Senin, 08 Desember 2014

Mujahadah Padang Mbulan ke-8 di Musala Alhikmah


Sore itu, Ahad (7/12/2014) air hujan menyirami tanah Pisang. Bahkan menjelang berangkat ke acara mujahadah hujan belum reda. Namun hal ini tidak menyurutkan warga Nahdliyin untuk mengikuti mujahadah Padang Mbulan yang bertempat di Musala Alhikmah Pisang.
Acara berlangsung dengan hikmat. Jamaah yang terdiri atas bapak, ibu, juga remaja memadati musala disamping jamaah yang berasal dari berbagai perwakilan musala sedesa Pisang.
Seperti biasa acara didahului dengan salat isak berjamaah lalu wiridan bakda salat. Salat taubat, salat hajat dan salat tasbih empat rakaat dan istighasah dipimpin oleh Bapak Moh. Isro’, Wakil Rais Syuriah Ranting NU Pisang.
Tradisi adalah kebiasaan lokalitas yang baik. Apalagi tradisi para wali penyebar Islam. Walau tidak ada dalam ajaran agama namun bila tradisi local untuk lebih memahamkan dan mentradisikan ajaran agama juga tidak salah. “Contohnya kentongan dan bedug,” ujar H. Basyari Rais Syuriah NU Pisang dalam pengajiannya.
Kentongan dan bedug biasanya ada di masjid dan musala sebagai tanda dimulainya salat berjamaah. Dulu belum ada sound system sehingga kebutuhan alat untuk tanda salat diperlukan. Maka ditemukanlah kedua alat ini. Bunyi bedug “deng-deng” dan bunyi kentongan yang “tong-tong” bukan tiada bermakna. Bunyi deng-deng bisa dimaknai sebagai jek sedeng jek sedeng (bahasa Jawa) artinya bahwa di masjid masih bisa menampung banyak jamaah salat. Begitu pula tong-tong yang berarti jek kotong jek kotong (bahasa Jawa) bisa diartikan bahwa yang salat berjamaah di masjid masih kosong. Perlu banyak orang lagi yang salat berjamaah.
Kentongan bisa terbuat dari kayu jati. Biasanya dari yang berusia tua agar kuat dan tahan lama. Sedang bedug biasanya terbuat dari kulit sapi pilihan. Sedang wadahnya terbuat dari kayu bisa juga dari drum bekas oli. Dari dua jenis terakhir memang menghasilkan bunyi khas yang berbeda. Biasanya masjid-masjid tua bedugnya dari kayu tua pilihan.
Meskipun sudah ada sound system di setiap masjid atau musala lebih baik kentongan dan bedug yang perlu tetap difungsikan sebagai tanda di mulainya waktu salat. Bukankah memelihara kearifan local juga penting? Agar tidak hilang jati diri kita.
Diterangkan pula ada empat macam manusia. Diantaranya, 1. Bejo-bejo. Bejo (bahasa Jawa) artinya beruntung. Manusia dalam konsep ini ketika di dunia melaksanakan ajaran agama sehingga tergolong orang yang selamat. Oleh karena itu nanti di akhirat akan juga beruntung. Seperti doa yang diucapkan setiap hari, doa sapu jagat.
2. bejo ciloko. Ketika di dunia bergelimpang harta, menikmati kebahagiaan duniawi. Segalanya ada tersedia. Bahkan berkehendak apapun bisa. Namun hartanya dicari dari segala cara. Hal ini menyebabkan lupa beribadah kepada Allah hingga di akhir hidupnya. Akhirnya ketika di akhirat tidak bisa menikmati kebahagiaan.
3. ciloko bejo. Ciloko disini dimaknai sengsara. Semua manusia hidup sesuai takdirnya masing-masing. Sesuai dengan garis tangan yang ada pada setiap diri. Namun ikhtiar adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan. Dari hal itu ada yang bernasib kaya, dengan kecukupan harta benda. Namun disisi lain ada juga yang masih belum berdaya. Kedua-duanya kaya dan sederhana adalah ujian. Tinggal bagaimana setiap orang menyikapinya. Belum tentu yang berada pandai bersyukur. Begitu juga yang papa hanya mengeluhkan keadaan dirinya. Bila yang belum beruntung bersikap sabar dan qanaah maka itulah tanda keberhasilan dan kesuksesan hidup. Kelak di hari kemudian bisa menikmati kebahagiaan sejati dari Allah Swt.
4. sengsara-sengsara. Di dunia tidak dikaruniai kenikmatan kehidupan. Sandang pangan papan sebagai modal dasar kehidupan tersedia terbatas. Sekedar cukup saja. Setiap saat hanya mengeluh dan tidak bersyukur. Ditambah lagi kewajiban ibadahnya seingatnya saja. Maka bisa saja sang Khalik hanya mengingatnya sekedarnya saja. Di kehidupan fana ini sudah tidak merasakan kenikmatan hidup, harapan hidup mapan tidak tercapai hingga akhir hayat nanti di akhirat bisa saja tidak berbeda dengan di dunia.
Itulah contoh gambaran kehidupan manusia. Anda memilih yang nomor berapa? Terserah anda. Wallahul a’lam bi al shawab.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar