Jumat, 05 Desember 2014

Potensi Anak


Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Hamdan wa syukran lillah allahumma shalli ala sayyidina Muhammad wa ‘ali sayyidina Muhammad amma bakdu
Yang saya hormati para sesepuh, pinisepuh, Bapak dan saudara sekalian Jamaah Tahlil watalim Babussalam yang berbahagia
Marilah kita menyampaikan rasa syukur kita kepada Allah dengan mengucapkan alhamdulillahi rabbil ‘alamin
Nikmat yang kita terima ini sangat banyak. Oleh karena banyaknya nikmat hingga kita tidak bisa menghitungnya. Diantara nikmat terbesar yakni nikmat iman dan Islam. Kenapa merupakan nikmat terbesar karena dengan dua hal inilah kita bisa selamat dunia dan akhirat.
Agama yang diterima Allah hanya agama Islam dan untuk merawat keyakinan ini haruslah dilakukan dengan terus-menerus. Tidak hanya sudah pernah bersyahadat lalu ditinggal tidaklah cukup. Harus didaya upayakan untuk menjaga keyakinan ini dengan selalu menjalankan ibadah dan meningkatkan kualitasnya.
Salah satu caranya adalah dengan tetap menuntut ilmu seperti acara ini. Disamping kita tahlilan namun ada juga pengajian singkat untuk merefresh keagamaan kita. Juga minimal untuk saling mengingatkan akan kebenaran dan kesabaran. Jadi mari kita berupaya untuk ngurip-ngurip jamiyah kita ini.
Terkait dengan nikmat iman dan Islam yang luar biasa dapat kita mengambil hikmat dari kisah pamanda Nabi yakni Bapak Abu Thalib. Beliaulah yang mengasuh Nabi sepeninggal kakeknya, Abdul Munthalib. Dari Nabi remaja hingga menerima tugas kenabian beliaulah yang menjadi pendamping dan menjaga Nabi dari gangguan kaum Quraish. Namun ternyata hingga akhir hayat beliau belum sampai mengucapkan dua kalimah syahadat. Untuk itulah merawat keimanan dan keislaman kita adalah hal yang sangat penting.
Kedua, salawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Junjungan Nabi akhiruz zaman Muhammad Saw. Dengan membaca allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa’ala ‘ali sayyidina Muhammad. Semoga kita senantiasa dicatat sebagai umat beliau dan di akhirat nanti kita berharap syafaat atau pertolongan dari beliau. Amin.
Lalu bagaimana agar kita diakui sebagai umat Nabi? Masih ingat dikala muda. Orang yang sedang kasmaran pastilah akan menyebut kekasihnya. Semakin banyak menyebut namanya maka itulah bentuk semakin cinta. Begitu juga dengan mencintai Kanjeng Nabi. Jangan mengatakan cinta kalau menyebutnya saja tidak pernah.
Lalu bagaimana? Kita dianjurkan untuk sering membaca salawat nabi. Diusahakan minimal 100 kali. Tidak harus membaca salawat yang panjang. Bisa cukup dengan hanya membaca shallahu ‘ala Muhammad, allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad. Bisa sambil berjalan ke masjid, berangkat bekerja, sambil tidur, saat santai. Tentunya selain di toilet. Tidak lupa juga untuk berusaha melaksanakan sunah-sunah Nabi.
Bapak-bapak sekalian yang saya hormati
Ada hadith nabi yang berbunyi kullu mauludin yuladu ‘alal fithrah. Hatta faabawahu yuhawwidanihi, auyumajjisanihi, auyunassiranihi. Kurang lebih seperti itu. Yang artinya insyaallah bahwa setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci. Hingga orang tuanyalah yang mengajaknya beragama Yahudi, Majusi atau Nasrani.
Bisa diambil pemahaman bahwa di agama kita tidak ada yang namanya dosa warisan. Anak yang lahir berupa janin merah ya suci. Bila orang tuanya salah maka dosa ditanggung orang tuanya. Anak tidak terbebani dosa sama sekali.
Oleh karena masih suci laksana kertas putih tanpa kotoran sama sekali. Maka tergantung orang tuanyalah yang menjadikan dia beragama Yahudi, Majusi atau juga Nasrani. Disini tugas orang tua tidak ringan karena menyangkut keyakinan agama anak. Ditangan orang tualah hitam putih agama anak. Oleh karena menyangkut agama maka kita berharap anak akan sesuai dengan agama orang tua.
Fithrah ada juga yang memaknai dengan potensi. Ini dikandung maksud bahwa anak mempunyai potensi masing-masing. Bisa jadi berbeda dengan saudara kandungnya. Bahkan anak kembarpun mempunyai potensi berbeda. Melihat hal ini sebagai orang tua dalam mendidik anak mengarahkan potensi tersebut pada jalurnya. Sudah tidak waktunya bila anak dipaksa mengikuti kemauan pendidikan seperti orang tuanya. Orang tua menyediakan sarana sedang anak yang menjalaninya sesuai potensi masing-masing.
Lalu caranya bagaimana? Inilah yang penting. Menjadi hak anak untuk mendapatkan pendidikan terbaik. Sebagai orang tua juga berusaha memilihkannya. Dididik dengan ilmu agama selain dari pendidikan formal yang ada. Bila sore hari diperintahkan anak untuk belajar Alquran juga pendidikan diniyah. Diharapkan dengan hal ini anak akan mendapatkan keseimbangan ilmu pengetahuan juga ilmu agama.
Tidak lupa tentang pembentukan karakter sebagaimana disinggung sekarang ini dengan K-13. Di sekolah, di madrasah, di pondok pesantren telah diajari dengan ilmu dan juga akhlak. Bisa mengetahui, memahami dan juga bisa menjelaskan. Namun hal ini tidak cukup. Perlu pembiasaan karakter ini sehingga menjadi akhlak, bisa melakukan tanpa pertimbangan terlebih dahulu dan sudah menjadi kebiasaan. Caranya tentunya dimulai dari rumah tangga. Disini peran orang tua sangat vital.
Misalnya bila waktunya salat. Orang tua mengajak putra-putrinya untuk salat berjamaah. Waktunya membaca Alquran, orang tua juga memberi contoh. Waktunya belajar, orang tua juga bisa menemani atau juga ikut membaca buku.
Begitu juga berbahasa Jawa Krama. Maka orang tua yang harus memberi contoh terlebih dahulu. Jangan berharap anak bisa berbahasa Jawa Krama bila orang tua tidak membiasakan bercakap-cakap dalam keseharian di rumah.
Semoga hal sedikit ini bisa bermanfaat. Mohon maaf. Wallahul muwaffiq ilaa aqwamith thoriq wasalamualaikum w.w.
(Tulisan disampaikan ketika kegiatan Jamiah Tahlil Wa Taklim Babussalam hari Kamis (4/12/2014) di Masjid Baitul Atqiya’ Pisang Patianrowo).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar