Jumat, 29 Januari 2016

Kegigihan Ibu Penjual Nasi

Suatu sore saya dan isteri menjenguk anak sulung yang mondok di suatu pondok pesantren di Nganjuk. Karena hari hujan dan sambil menunggu anak yang masih salat asar saya berteduh sambil “ngeteh” di warung samping pondok.
Ibu warung ternyata sudah hapal dengan anak saya. Sehingga dengan kamipun terasa sudah akrab. Mungkin juga orangnya yang peramah. Dengan modal ini juga mungkin banyak orang yang suka membeli di warung ini.
Dari pembicaraan yang mengalir ternyata beliau sudah berjualan selama 17 tahun. Single parent membesarkan putra semata wayangnya yang sekarang kuliah di sebuah PTN  Surabaya. Suatu hal yang luar biasa. Sudah ditinggal sang suami ketika baru saja melahirkan. Tawaran menikah lagi sudah tidak dihiraukan. Ternyata dengan berjualan nasi beliau bisa survive. Ada satu  kebanggaan pada diri beliau bahwa sang anak hormat dengan orang tua dan kakeknya. Bila ada sesuatu hal pasti disampaikan kepada ibunya. Bahkan motor yang dibelikan sang ibu masih utuh seperti semula. Tidak ada onderdil yang dicopot sebagaimana anak seusianya.
Akhlak anak yang baik seperti ini bila dirunut memang hasil didikan pondok pesantren. Ternyata si anak dulunya menuntut ilmu di pondok pesantren sebelah rumahnya. Lalu setelah selesai melanjutkan kuliah di luar kota. Si ibu sangat bersyukur atas capaian yang diperoleh sekarang. Seorang janda menghidupi anak hingga bisa kuliah semester lima di PTN juga menanggung bapaknya yang sakit-sakitan. Dan hanya mengandalkan berjualan nasi di sebuah warung kecil dan dilakukan sendirian. Ini menurut gambaran umum masyarakat adalah suatu hal yang luar biasa. Subhanallah...
Ada hal yang bisa dipetik adalah anak adalah amanah, titipan Allah. Sebuah keluarga baru pastilah menginginkan anak sebagai penyempurna kebahagiaan sebuah keluarga. Bila belum akan terasa belum sempurna. Lalu bila sudah punya momongan lalu menjaga amanah ini yang berat. Mendidiknya, mengasuhnya, diberikan pendidikan yang terbaik baik di lembaga pendidikan formal juga tidak kalah penting mendidiknya di rumah.

Saya terasa disadarkan bahwa menjadi orang tua tidaklah mudah. Anak disatu sisi adalah kebanggaan orang tua namun disisi lain juga bisa menjadi fitnah. Tinggal pandai-pandainya kita sebagai orang tua untuk mensyukuri hal ini semua. Lalu mentasarufkan kesyukuran pada tempat yang semestinya. Semoga Allah senantiasa memberikan taufik dan hidayahnya kepada kita semua. Wallahul a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar