Keluarga dibangun atas
dasar kasih, sayang, kepercayaan dan keterbukaan. Hal ini bisa dilihat dari
proses taaruf, khitbah, akad nikah, walimatul ‘urs sebagai pengumuman akan sah
dan legalnya suatu pernikahan. Adanya pesta atau syukuran nikah yang
orang-orang menyebutnya dengan walimahan adalah bahwa kedua calon mempelai
sudah berhak menjadi sebuah keluarga baru ditengah-tengah suatu keluarga besar
di kedua belah pihak dan juga ditengah-tengah masyarakat.
Pada kedua mempelai adanya
rangkaian pernikahan sudah didahului dengan masa taaruf, masa saling mengenal.
Mengenal siapa dirinya, keluarganya, kesenangannya, latar belakang pendidikan
dan keluarganya, kecenderungannya dan bisa juga agama serta pekerjaannya.
Ketika hal ini sudah tidak
ada masalah dan keluarga besarpun merestui maka langkah selanjutnya adalah
melamar atau khitbah. Bila di daerah Nganjuk dan sekitarnya pihak lak-laki yang
datang ke pihak perempuan. dengan diantar oleh orang-orang terdekat dan juga
keluarga berangkatlah untuk melamar. Melamar ini intinya adalah meminta calon
mempelai perempuan untuk dijadikan isteri. Bila pihak perempuan dan keluarganya
menerima dan setuju biasanya dilanjutkan dengan kesepakatan antar besan (orang
tua/wali kedua mempelai) untuk mengadakan kunjungan balasan dan hari pernikahan
selanjutnya.
Tentu saja hal di atas
terjadi didasari atas rasa percaya antar kedua belah pihak. Bahwa masing-masing
pihak akan nyaman, tenang dan bisa melangsungkan hidup berkeluarga kelak.
Bila akad nikah sudah berlangsung
apalagi disempurnakan dengan walimahan maka sudah tidak ada penghalang lagi
bila calon mempelai untuk hidup serumah. Bisa di rumah sendiri, di rumah
mertua, atau ditempat lain yang disepakati. Orang lain pun tidak berhak
mengusik, mengganggu bahkan merusak adanya keluarga baru ini. Keluarga baru
yang terbentuk ini sudah ada ikatan suami isteri yang sah baik secara agama dan
negara.
Bila ada pihak atau orang
yang mencoba mengusik maka perlu diingatkan kepada yang bersangkutan untuk apa
dilakukan seperti ini. Adakah manfaat yang akan diraih, apa madharat dan
mafsadah yang akan terjadi?
Bagi keluarga baru harus
tetap menjaga keutuhan ikatan suci ini sesuai dengan tuntunan agama yang selama
ini kita pegang. Tentu saja tetap senantiasa bermohon hidayah dan maunah dari
Sang Pencipta Keluarga dan manusia yakni Allah Swt.
Ada yang berpendapat
bahwa tahun pertama pernikahan ada saja onak dan duri yang menghadang bagi
keluarga baru. Ini menjadi ujian di tahun pertama. Bila lulus maka suatu hal
yang patut disyukuri dan suatu kesuksesan tersendiri.
Eit, namun jangan senyum
terlebih dahulu. Ujian rumah tangga tidak hanya di tahun pertama pernikahan.
Selama hidup ujian akan terus ada. Yang harus dipegang oleh suami isteri adalah
tujuan pernikahan dulu dilaksanakan itu apa?
Tentunya menikah adalah
ajaran agama, sunnatullah dan sunnahnya Kanjeng Nabi Muhammad. Bila mau menikah
untuk berharap rida Allah maka hal itulah yang senantiasa harus dipegang. Bila
dalam kehidupan ada hal-hal yang menyerempet atau diluar track atau lintasan
kehidupan pernikahan bahkan bakal merusak pernikahan itu sendiri harus
dikembalikan lagi ke rel semula.
Bila hal ini tidak
cepat-cepat di atasi akan semakin parah akibatnya. Tidak hanya pasangan suami
isteri saja yang terdampak bisa juga pekerjaan, karir, status sosial, keluarga
tentu saja. Dan yang paling parah menerima akibatnya adalah anak. Tegakah kita,
relakah kita, maukah kita bila anak-anak kita hasil dari buah pernikahan yang
diliputi rasa kasih sayang keluarga dan tidak punya andil kesalahan harus
menerima akibatnya. Anak tidak bisa tumbuh kembang dengan baik, pendidikannya,
rasa percaya dirinya, agamanya, dan tentu saja masa depannya.
Sebenarnya kesemuanya itu
kembali lagi pada komitmen berkeluarga dari bapak ibu atau pasangan. Dan lagi
sikap jujur dan terbuka menjadi hal utama juga yang menjadi pegangan. Bila
menikah menyatukan dua hati yang berbeda maka sebenarnya tidak ada sekat lagi
untuk disatukan. Apa yang dirasakan dan diharapkan sebaiknya perlu disampaikan
agar pasangannya mengetahui mungkin ada kekurangan atau kesalahan. Bila ada
kekurangan agar segera dipenuhi dan diusahakan. Bila ada kesalahan perlu segera
meminta maaf dan memperbaiki diri.
Bila masing-masing
pasangan tidak mengutamakan ego dan berusaha segera meminta maaf bila khilaf
maka mungkin tidak akan ada perceraian yang dilayangkan di pengadilan negeri.
Ngeri, takut dan khawatir
sebenarnya bila melihat laporan angka perceraian di pengadilan agama yang
selalu merangkak naik tiap bulan dan tahunnya. Yang menjadi catatan tersendiri
adalah gugat cerai atau fasakh dari isteri kepada suaminya. Banyak alasan yang
digunakan diantaranya masalah ekonomi, pihak ketiga dan terbanyak adalah sudah
tidak cocok.
Bila dianalisa lebih jauh
lagi ini sebenarnya ada gejala apa? Apa oleh karena tingkat kemapanan isteri
yang lebih baik dari suami sehingga bisa lebih mandiri untuk hidup sehingga
dengan gampang melayangkan gugat cerai? Tentunya perlu penelitian yang lebih
dalalm lagi. Namun ada sedikit catatan dari laporan pengadilan agama bahwa
tidak sedikit guru PNS perempuan yang mengajukan gugat cerai ini. Apakah TPG
yang diterima sebesar satu kali gaji memicu angka perceraian? Padahal
seharusnya TPG untuk meningkatkan profesionalisme dalam bekerja. Atau bisa juga
pemanfaatan TPG yang kurang pas?
Lagi-lagi dalam
berkeluarga sifat kejujuran, keterbukaan yang melahirkan kepercayaan seluruh
anggota keluarga menjadi pegangan adalah suatu keniscayaan. Bila yang ingin
digapai adalah keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah dalam bingkai rida
ilahi. Wallahu a’lam bi al shawab.
Ngumpul Bagor, Ahad
(12-4-2015) pkl 11.18 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar