Logika sederhana yang
bisa dipakai diantaranya bila ingin menemui bupati. Orang biasa menemui bupati
harus melewati beberapa meja. Itupun belum bisa dipastikan bisa bertemu. Ada
saja alasannya. Namun bila kita meminta bantuan kepada orang terdekatnya tidak
menutup kemungkinan kita bisa menemui bupati dalam waktu secepatnya. Inilah
enaknya mempunyai wasilah atau perantara.
Apa bisa doa kita
langsung kepada Allah. Berdoa bisa saja. Namun pertanyaannya apa bisa langsung
dikabulkan? Inilah yang menjadi permasalahan. Enak kalau mempunyai sambungan
langsung. Namun siapakah kita? Siapakah diri kita ini? Hanya Nabi, wali, orang
soleh saja yang bisa seperti ini. Namun bagi orang yang banyak khilaf dan dosa
sungguh berat bila langsung berhubungan.
Para Nabi, wali dan orang
saleh mempunyai hati yang suci. Apa yang dilakukan karena ikhlas tanpa pamrih.
Inilah yang membedakan dengan maqam kita yang banyak salah dan dosa. Dan dosa
inilah yang menghalangi/hijab kita
dengan Allah. Bila melalui perantara maka hijab bisa saja hilang. Maka pengikut
ahlus sunnah wal jamaah senang dengan wasilah ketika berdoa, membaca tahlil,
istighosah, dan sejenisnya.
Demikian diantara yang
disampaikan KH. Mustaqim Basyari, Koordinator Alumni Pondok Pesantren Darul
Muta’allimiin Pandanasri pada acara pertemuan Panitia Haul KH. Ghozali Cholil
ke-19. “Semoga apa yang kita lakukan ini dihitung sebagai menghormat kemuliaan
guru dan ulama. Bila menghormati ulama sama juga menghormati Nabi”, demikian
paparan beliau selanjutnya.
Pada hari Kamis
(5/2/2015) telah dilakukan pertemuan di rumah K. Badal Kemaduh Baron. Para alumni
dari berbagai penjuru kota di Nganjuk dan sekitarnya berduyun-duyun datang. Beliau-beliau
meninggalkan kesibukan sehari-hari untuk datang dalam pertemuan. Kebanyakan yang
datang adalah para alumnni awal. Sedangkan penulis termasuk alumni yang baru
saja.
Ada rasa salut dan bangga
bila bertemu dengan alumni pondok. Ditengah kesibukan sehari-hari masih “ngopeni”
pendidikan generasi muda. Beliau-beliau tidak absen mengelola dan membina
masjid, musala, pondok pesantren yang ada disekitar rumah. Dan kebanyakan juga
mengajar pendidikan diniyah.
Berapapun santri yang ada
namun ghirah/semangat menyebarkan ilmu luar biasa. Dan kebanyakan pula masih
gratis. Artinya santri tidak bayar. Alumni memberikan ilmu karena ikhlas
mengharap rida ilahi. Sedangkan rizki berasal dari bekerja. Inilah keseharian
para alumni. Hal tersebut pula yang mendorong faktor tersebarnya Islam yang
moderat, tidak keras bin bebas.
Bisa dimaklumi karena
alumni pondok kami diasuh oleh Kiai Salafiyah, KH. Ghozali Cholil yang alumni
Pondok Pesantren Mojosari Loceret. Dan semasa hidup beliau aktif sebagai Rais
Syuriyah MWC NU Kertosono dan terkenal sebagai ahli falak di Kabupaten Nganjuk.
Ada beberapa keputusan
diantaranya terkait teknis, tempat acara, pengajian insyaallah akan diisi oleh
Habib Umar bin Mutohar dari Semarang. Juga terkait dengan data alumni. Kesulitannya
karena alamat ketika di pondok dan setelah boyong berbeda. Ini bisa dimaklumi
karena setelah pulang lalu menikah ada yang berdiam di alamat asal, kadang ikut
suami juga bisa ikut isteri atau mungkin juga berpindah ke tempat lain. Kesulitan
ini tidak hanya di alami Pondok Pandanasri, Pondok Langitan pun menurut informasi
dari alumninya juga mempunyai problem yang sama.
Tidak kalah penting
adalah dana. Alhamdulillah dalam waktu yang cukup singkat sekitar satu bulan
sudah banyak iuran alumni yang masuk ke panitia. Sehingga insyaallah
kebersamaan alumni untuk ikut serta memperingati haul guru sekaligu kiai akan
berjalan. Terkait parkir dan keamanan memang menjadi hal yang tak kalah
penting. Permasalahan ini dipercayakan kepada Kang Sopingi dan Kang Roni. Alumni
yang sudah ahli dipercaya dalam bidang ini.
Semoga tujuan alumni ikut
memuliakan guru sekaligus kiai dalam acara haul mendapat rida dan maunah dari
Allah. Amin. Wallahul a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar