Minggu, 12 April 2015

Kejujuran dan Keterbukaan

Keluarga dibangun atas dasar kasih, sayang, kepercayaan dan keterbukaan. Hal ini bisa dilihat dari proses taaruf, khitbah, akad nikah, walimatul ‘urs sebagai pengumuman akan sah dan legalnya suatu pernikahan. Adanya pesta atau syukuran nikah yang orang-orang menyebutnya dengan walimahan adalah bahwa kedua calon mempelai sudah berhak menjadi sebuah keluarga baru ditengah-tengah suatu keluarga besar di kedua belah pihak dan juga ditengah-tengah masyarakat.
Pada kedua mempelai adanya rangkaian pernikahan sudah didahului dengan masa taaruf, masa saling mengenal. Mengenal siapa dirinya, keluarganya, kesenangannya, latar belakang pendidikan dan keluarganya, kecenderungannya dan bisa juga agama serta pekerjaannya.
Ketika hal ini sudah tidak ada masalah dan keluarga besarpun merestui maka langkah selanjutnya adalah melamar atau khitbah. Bila di daerah Nganjuk dan sekitarnya pihak lak-laki yang datang ke pihak perempuan. dengan diantar oleh orang-orang terdekat dan juga keluarga berangkatlah untuk melamar. Melamar ini intinya adalah meminta calon mempelai perempuan untuk dijadikan isteri. Bila pihak perempuan dan keluarganya menerima dan setuju biasanya dilanjutkan dengan kesepakatan antar besan (orang tua/wali kedua mempelai) untuk mengadakan kunjungan balasan dan hari pernikahan selanjutnya.
Tentu saja hal di atas terjadi didasari atas rasa percaya antar kedua belah pihak. Bahwa masing-masing pihak akan nyaman, tenang dan bisa melangsungkan hidup berkeluarga kelak.
Bila akad nikah sudah berlangsung apalagi disempurnakan dengan walimahan maka sudah tidak ada penghalang lagi bila calon mempelai untuk hidup serumah. Bisa di rumah sendiri, di rumah mertua, atau ditempat lain yang disepakati. Orang lain pun tidak berhak mengusik, mengganggu bahkan merusak adanya keluarga baru ini. Keluarga baru yang terbentuk ini sudah ada ikatan suami isteri yang sah baik secara agama dan negara.
Bila ada pihak atau orang yang mencoba mengusik maka perlu diingatkan kepada yang bersangkutan untuk apa dilakukan seperti ini. Adakah manfaat yang akan diraih, apa madharat dan mafsadah yang akan terjadi?
Bagi keluarga baru harus tetap menjaga keutuhan ikatan suci ini sesuai dengan tuntunan agama yang selama ini kita pegang. Tentu saja tetap senantiasa bermohon hidayah dan maunah dari Sang Pencipta Keluarga dan manusia yakni Allah Swt.
Ada yang berpendapat bahwa tahun pertama pernikahan ada saja onak dan duri yang menghadang bagi keluarga baru. Ini menjadi ujian di tahun pertama. Bila lulus maka suatu hal yang patut disyukuri dan suatu kesuksesan tersendiri.
Eit, namun jangan senyum terlebih dahulu. Ujian rumah tangga tidak hanya di tahun pertama pernikahan. Selama hidup ujian akan terus ada. Yang harus dipegang oleh suami isteri adalah tujuan pernikahan dulu dilaksanakan itu apa?
Tentunya menikah adalah ajaran agama, sunnatullah dan sunnahnya Kanjeng Nabi Muhammad. Bila mau menikah untuk berharap rida Allah maka hal itulah yang senantiasa harus dipegang. Bila dalam kehidupan ada hal-hal yang menyerempet atau diluar track atau lintasan kehidupan pernikahan bahkan bakal merusak pernikahan itu sendiri harus dikembalikan lagi ke rel semula.
Bila hal ini tidak cepat-cepat di atasi akan semakin parah akibatnya. Tidak hanya pasangan suami isteri saja yang terdampak bisa juga pekerjaan, karir, status sosial, keluarga tentu saja. Dan yang paling parah menerima akibatnya adalah anak. Tegakah kita, relakah kita, maukah kita bila anak-anak kita hasil dari buah pernikahan yang diliputi rasa kasih sayang keluarga dan tidak punya andil kesalahan harus menerima akibatnya. Anak tidak bisa tumbuh kembang dengan baik, pendidikannya, rasa percaya dirinya, agamanya, dan tentu saja masa depannya.
Sebenarnya kesemuanya itu kembali lagi pada komitmen berkeluarga dari bapak ibu atau pasangan. Dan lagi sikap jujur dan terbuka menjadi hal utama juga yang menjadi pegangan. Bila menikah menyatukan dua hati yang berbeda maka sebenarnya tidak ada sekat lagi untuk disatukan. Apa yang dirasakan dan diharapkan sebaiknya perlu disampaikan agar pasangannya mengetahui mungkin ada kekurangan atau kesalahan. Bila ada kekurangan agar segera dipenuhi dan diusahakan. Bila ada kesalahan perlu segera meminta maaf dan memperbaiki diri.
Bila masing-masing pasangan tidak mengutamakan ego dan berusaha segera meminta maaf bila khilaf maka mungkin tidak akan ada perceraian yang dilayangkan di pengadilan negeri.
Ngeri, takut dan khawatir sebenarnya bila melihat laporan angka perceraian di pengadilan agama yang selalu merangkak naik tiap bulan dan tahunnya. Yang menjadi catatan tersendiri adalah gugat cerai atau fasakh dari isteri kepada suaminya. Banyak alasan yang digunakan diantaranya masalah ekonomi, pihak ketiga dan terbanyak adalah sudah tidak cocok.
Bila dianalisa lebih jauh lagi ini sebenarnya ada gejala apa? Apa oleh karena tingkat kemapanan isteri yang lebih baik dari suami sehingga bisa lebih mandiri untuk hidup sehingga dengan gampang melayangkan gugat cerai? Tentunya perlu penelitian yang lebih dalalm lagi. Namun ada sedikit catatan dari laporan pengadilan agama bahwa tidak sedikit guru PNS perempuan yang mengajukan gugat cerai ini. Apakah TPG yang diterima sebesar satu kali gaji memicu angka perceraian? Padahal seharusnya TPG untuk meningkatkan profesionalisme dalam bekerja. Atau bisa juga pemanfaatan TPG yang kurang pas?
Lagi-lagi dalam berkeluarga sifat kejujuran, keterbukaan yang melahirkan kepercayaan seluruh anggota keluarga menjadi pegangan adalah suatu keniscayaan. Bila yang ingin digapai adalah keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah dalam bingkai rida ilahi. Wallahu a’lam bi al shawab.

Ngumpul Bagor, Ahad (12-4-2015) pkl 11.18 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar