Pada hari Senin (4/5/2015) saya mendapat tugas untuk
mendampingi penyelenggara UN di mts Darul Ulum Sanggrahan Gondang. Senang rasanya
bisa berkunjung di madrasah ini. Keinginan bisa bersilaturahim sebenarnya sudah
ada sejak setahun lalu ketika kali pertama bertemu dengan Pak Tamyiz, sang
kepala madrasah.
Namanya pondok pesantren maka unsur-unsur pondok terlihat
secara fisik. Ada masjid dengan arsitektur bangunan lama, ada asrama santri,
ada kiai, ada pengajian, ada kitab yang diajarkan. Ketika saya mencoba
berkeliling pondok ada asrama santri berupa rumah angkring (rumah-rumahan
panggung satu kamar) di selatan masjid. Sedangkan makam satu-satunya adalah
makam pendiri dan pengasuh pondok pertama (ayahnya Pak Tamyiz yang meninggal
satu tahun silam). Makam berada di barat imaman masjid. Kelihatan tertata rapi
dan asri. Barat makam ada sungai yang mengalir dan membatasi pondok dan rumah
penduduk. Serta ada jembatan penghubungnya.
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan asli Indonesia
yang sudah ada sejak penyebaran Islam era wali songo kini banyak
bertransformasi. Bila dulu hanya tafaqquh fid din (mempelajari ilmu agama saja)
namun sekarang banyak pula yang melengkapi diri dengan lembaga pendidikan
formal. Begitu pula pondok pesantren darul ulum ini. Di pesantren ini ada
Pendidikan Anak Usia Dini, Raudlatul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyah, TPQ, dan madrasah diniyah. Ini tidak bisa lepas dari peran Pak
Tamyiz sang penerus pengasuh pondok yang juga magister agama dari sebuah
perguruan tinggi. Perpaduan latar belakang pondok salaf dan pendidikan modern
mengilhami adanya transformasi kelembagaan pondok pesantren.
Disamping juga harapan stakeholder yang ada dimana
membutuhkan ilmu untuk hidup di dunia dengan bukti selembar ijazah. Bagi santri
niat talabul ilmi sebenarnya masih ansih talabul ilmi saja. Mengenai ijasah
adalah nomor kesekian. Menurut pandangan kelompok ini bila seseorang berilmu
dan beriman pastilah Allah akan mengangkat derajatnya baik dalam pandangan
manusia maupun di hadapan Allah.
Lembaga pendidikan Paud sudah dirintis beberapa tahun yang
lalu kemudian disusul RA. Bila madrasah tsanawiyah pada tahun ini akan
meluluskan siswa yang kedua sedangkan madrasah ibtidaiyahnya sekarang ini baru
tahun ketiga.
Setelah berbincang-bincang dengan Pak Tamyiz diketahui bahwa
kebersamaan dengan warga merupakan modal sosial yang tinggi. Bila pondok
pesantren akan mendirikan gedung maka galian pondasi bisa dikerjakan oleh
warga. Begitu pula ketika membangun atap gedung. Diumumkan lewat masjid saja
banyak warga yang datang membantu. Hal ini disamping untuk mengurangi budget
dana juga menunjukkan bahwa adanya ikatan emosional antara warga dengan pondok.
Pondok berhasil membangun komunikasi yang erat. Disatu sisi warga membutuhkan
pondok dengan layanan pendidikannya, pondok pesantren membutuhkan mitra untuk
menjaga eksistensi keberadaannya di tengah-tengah masyarakat.
Ada yang menarik dari budaya yang dibangun di pesantren ini. Siswa
dibiasakan Salat duha dan salat duhur berjamaah setiap hari. Dua bulan
menjelang ujian nasional, siswa mts diajak salat hajat dan istighosah tiap hari
jumat. Ini dikandung maksud agar siswa siap secara mental dan rohani untuk
menghadapi ujian yang akan dilaksanakan. Sesuatu bila dipersiapkan dan
direncanakan pastilah akan mendapatkan hasil yang baik dibanding tanpa
persiapan dan rencana.
Tidak cukup hal di atas menjelang ujian nasional setiap hari siswa
diajak salat duha dan membaca salawat nariyah dengan jumlah tertentu. Tidak tanggung-tanggung
yang memimpin kegiatan ini adalah pengasuh sendiri.
Adanya pondok pesantren dengan banyak lembaga di dalamnya
tentunya membutuhkan penataan personel yang baik. The right man in the right
job. Pepatah ini digunakan oleh pengasuh untuk menata lembaga agar bisa
berjalan dengan maksimal. Personel yang mempunyai latar belakang pendidikan
sesuai dan berjiwa leader di jadikan pimpinan lembaga pendidikana. Begitu pula
untuk posisi administrator. Dibutuhkan tenaga yang sesuai. Inilah salah satu
kecakapan dan kompetensi yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin.
Dalam bidang pendanaan organisasi juga ada temuan yang
menarik. Pengasuh menjalin hubungan dengan tokoh masyarakat. Banyak teman
adalah potensi jaringan yang perlu dirawat. Musuh satu sudah kebanyakan. Mungkin
salah satu pikiran Gus Dur ini juga mengilhami pengasuh untuk melangkah
membesarkan lembaganya. Tokoh masyarakat, tokoh partai partai, lembaga sosial,
birokrat menjadi mitra strategis dalam keberlangsungan lembaga. Wallahu a’lam
bi alshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar