Senin, 13 April 2015

Catatan Tentang Supervisor

Bila mendengar kata pengawas pikiran sebagian dari teman-teman guru adalah seseorang yang diberi tugas untuk memeriksa perangkat pembelajaran. Mengenai performancenya adalah guru atau kepala madrasah yang sudah senior dan bahkan hampir purna tugas. Pengawas juga mengampu seluruh guru mata pelajaran. Padahal biasanya pengawas selama ini berasal dari guru PAI.
Belum cukup dari hal tersebut, jabatan pengawas ada “nada minor” pemaknaannya. Bila ada guru atau kepala madrasah yang bermasalah maka karier selanjutnya bisa dipastikan adalah pengawas. Pernah memang suatu ketika ada seorang pimpinan kantor yang membuat pernyataan dalam rapat dinas bahwa bila ada kepala madrasah yang “macam-macam” maka akan dipengawaskan.
Belum lagi jabatan pengawas untuk “nambah umur”. Bila jabatan struktural sebelumnya maksimal berusia 58 maka dengan menjadi pengawas sebagai jabatan fungsional bisa menambah masa kerja 2 tahun lagi. Karena jabatan pengawas pensiun pada usia 60 tahun.
Melihat gambaran opini guru-guru terhadap jabatan pengawas maka pengawas atau supervisor menjadi jabatan yang marginal, tidak bonafid dan menjadi second option. Jabatan pengawas menjadi pilihan kedua. Bila ada guru muda yang mendaftar menjadi pengawas maka dianggap kerugian karier. Karena kariernya tidak akan cerah di masa depan.
Bila melihat peraturan yang ada seperti Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang standar pengawas sekolah/madrasah, lalu Peraturan Menteri Agama Nomor 2 tahun 2012 tentang pengawas di lingkungan Kementerian Agama dan juga Peraturan Menteri Agama Nomor 31 tahun 2013 tentang perubahan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 tahun 2012 tentang pengawas madrasah dan pengawas PAI pada sekolah menunjukkan bahwa jabatan pengawas adalah jabatan yang mempunyai peran penentu peningkatan kualitas pendidikan. Pengawas, kepala madrasah dan guru menjadi barometer peningkatan mutu pendidikan dalam tahap proses dan keluaran pendidikan. wallahul a'lam bi alshawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar