Allah Maha Sempurna. Tidak
ada di alam semesta ini tanpa dari penciptaanNya. Dan semuanya pasti dalam
bentuk terbaik. Seperti makhluk yang namanya manusia. Fi ahsani taqwim,
sebaik-baik bentuk.
Kemudian Allah
menciptakan sesuatu dengan serba berpasangan. Ada laki-laki dan perempuan. Ada jantan
dan betina. Ada benangsari dan putik. Ada siang
dan malam. Ada bahagia dan sedih. Ada tertawa dan menangis. Ada tampan
dan cantik. Ada kaya dan miskin. Ada sombong dan rendah hati. Dan semuanya memang diatur serba berpasangan.
Dari alur kehidupan
manusia mulai dari alam ruh lalu alam kandungan, alam hidup di dunia,
selanjutnya alam barzah dan terakhir di alam akhirat. Sekarang ini kita
membahas sedikit terkait dengan alam yang kita jalani.
Bila sudah tiba waktunya
manusia menikah. Dilihat dari tinjauan
sosial dengan menikah ada keteraturan dan ketertiban keturunan. Si A anak si B
dengan C. Merupakan cucu si D. Kemenakan si E dan seterusnya.
Dari aspek hukum dengan
menikah ada kepastian bahwa si anak adalah anak sah dari satu pasangan
keluarga. Sehingga ada keteraturan. Dan ada kepastian hukum. Maka si anak
berhak mendapat waris dan ada juga seseorang karena hal tertentu tidak
mendapatkannya. Maka adanya pernikahan dicatatkan di Kantor Urusan Agama bagi
seorang muslim ada kebutuhan secara agama dan negara. Tujuannya untuk
melindungi warga negara.
Selain sah menurut
tuntunan agama, pernikahan tersebut juga sah menurut hukum negara. Karena dicatat
oleh petugas negara. Orang yang terlibat dalam pernikahan diakui secara hukum
negara dan kuat.
Tujuan menikah untuk
melaksanakan sunah rasul menyatukan dua insan yang berbeda dalam bingkai agama.
Menuju rida ilahi membentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah.
Dalam perjalanannya
bahtera rumah tangga bisa saja oleng dihempas badai. Bisa saja kembali seperti
semula, ada yang karam, ada yang terbelah dan berbagai kemungkinan yang lain. Namun
bila ada persoalan pastilah ada solusinya.
Bila di keluarga ada
masalah. Masalah bisa saja terjadi. Dan sepertinya tidak ada yang tidak
bermasalah selagi masi ada kehidupan. Hanya yang tidak hidup saja yang tidak
bermasalah dengan manusia.
Masalah karena tidak
bertemunya harapan dengan kenyataan. Memang menikah menyatukan dua hati yang
berbeda. Ada yang cepat mengadakan penyesuaian. Namun ada juga yang perlu
waktu. Dan ini tidak bisa dijadikan patokan. Sudah berumah tangga puluhan tahun
ternyata ada juga yang bahteranya kandas. Namun patut pula dicatat bahwa tujuan
menikah adalah mencari rida Allah.
Lalu bagaimana bila tetap
tidak bisa diselesaikan? Ada dua term permasalahan pernikahan dan berharap
masalah bisa terpecahkan. mbangun nikah dan ngenyari nikah.
Mbangun nikah. Ini karena
nikah sudah rusak. Bisa saja karena marah, jengkel sehingga suami isteri bisa
saja dengan mudah keluar kata cerai, talak, dipulangkan ke rumah orang tua, dan
sejenisnya.
Sedang talak atau cerai
ada beberapa macam. Diantaranya talak raj’i. Bila terjadi cerai namun dalam
masa iddah sudah menyadari dan kembali lagi. Caranya cukup dengan mengatakan si
suami aku kembali lagi ya, Dik. Atau semacamnya. Ini bisa terjadi hingga kedua
kali.
Bila sudah sampai talak ketiga
kali atau langsung talak tiga maka menjadi talak bain. Bila kembali harus
melewati si isteri menikah dulu dengan orang lain. Dan sudah berkumpul dengan
suami barunya. Baru bila sudah cerai bisa kembali lagi dengan suami pertamanya.
Karena tidak mengertinya
pasangan tentang talak dan rujuk bisa saja pernikahannya rusak. Hingga mengeluarkan
kata-kata cerai namun masih kumpul satu rumah dan sebagainya.
Keadaan seperti ini
berimbas pada keharmonisan rumah tangga. Bisa saja menjadi rizkinya serert. Setiap
hari berantem terus. Rumah seperti “neraka”, anak tidak betah di rumah juga
anggota keluarga yang lain. Dan masih ada yang lain. Untuk itu perlu kiranya
dilaksanakan mbangun nikah. Artinya pernikahan yang dilakukan perlu dibangun
lagi agar lebih kokoh.
Lalu caranya? Tentunya tidak
melalui KUA. Cukup seseorang yang dipandang mampu untuk memimpin prosesi
pernikahan. Tentu saja persyaratan pernikahan juga harus dipenuhi. Antara lain
wali, manten laki-laki, mahar dan saksi.
Silsilah wali perlu
diketahui yakni bapak, kakek, paman, saudara laki-laki kandung atau juga bisa
anak laki-laki. Bila tidak ada baru wali hakim.
Sedang saksi dua orang
laki-laki yang balig. Tentu saja juga adil. Bila tidak ada laki-laki bisa empat
orang perempuan. Ketika proses akad si saksi harus tahu gerak-gerik mulut orang
yang menikahkan dengan si manten. Biar tahu betul apa yang diucapkan. Sehingga
bisa menentukan sah tidaknya akad.
Ikrar akadnya berupa
membangun kembali pernikahan. Bahasa bebas bisa bahasa Arab, bahasa Indonesia
ataupun bahasa lokal daerah. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar