Selasa, 22 Maret 2016

Hari Jumat Hari Mulia

Hari jumat di sebut sebagai sayyidul ayyam, tuannya hari. Jadi dalam satu pekan, hari Jumat menjadi bosnya. Hari Jumat menjadi hari yang mulia. Dihari ini umat Islam terutama yang laki-laki diwajibkan salat jumat secara berjamaah di masjid. Diwaktu yang sama yakni pada waktu dhuhur. Hampir tiap kampung dan desa melaksanakannya terutama kampung atau desa yang ada muslimnya. Bisa jadi ada dua, tiga, bahkan empat tempat salat jumat di satu dusun bila memang penduduknya padat.
Mulai hari kamis sore sudah dianjurkan untuk beribadah. Diantaranya berziarah ke makam orang tua dan leluhur. Lalu bakda salat magrib ada kegiatan membaca surat yasin. Ada juga yang mengadakan tahlil rutin. Memperbanyak membaca alquran, membaca salawat nabi, salat sunah malam, dsb. Pernah suatu ketika Habib Umar bin Muthohhar dari Semarang menganjurkan mengamalkan membaca Surat Alkahfi ketika hari Jumat. Itulah diantara amalan-amalan yang dianjurkan. Masih banyak amalan-amalan lain. Tinggal kita mau memilih yang mana. Semua amalan ada faedahnya bagi kehidupan kita.
Oleh karena hari Jumat dinyatakan sebagai hari mulia maka sudah semestinya kita menyambutnya dengan berbeda. Perlu agak sungguh untuk menyambutnya. Di pagi hari di hari Jumat misalnya dengan dimulai dengan mandi sunah Jumat, memotong kuku. Menyiapkan diri mendatangi salat Jumat dengan tidak terlambat. Oleh karena bertemu dan berkumpul dengan banyak orang di masjid maka perlu pakaian yang baik dan bersih. Bila perlu memakai wangi-wangian. Diusahakan sudah tiba di masjid sebelum khotib berdiri di atas mimbar.
Salah satu qaul menyatakan bahwa bila jamaah datang sedang khatib sudah berdiri maka pintu salat jumat sudah ditutup malaikat. Dalam arti salat jumatnya sia-sia. Maka dari itu perlu kita berusaha untuk datang tidak terlambat.
Ketika khatib sedang “berpidato” maka jamaah sangat perlu mendengarkan sebagai bekal dalam hidup. Namun terkadang saking asyiknya mendengarkan malah tertidur dalam “sekejap”. Mumpung ada waktu istirahat. He..he.. memang waktu pas mendengar khutbah sangat nyaman untuk “tidur”. Apalagi lelah habis bekerja...
Memori ingatan kita sebenarnya terbatas. Karena informasi yang masuk sangat banyak dan beragam. Sehingga terkadang tidak membekas sama sekali. Alangkah baik pemaknaan “mendengarkan” ketika khutbah juga bisa diartikan dengan menulis. Karena aktivitas menulis itu merangkum antara mendengarkan dengan seksama lalu diolah oleh otak untuk ditulis. Apalagi akan bermanfaat lebih bila hasil olah pikir tadi ditulis menjadi artikel yang bisa di”share” ke banyak orang. Tentunya akan bertambah nilainya. Daripada hanya mendengar dan setelah itu lupa. Wallahu a’lam bi al shawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar