Hari jumat di sebut
sebagai sayyidul ayyam, tuannya hari. Jadi dalam satu pekan, hari Jumat menjadi
bosnya. Hari Jumat menjadi hari yang mulia. Dihari ini umat Islam terutama yang
laki-laki diwajibkan salat jumat secara berjamaah di masjid. Diwaktu yang sama
yakni pada waktu dhuhur. Hampir tiap kampung dan desa melaksanakannya terutama
kampung atau desa yang ada muslimnya. Bisa jadi ada dua, tiga, bahkan empat
tempat salat jumat di satu dusun bila memang penduduknya padat.
Mulai hari kamis sore
sudah dianjurkan untuk beribadah. Diantaranya berziarah ke makam orang tua dan
leluhur. Lalu bakda salat magrib ada kegiatan membaca surat yasin. Ada juga
yang mengadakan tahlil rutin. Memperbanyak membaca alquran, membaca salawat
nabi, salat sunah malam, dsb. Pernah suatu ketika Habib Umar bin Muthohhar dari
Semarang menganjurkan mengamalkan membaca Surat Alkahfi ketika hari Jumat.
Itulah diantara amalan-amalan yang dianjurkan. Masih banyak amalan-amalan lain.
Tinggal kita mau memilih yang mana. Semua amalan ada faedahnya bagi kehidupan
kita.
Oleh karena hari Jumat
dinyatakan sebagai hari mulia maka sudah semestinya kita menyambutnya dengan
berbeda. Perlu agak sungguh untuk menyambutnya. Di pagi hari di hari Jumat
misalnya dengan dimulai dengan mandi sunah Jumat, memotong kuku. Menyiapkan
diri mendatangi salat Jumat dengan tidak terlambat. Oleh karena bertemu dan
berkumpul dengan banyak orang di masjid maka perlu pakaian yang baik dan
bersih. Bila perlu memakai wangi-wangian. Diusahakan sudah tiba di masjid
sebelum khotib berdiri di atas mimbar.
Salah satu qaul menyatakan
bahwa bila jamaah datang sedang khatib sudah berdiri maka pintu salat jumat
sudah ditutup malaikat. Dalam arti salat jumatnya sia-sia. Maka dari itu perlu
kita berusaha untuk datang tidak terlambat.
Ketika khatib sedang
“berpidato” maka jamaah sangat perlu mendengarkan sebagai bekal dalam hidup.
Namun terkadang saking asyiknya mendengarkan malah tertidur dalam “sekejap”.
Mumpung ada waktu istirahat. He..he.. memang waktu pas mendengar khutbah sangat
nyaman untuk “tidur”. Apalagi lelah habis bekerja...
Memori ingatan kita
sebenarnya terbatas. Karena informasi yang masuk sangat banyak dan beragam.
Sehingga terkadang tidak membekas sama sekali. Alangkah baik pemaknaan
“mendengarkan” ketika khutbah juga bisa diartikan dengan menulis. Karena
aktivitas menulis itu merangkum antara mendengarkan dengan seksama lalu diolah
oleh otak untuk ditulis. Apalagi akan bermanfaat lebih bila hasil olah pikir
tadi ditulis menjadi artikel yang bisa di”share” ke banyak orang. Tentunya akan
bertambah nilainya. Daripada hanya mendengar dan setelah itu lupa. Wallahu
a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar