Bila melihat-lihat buku
catatan siswa, saya melihat banyak halaman yang kosong. Ketika ditanya mengapa
sedikit catatannya, dia menjawab oleh guru tidak disuruh menulis. Padahal banyak
guru yang memberi catatan di papan tulis. Dari sekian mata pelajaran bisa
diasumsikan banyak buku catatan siswa yang tetap kosong. Kecuali mungkin
pelajaran matematika yang harus mengerjakan soal-soal.
Ada sedikit dugaan pula
bahwa anak tidak memperhatikan penjelasan dari guru. Bila ada hal-hal yang
penting tidak dicatat. Mungkin juga belum dijelaskan betapa pentingnya
mencatat. Ada juga mungkin mencatat ada tanda anak bodoh. Karena merasa
dikaruniai akal. Dari hal yang didengar lalu masuk melalui alat pendengaran dan
selanjutnya direkam dalam otak. Namun bila melihat filosofi tubuh manusia, ada
dua mata, dua telinga, dua tangan, adanya otak. Maka tangan perlu menulis apa
yang didengar oleh telinga. Agar bisa terekam lama dalam memori.
Dengan jumlah mata
pelajaran yang harus dikuasai siswa belum tentu membuat siswa menjadi pintar. Bila
tidak dibarengi dengan kemampuan membaca siswa. Kemampuan membaca ini ada bersinggungan
dengan kemampuan menulis. Hasil tulisan akan menunjukkan seberapa kemampuan
membaca penulisnya.
Kegelisahan kemampuan
siswa untuk menulis bisa dimaknai juga dengan kemampuan baca siswa. Banyak siswa
yang wawancarai secara sample tidak mempersiapkan membaca di rumah. Membuka buku
hanya ketika pelajaran di kelas. Bila kebetulan guru tidak datang atau tidak
memberi tugas maka bisa dianggap bukunya akan tetap tertutup tanpa disentuh.
Sebagai sedikit ikhtiar
untuk menumbuhkan minat siswa untuk membaca dan menulis (budaya literasi) maka
sudah bebarapa pertemuan siswa saya ajak menulis pengalaman hari kemarin. Atau juga
menulis suka-suka –meminjam istilah dari Azrul Ananda. Dari gambaran sementara ternyata siswa
mempunyai kemampuan menulis yang lumayan. Dari waktu 10 menit yang diberikan,
tulisan siswa sudah banyak yang bagus. Dalam arti bisa bercerita dari awal
hingga akhir. Dari prediksi ini bila kemampuan menulis siswa selalu digugah dan
diasah tidak menutup kemungkinan akan ada lompatan budaya yang cukup signifikan
di masa mendatang. Akan muncul novelis, cerpenis, penulis, penyair dan lain
sebagainya dari insan madrasah.
Ada sedikit yang perlu
menjadi penekanan bahwa siswa perlu dibiasakan “doyan” membaca. Bisa membaca
apa saja. Asal yang “bermutu dan bergizi”. Bisa dimulai misalnya membaca 10
menit di awal pelajaran lalu dikorelasikan menulis 10 menit. Ini ada ikhtiar
kecil yang bisa dilakukan. Agar bisa mengejar budaya literasi di negara “Bollywood”,
India. Di sana budaya membaca masyarakatnya lebih tinggi di banding Amerika
Serikat. Wallahu a’lam bi alshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar