Pada bulan Desember, saudara-saudara kita
yang beragama Kristen dan Katolik merayakan hari Natal. Tentunya mereka sangat
berbahagia merayakannya. Seperti kita juga yang bersuka cita dalam merayakan
hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Kebahagiaan ini patut kita apresiasi. Dalam
arti kita yang tinggal di Indonesia mempersilahkan saudara kita untuk
merayakannya. Tanpa mendapat gangguan, nyaman dan bisa berjalan lancar. Hal ini
mengingat, negeri kita menganut Bhinneka Tunggal Ika. Walaupun berbeda-beda
kita tetap bersatu.
Pemahaman ini bisa terjadi bila kita
menyadari bahwa kita sebagai muslim asli Indonesia yang beragama Islam. Bukan
orang Islam yang tinggal di Indonesia. Dua pandangan di atas bertolak belakang
satu dengan lainnya. Bila yang pertama adalah orang pribumi yang beragama
Islam. Bermakna ciri atau tanda orang Indonesia tidak hilang karena beragama
Islam. Katakanlah misalnya memakai blangkon, kopyah, memakai sarung, jilbab,
bajunya memakai surjan seperti baju khas DI Jogja. Tidak salah dan tidak mengapa.
Sedangkan makna orang Islam yang tinggal
di Indonesia bisa saja perilaku, sifat, pakaian dan ciri khas lainnya ikut
terbawa. Bisa saja baju gamis, memelihara jenggot, buruh perempuan dianggap
sebagai sahaya, memahami Alquran secara tekstual, perempuan memakai burqa.
Memahami Islam sebagai hukum negara sehingga menjadikan Indonesia
dicita-citakan sebagai kekhalifahan Islam.
Mengenai ucapan selamat hari raya kepada
pemeluk agama lain memang ada perbedaan pendapat. Ada yang memperbolehkan namun
juga ada yang menganggap adalah larangan agama. Karena ada dua pendapat maka
umat diperbolehkan memilih salah satunya. Namun yang perlu dikedepankan adalah
jangan menganggap dirinyalah yang terbaik. Lantas menganggap yang berbeda
pendapat adalah salah. Lalu mengganggu hubungan persaudaraan dengan pemeluk
agama yang lain. Sehingga kerukunan antar umat beragama terganggu.
Dalam keseharian ada diantara kita yang
bertetangga non muslim. Suasana tolong menolong, bersama-sama kerja bakti
membersihkan jalan, bila ada yang kesusahan ikut merasakan adalah hal yang
biasa. Bila waktunya Natalan teman-teman Ansor ikut serta menjaga gereja dari
kerusakan dan kerusuhan bisa saja terjadi. Bahkan di NTT saja yang mayoritas
Kristen, teman-teman Ansor juga ikut serta menjaga gereja. Ini dimaksudkan
untuk memberi rasa aman dan nyaman dalam menjalankan ibadah masing-masing.
Begitu juga suatu ketika umat Islam
mempunyai hajat misalnya istighosah yang memerlukan tempat parkir yang luas
maka gereja yang berada disebelahnya memberikan tempat untuk lahan parkir para
jamaah. Hal inilah yang membuat suasana menjadi harmonis. Bila ini dipungkiri
maka kerukunan tidak akan ada. Sehingga suasana seperti hal tersebut perlu
dipupuk dan dilestarikan.
Mengucapkan selamat hari raya agama lain
sebagai bentuk menghormati keyakinan agamanya. Bila kita menghormati maka
timbal baliknya kita akan dihormati tanpa diminta. Hal tersebut sesuai dengan
hukum alam bila ingin dihormati orang lain maka hormatilah orang lain. Wallahul
a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar