdanya Nabi bahwa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan haus
dan dahaga. Karena tidak memperhatikan tata tertib berpuasa. Wallahu a’lam bi
al shawab.
Rujukan:
Ahmad Abdul Hamid
Alkendali, Risalatus Syiyam. Semarang: Karya Toha putra, tt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar