Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Hamdan wa syukran
lillah allahumma shalli ala sayyidina Muhammad wa ‘ali sayyidina Muhammad amma
bakdu
Yang saya hormati
para sesepuh, pinisepuh, Bapak dan saudara sekalian Jamaah Tahlil watalim
Babussalam yang berbahagia
Marilah kita
menyampaikan rasa syukur kita kepada Allah dengan mengucapkan alhamdulillahi
rabbil ‘alamin
Nikmat yang kita
terima ini sangat banyak. Oleh karena banyaknya nikmat hingga kita tidak bisa
menghitungnya. Diantara nikmat terbesar yakni nikmat iman dan Islam. Kenapa
merupakan nikmat terbesar karena dengan dua hal inilah kita bisa selamat dunia
dan akhirat.
Agama yang
diterima Allah hanya agama Islam dan untuk merawat keyakinan ini haruslah
dilakukan dengan terus-menerus. Tidak hanya sudah pernah bersyahadat lalu
ditinggal tidaklah cukup. Harus didaya upayakan untuk menjaga keyakinan ini
dengan selalu menjalankan ibadah dan meningkatkan kualitasnya.
Salah satu caranya
adalah dengan tetap menuntut ilmu seperti acara ini. Disamping kita tahlilan
namun ada juga pengajian singkat untuk merefresh keagamaan kita. Juga minimal
untuk saling mengingatkan akan kebenaran dan kesabaran. Jadi mari kita berupaya
untuk ngurip-ngurip jamiyah kita ini.
Terkait dengan
nikmat iman dan Islam yang luar biasa dapat kita mengambil hikmat dari kisah
pamanda Nabi yakni Bapak Abu Thalib. Beliaulah yang mengasuh Nabi sepeninggal
kakeknya, Abdul Munthalib. Dari Nabi remaja hingga menerima tugas kenabian
beliaulah yang menjadi pendamping dan menjaga Nabi dari gangguan kaum Quraish.
Namun ternyata hingga akhir hayat beliau belum sampai mengucapkan dua kalimah
syahadat. Untuk itulah merawat keimanan dan keislaman kita adalah hal yang
sangat penting.
Kedua, salawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Junjungan Nabi akhiruz zaman
Muhammad Saw. Dengan membaca allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa’ala
‘ali sayyidina Muhammad. Semoga kita senantiasa dicatat sebagai umat beliau dan
di akhirat nanti kita berharap syafaat atau pertolongan dari beliau. Amin.
Lalu bagaimana
agar kita diakui sebagai umat Nabi? Masih ingat dikala muda. Orang yang sedang
kasmaran pastilah akan menyebut kekasihnya. Semakin banyak menyebut namanya
maka itulah bentuk semakin cinta. Begitu juga dengan mencintai Kanjeng Nabi.
Jangan mengatakan cinta kalau menyebutnya saja tidak pernah.
Lalu bagaimana?
Kita dianjurkan untuk sering membaca salawat nabi. Diusahakan minimal 100 kali.
Tidak harus membaca salawat yang panjang. Bisa cukup dengan hanya membaca
shallahu ‘ala Muhammad, allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad. Bisa sambil
berjalan ke masjid, berangkat bekerja, sambil tidur, saat santai. Tentunya selain
di toilet. Tidak lupa juga untuk berusaha melaksanakan sunah-sunah Nabi.
Bapak-bapak
sekalian yang saya hormati
Ada hadith nabi
yang berbunyi kullu mauludin yuladu ‘alal fithrah. Hatta faabawahu
yuhawwidanihi, auyumajjisanihi, auyunassiranihi. Kurang lebih seperti itu. Yang
artinya insyaallah bahwa setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci. Hingga
orang tuanyalah yang mengajaknya beragama Yahudi, Majusi atau Nasrani.
Bisa diambil
pemahaman bahwa di agama kita tidak ada yang namanya dosa warisan. Anak yang
lahir berupa janin merah ya suci. Bila orang tuanya salah maka dosa ditanggung
orang tuanya. Anak tidak terbebani dosa sama sekali.
Oleh karena masih
suci laksana kertas putih tanpa kotoran sama sekali. Maka tergantung orang
tuanyalah yang menjadikan dia beragama Yahudi, Majusi atau juga Nasrani. Disini
tugas orang tua tidak ringan karena menyangkut keyakinan agama anak. Ditangan
orang tualah hitam putih agama anak. Oleh karena menyangkut agama maka kita
berharap anak akan sesuai dengan agama orang tua.
Fithrah ada juga
yang memaknai dengan potensi. Ini dikandung maksud bahwa anak mempunyai potensi
masing-masing. Bisa jadi berbeda dengan saudara kandungnya. Bahkan anak
kembarpun mempunyai potensi berbeda. Melihat hal ini sebagai orang tua dalam
mendidik anak mengarahkan potensi tersebut pada jalurnya. Sudah tidak waktunya
bila anak dipaksa mengikuti kemauan pendidikan seperti orang tuanya. Orang tua
menyediakan sarana sedang anak yang menjalaninya sesuai potensi masing-masing.
Lalu caranya bagaimana?
Inilah yang penting. Menjadi hak anak untuk mendapatkan pendidikan terbaik.
Sebagai orang tua juga berusaha memilihkannya. Dididik dengan ilmu agama selain
dari pendidikan formal yang ada. Bila sore hari diperintahkan anak untuk
belajar Alquran juga pendidikan diniyah. Diharapkan dengan hal ini anak akan
mendapatkan keseimbangan ilmu pengetahuan juga ilmu agama.
Tidak lupa tentang
pembentukan karakter sebagaimana disinggung sekarang ini dengan K-13. Di
sekolah, di madrasah, di pondok pesantren telah diajari dengan ilmu dan juga
akhlak. Bisa mengetahui, memahami dan juga bisa menjelaskan. Namun hal ini
tidak cukup. Perlu pembiasaan karakter ini sehingga menjadi akhlak, bisa
melakukan tanpa pertimbangan terlebih dahulu dan sudah menjadi kebiasaan.
Caranya tentunya dimulai dari rumah tangga. Disini peran orang tua sangat
vital.
Misalnya bila
waktunya salat. Orang tua mengajak putra-putrinya untuk salat berjamaah.
Waktunya membaca Alquran, orang tua juga memberi contoh. Waktunya belajar,
orang tua juga bisa menemani atau juga ikut membaca buku.
Begitu juga
berbahasa Jawa Krama. Maka orang tua yang harus memberi contoh terlebih dahulu.
Jangan berharap anak bisa berbahasa Jawa Krama bila orang tua tidak membiasakan
bercakap-cakap dalam keseharian di rumah.
Semoga hal sedikit
ini bisa bermanfaat. Mohon maaf. Wallahul muwaffiq ilaa aqwamith thoriq
wasalamualaikum w.w.
(Tulisan
disampaikan ketika kegiatan Jamiah Tahlil Wa Taklim Babussalam hari Kamis
(4/12/2014) di Masjid Baitul Atqiya’ Pisang Patianrowo).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar