KH, Ali Mustofa Said nomor 3 dari kiri. |
Ahwa atau ahlul halli wal
aqdi adalah lima kiai terpilih yang telah memenuhi persayaratan untuk memilih
rais syuriah. Dari pilihan syuriyah ranting dan MWC yang masing-masing diberi
kesempatan memilih lima orang akhirnya terpilihlah lima orang hasil tabulasi.
Adapun kriteria anggota
ahwa yang disepakati adalah : 1). berakidah aswaja annahdliyah, 2). Bersikap
adil, alim, memiliki integritas moral dan tawaduk. 3). Berpengaruh dan memiliki
pengetahuan untuk memilih pemimpin yang munadzhim, muharrik, wara’ dan zuhud.
Kelima penerima suara
tertinggi adalah KH. Ali Mustofa Said (Prambon), KH. Muchlas Ghozali (Baron), KH.
Hamam Ghozali (Tanjunganom), KH. Qolyubi Dahlan (Nganjuk Kota), dan KH. Baghowi
(Prambon). Setelah beliau berlima bermusyawarah akhirnya diumumkan di sidang
pleno yang dipimpin oleh H. Nurhadi Ridwan, PWNU Jawa Timur. Juru bicara tim
ahwa dipercayakan kepada KH. Muchlas Ghozali. Beliau mengatakan bahwa
musyawarah ahwa berlangsung dinamis dan bermufakat bahwa peraih suara terbanyak
dipilih menjadi rais syuriyah yakni KH. Ali Mustofa Said. Akhirnya KH. Ali
Mustofa Said memberi sambutan perdana seperti di atas. Tidak cukup hanya
memberi sambutan, namun dalam organisasi NU rais syuriyah terpilih wajib
menandatangani pakta integritas bermaterai 6000.
Isi pakta integritas
diantaranya menyelesaikan masa khitmah 2016-2021 artinya tidak boleh berhenti
di tengah jalan. Tidak akan rangkap jabatan di organisasi NU dan di luar.
Terutama rangkap jabatan di bidang politik. Misalnya mencalonkan bupati, wakil
bupati, ketua DPRD hingga ke atas. Bila melanggar maka dikenai denda Rp
500.000.000,00 (baca 500 juta rupiah). Ada yang menarik dari sambutan beliau.
Yakni hal tersebut tidak akan mungkin terjadi karena beliau tidak mempunyai
ijazah formal. Jadi tidak mungkin menduduki jabatan-jabatan publik yang
mengharuskan memiliki ijasah formal. Jadi insyaallah beliau bisa fokus berkhitmah
di NU. Amin.
Rangkap jabatan di NU
Nahdlatul Ulama adalah
organisasi sosial keagamaan. Jamaahnya yang sering dinamakan Nahdliyin
berjumlah 80an juta. Menjadi organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia
bahkan di dunia. Untuk kesinambungan organisasi ada aturan tertulis bahwasanya
seorang pengurus dilarang merangkap jabatan. Baik selevel di NU apalagi di
organisasi politik dan organisasi yang tidak seide dengan NU.
Misalnya selevel NU.
Rangkap jabatan menjadi ketua MWC, ketua ranting, banom dan lembaga. Sama juga
menjadi pengurus harian partai politik. Hikmah di sini yang bisa diambil agar
pengurus bisa maksimal melaksanakan tugasnya. Bukan pengurus yang menjadi urus-urusan
anggotanya.
Rais Syuriyah dan Ketua
Tanfidziyah dilarang mencalonkan diri pada jabatan politik karena
konsekuensinya besar pada jamaah. Ada kejadian lucu di suatu daerah sebelum
pakta integritas diberlakukan. Yakni ada ketua tanfidziyah dan rais syuriyah
yang bertarung memperebutkan jabatan wakil bupati di suatu daerah. Ini preseden
yang kurang bagus untuk organisasi. Seolah-olah dilihat dari luar tidak akur
dalam kepengurusan, masing-masing mendahulukan ego pribadi. Bukan mengutamakan
kemaslahatan umat.
Kiai Muda
Dengan sistem ahwa,
dimungkinkan siapa saja yang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menjadi
rais syuriyah. Tidak harus sudah sepuh usianya. Dan itu terjadi di konferensi
ini. Gus Ali terpilih saat usia masih dibawah 50 tahun. Beliau dikenal aktif di
LBM (lembaga bahsul masail) di Nganjuk dan di Jawa Timur.
Perubahan Sistem,
Petahana Tidak Harus Jadi
Selama ini jabatan rais
syuriyah diamanahkan kepada kiai sepuh. Bahkan ada yang menjabat beberapa masa khitmah sampai
beliau meninggal. Karena tidak ada yang berani menggantikan, takut kuwalat.
Namun seiring dengan perubahan waktu, rais syuriyah tidak dipilih melalui
pemungutan suara. Kiai kok dipilih dan diperebutkan? Begitu kira-kira pikiran warga akar rumput.
Muktamar NU ke-33 di
Jombang merubah pemilihan rais syuriyah melalui ahlul halli wal aqdi. Jadi yang
memilih adalah kiai pilihan dan menempatkan syuriyah adalah pemilik organisasi.
Sedang tanfidziah adalah pelaksana dari organisasi. Wallahul a’lam bi alshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar