Rabu, 09 Maret 2016

NU Pisang Menyelenggarakan Salat Gerhana Matahari

Bapak Moh. Isro' sedang memberikan penjelasan kaifiyat salat gerhana.
H. Basyari Utsman sedang menyampaikan khutbah salat gerhana matahari.
Bersalam-salaman usai salat gerhana.
Menikmati hidangan nasi ayam bakar sebagai penutup acara salat gerhana.
Bertempat di Masjid Baitul Atqiya’ Pisang Patianrowo, warga Nahdliyin menyelenggarakan Salat Sunah Kusyufus Syamsi atau gerhana matahari. Berlangsung pada hari Rabu (9/3/2016) dilaksanakan pada pukul 06.55 dan berakhir 30 menit kemudian.
Walaupun salat dilaksanakan agak siang namun antusiasme warga begitu tinggi. Selepas salat subuh banyak yang sudah hadir di masjid. Tua, muda, laki-laki dan perempuan berbondong-bondong ke masjid. Tidak terkecuali anak-anak. Siswa SD, TPQ, dan madin tidak ketinggalan untuk hadir. Peristiwa ini sangat langka bila tidak menyebut sekali seumur hidup. Kali terakhir terjadi pada tahun 1983 dan sekarang baru terjadi lagi. Dan menurut perhitungan akan datang 350 tahun kemudian.
Adanya gerhana memang fenomena alam. Bukti kebesaran dan kemahakuasaan Allah Swt. Bagaimana tidak? Bumi berputar pada porosnya. Begitu pula bulan, matahari dan benda langit yang lain. Kelihatan tidak ada sumbunya. Namun mengapa tidak bertabrakan. Limit waktu juga terjaga antar benda-benda itu. Bila tidak setinggingannya Yang Maha Kuasa lalu siapa lagi. Maka adanya fenomena GMT (gerhana matahari total) kali ini tidak saja disyukuri sebagai tanda-tanda ayat kauniyah Allah tetapi juga untuk diteliti untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
GMT ini hanya terjadi di bumi nusantara. Tepatnya ada 19 kota yang dilintasi sejurus garis khatulistiwa. Oleh karena hanya terjadi di sini maka banyak orang luar negeri yang berbondong-bondong datang untuk menyaksikan fenomena langka ini. Oleh karena kamar hotel dan losmen sudah booked, bukitpun disewa untuk bermalam. Asal fenomena yang terjadi ini bisa disaksikan.
Salat gerhana kali ini dipimpin oleh Bapak Moh. Isro’, Wakil Rais Syuriah NU Ranting Pisang. Sebelum dimulai beliau menjelaskan tatacara salat gerhana. Dalam kitab Ihya’ dijelaskan salatnya berjumlah dua rakaat. Namun ada sedikit perbedaan dalam pelaksanaannya. Dimulai dengan niat: ushalli sunnatan likusyufis syamsi makmuman lillahi ta’ala. Dilanjutkan dengan membaca doa iftitah, surat alfatihah, surat pendek, lalu rukuk. Berdiri lagi membaca surat alfatihah, surat pendek, rukuk, i’tidal lalu sujud. Rakaat kedua juga sama dan diakhiri dengan tahiyat akhir. Setelah salam ada doa. Kesemuanya dilaksanakan dengan sirri. Tidak ada adzan, tidak ada iqamat maupun muraqqi. Langsung dilanjutkan dengan dua khutbah.
Dalam khutbahnya, H. Basyari Utsman selaku Rais Syuriah NU Ranting Pisang mengatakan bahwa fenomena GMT  adalah salah satu tanda kekuasaan Allah. Bukan terjadi karena meninggal atau lahirnya seseorang. Memang pernah terjadi di jaman Kanjeng Nabi terjadi gerhana matahari bertepatan dengan wafatnya Sayyid Ibrahim, putra dari Kanjeng Nabi dengan Sayyidah Maria Alkibtiyah. Namun oleh Kanjeng Nabi diluruskan bahwa pendapat itu tidak benar.
Begitu pula pada jaman dahulu. Ada mitos bahwa gerhana terjadi karena di maka buto ijo (raksasa jahat). Untuk itu lesung (penumbuk padi) dipukuli, kentongan di bunyikan agar Si Buto segera pergi. Belum lagi orang yang hamil disuruh bersembunyi di bawah kolong tempat tidur. Pohon-pohon yang sedang berbuah di pukuli biar tidak kena gerhana. Hal tersebut adalah mitos yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Adanya kejadian gerhana kita dianjurkan untuk memperbanyak membaca istighfar (memohon ampun kepada Allah), juga memperbanyak sedekah.
Selesai khutbah lalu dilanjutkan dengan bersalam-salaman antar jamaah. Adem ayem rasanya bisa bersilaturahim dengan warga. Belum tentu kita bisa bersalaman bila kita tidak memaksakan diri untuk melaksanakannya. Karena memang mempunyai aktivitas masing-masing. Terasa seperti hari raya.

Sebelum pulang seperti biasa ada yang membawa sedekah nasi ayam bakar lengkap dengan sayurnya (kulup-kulupan) dalam satu nampan. Teman-teman takmir dan jamaah duduk melingkar, sarapan bareng. Suasana pondok pesantren dan suasana desa bisa mendekatkan suasana baik hati dan waktu. Semoga keguyupan senantiasa bersemi di desaku, Pisang. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar