Sabtu, 07 Maret 2015

Hal Kecil Yang Merubah Peradaban


Banyak tempat umum atau fasum (fasilitas umum) yang ada di sekitar kita. Bisa taman, telepon umum, lokasi free wifi, toilet umum, juga bisa juga kendaraan umum (angkot, bus kota dll), lift. Bila menggunakan terkadang kita berfikir kok bisa begini. Misalnya banyak coretan di dinding, fasilitas di rusak, sampah di mana-mana? Apakah ini oleh karena pembiasaan yang diberikan orang tua atau juga masyarakat yang membentuk itu semua.
Lalu dimana peran lembaga pendidikan. Padahal di lembaga pendidikan bertahun-tahun masyarakat diproses. Bagaimana hasil keluarannya? Banyak pikiran berkecamuk untuk menjawab hal ini. Namun bila dirunut ada hal yang dilakukan di pondok pesantren. Yakni pembiasaan salat berjamaah.
Waktu di pondok pesantren, semua santri tanpa terkecuali harus mengikuti salat berjamaah lima waktu. Bila tidak maka ada sanksi yang diberlakukan. Oleh karena terbiasa teman-teman santri lama kelamaan merasa mudah dan ringan. Terasa tidak ada beban berat yang harus dijauhi dan ditinggalkan. Memang pada tahap awal santri baru merasa kok salat berjamaah terus. Begitu juga pekerjaan-pekerjaan keseharian. Disesuaikan dengan kelas dan usia. Santri baru diberi tugas menyapu masjid dan halaman. Dan santri lainnya ada tugas ke sawah dan lainnya. Semakin tinggi tingkatan kelas pekerjaannya agak lebih berat.


Kembali terkait kebiasaan dalam kehidupan. Ada beberapa hal yang perlu dijadikan renungan bersama. Diantaranya adalah cuci tangan. Bisa kita lihat bila masuk toilet umum, bisa juga toilet sekolah. Setelah selesai menyelesaikan di dalam keluar. Karena tidak ada sabun ya hanya memakai air saja. Sedangkan sisa virusnya di tangan apa juga hilang? Dilanjutkan membuka pintu toilet dan hal ini akan juga dilakukan banyak orang. Setelah keluar toilet bisa saja ketemu orang lalu bersalaman atau juga membeli makanan dengan keadaan tangan tidak dicuci dengan sabun. Lalu bagaimana usaha untuk menjaga tubuh agar tetap sehat bila keadaan seperti di atas?
Memang membiasakan cuci tangan setiap keluar kamar mandi dan dicuci dengan sabun memang perlu pembiasaan terus menerus oleh orang tua kepada anak di rumah. Biar hal ini menjadi pembiasaan. Untuk mendukung hal tersebut bisa juga pihak sekolah untuk menyediakan sabun mandi di setiap toilet sekolah. Bisa juga menyediakan kran air di setiap sudut sekolah atau di depan kelas ditambah sabun untuk cuci tangan.
Dengan adanya fasilitas dan pelaksanaan pembiasaan cuci tangan secara terencana maka akan mendapatkan hasil terjaganya kesehatan tubuh siswa dan akan terpatri bagi setiap diri siswa.
Kedua, budaya antri. Kita selama ini tidak bisa sabar untuk antri. Bisa kita lihat ketika keluar dari bis/angkot. Yang dari dalam bis ingin keluar belum sampai di luar penumpang baru berebutan masuk. Begitu juga keluar dari lift. Dan keluar dari pesawat. Semua berebutan ingin keluar. Mungkin dikira dengan menjadi tercepat keluar akan mendapat piala atau piagam penghargaan. Namun terkadang tidak disadari bisa menyusahkan orang lain.
Begitu juga fenomena berebut zakat dan daging kurban. Atau juga berebut raskin atau segala bentuk pemberian. Masih senang menerima daripada memberi. Untuk mendapatkan uang sebesar Rp 20.000,00 harus berebutan terinjak-terinjak dan akhirnya ada yang meninggal. Begitu juga tidak sabar antri mendapatkan jatah daging kurban. Seandainya mau sabar dan tertib maka akan enak. Tidak jatuh korban, semua mendapatkan dan indah didengar.
Ketiga, membuang sampah. Ada fenomena menarik di jalan. Sebuah mobil keluaran terbaru melaju di jalanan. Tidak berselang lama kaca mobil dibuka dan byar. Ada plastik sampah tumpah di jalanan. Apa dipikir penumpang mobil itu bahwa yang ingin nyaman hanya dia sendiri. Sedangkan pengguna jalan cukup menggerutu di dalam hati karena banyak sampah berserakan. Ini tidak terjadi satu dua kali. Namun masih banyak yang melakukannya.
Membuang sampah tidak pada tempatnya kelihatannya tidak ada korelasi dengan tingkat kekayaan, status sosial, tingkat pendidikan. Mungkin juga karena kebiasaan. Hal ini bisa dilihat pada arena rekreasi baik di pantai, kolam renang, kebun binatang, bandara, terminal dan sejenisnya. Lagi-lagi memang hal ini perlu ditanamkan kepada anak sejak dini usia dan dilakukan secara terus-menerus sehingga menjadi karakter. Sebagai shock terapy bisa juga dibuat aturan tegas tentang hal ini dengan denda yang maksimal. Biar pelaku bisa jera seperti yang terjadi di negeri jiran, Singapura.
Sebenarnya bila kita renungkan terkait cuci tangan, budaya antri dan membuat sampah pada tempatnya sudah dalam khasanah ajaran agama kita. Dalam fiqh bab thaharah madzab Syafii disampaikan pada awal-awal kitab. Mungkin mengingat betapa pentingnya hal ini dalam kehidupan dan ibadah. Berarti mencakup cuci tangan dan menjaga kebersihan. Sedangkan budaya antri lekat dengan sifat adil. Yang berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Bila orang lain yang lebih dahulu maka perlu didahulukan. Bukan malah diserobot lalu jadinya ada ketidaknyamanan dan jatuhnya korban. Mempersilahkan orang lain untuk mendapatkan haknya. Itulah budaya antri. Wallahul a’lam bi alshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar