Kamis, 04 Desember 2014

Panen Karya Siswa



Suatu saat ketika mengajar di kelas saya melihat buku catatan siswa. Ternyata banyak siswa yang tidak menulis apa yang disampaikan guru. Jadinya banyak yang kosong bukunya. Tidak hanya satu dua siswa. Namun banyak siswa. Bila seperti ini keadaannya terus bagaimana pelajaran yang lain? Selama studi di madrasah nanti apa yang di dapat?
Pertanyaan-pertanyaan ini menghantui pikiran. Lalu ditindaklanjuti persiapan belajar siswa di kelas. Ternyata siswa belum tahu apa yang harus dikerjakan. Mulai persiapan belajar minimal materi yang diajarkan bisa dibaca di rumah walau sekilas. Buku catatan yang harus disiapkan begitu juga alat tulis-menulis. Buku diktat yang harus juga selalu dibawa.
Mengenai jam belajar siswa ternyata ada yang membuat geleng-geleng kepala. Banyak siswa terutama anak soleh yang jarang bahkan tidak mempunyai jam belajar. Ini berasal dari interview yang dilakukan secara acak dari berbagai kelas. Banyak waktu kosong yang terbuang. Diantaranya untuk melihat si “kotak pintar”, main dengan teman, ada juga yang mempunyai jam wajib ke “warnet”.
Sedang anak solehah yang berada di asrama pondok pesantren relatif mempunyai jadwal belajar yang lebih baik. Walaupun harus mengatur jadwal pribadi, jadwal belajar di madrasah dan juga jadwal diniyah pesantren. Kelihatan mereka yang berada di pondok pesantren lebih mandiri, lebih bisa membagi waktu, dan lebih tertib belajarnya.
Melihat keengganan siswa untuk menulis maka ada keinginan untuk melihat catatan siswa secara berkesinambungan. Bila dirunut lebih jauh bila siswa enggan (baca malas menulis) ini salah satu tanda menidurkan potensi siswa sendiri. Maka perlu stimulus siswa untuk senang menulis. Menulis apa saja. Bisa menulis pelajaran yang diterima hari ini, curahan perasaan, kegiatan yang diikuti, proyek pribadi yang dikerjakan dan sebagainya. Tentu saja asal tidak membebani pikiran siswa. Bila terasa membebani pastilah siswa akan malas lagi menulis.
Menulis bila dilihat dari kacamata sederhana sebenarnya sudah dimiliki setiap orang. Hal ini bisa ditilik dari kemampuan untuk menulis “sms”. Anak yang sudah lihai menulis sms bahkan sudah hafal huruf walau tidak melihat hurufnya.
Lalu mengenai apapun yang ditulis ternyata sudah bisa ditebak ternyata bisa menulis walau menulis dengan bahasa “sms”. Inilah sebenarnya potensi terpendam siswa. Bila tidak dibangunkan maka akan hilang potensi ini dari dalam diri. Mengenai hal ini saya ingat salah satu bukunya Ustadz Yusuf Mansur. Isinya adalah berbalas sms antara beliau dengan UJE. Ternyata hal itu saja sudah menjadi satu buku.
Coba dibayangkan bila smsnya ditulis. Misalnya sehari saja. Sudah berapa lembar halaman saja. namanya anak memanfaatkan gratisan sms atau gratisan program medsos dari operator hal yang tidak perlu digunakan untuk bermain. Bahkan yang cukup mencemaskan pada anak adalah tiada waktu tanpa pegang gadget. Mungkin merasa dengan pegang gadget menjadi stylish/tidak jadul. Dibalik itu kerugiannya juga banyak.
Melihat hal ini saya member tugas siswa untuk gemar menulis. Menulis tadarus Alquran harian, menulis jurnal pelajaran. Biar ada variasi agar tidak bosan boleh juga menulis kegiatan sehari-hari. Dengan kegiatan seperti ini siswa yang biasanya tidak teratur menulis ada perubahan untuk menulis. Walaupun lima baris setiap hari. Tidak mengapa. Untuk langkah awal bolehlah. Siapa tahu dengan sudah istikomah akan menghasilkan karya luar biasa di masa yang akan datang?
Memang dominasi anak solehah tidak bisa dipungkiri. Apa hal ini karena sifat telaten yang dimiliki atau apa? Namun juga bila ditilik dari prestasi akademik memang biasanya selalu dipegang anak salihah. Ini bisa dibuktikan yang banyak mengumpulkan tugas adalah anak salehah. Bahkan ada beberapa yang hasilnya diluar dugaan. Ada aktivis OSIS yang baik prestasi akademiknya dan juga tinggal di asrama pesantren bisa membuat buku kumpulan cerpen, ada juga rangkuman pelajaran sejak kelas VII, kumpulan puisi. Ada juga yang menulis hasil catatan hariannya sejak awal semester ini.
Menjelang ujian semester ganjil tugas catatan tadarus dan menulis buku dikumpulkan. Apapun tulisannya baik bentuk, isi, lay out, format tidak semua standar namun ini adalah langkah awal untuk menyenangi tul menul (tulis menulis). Membangun budaya literasi (membaca dan menulis) di kalangan santri perlu ditumbuhkembangkan. Bila bukan kita yang memulai lalu siapa lagi?
Peradaban Islam yang ramah bukan pemarah nan garang adalah harapan dan sebenarnya itulah ajaran Islam. Dan yang mengerjakan hal tersebut bukan outsider (orang lain) namun insider (diri kita sendiri) sebagai seorang muslim.
Bila sudah sejak madrasah tsanawiyah sudah dibiasakan menulis dan akan berlanjut hingga dibangku pendidikan selanjutnya serta berkecimpung di profesi masing-masing yang beragam maka tak ayal akan terjadi lompatan peradaban yang mengagumkan. Semoga. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar