Kamis, 02 Oktober 2014

Sungkeman



Sungkeman dari tradisi Jawa.  Ini yang saya ketahui. Biasanya orang tua duduk di kursi lalu anak duduk bersimpuh dihadapan orang tua. Dengan kemuliaan sebagai orang tua lalu member doa atas anaknya. Tradisi ini tidak hanya ketika Hari Raya Idul Fitri tetapi juga ketika resepsi pernikahan. Pada daerah tertentu juga ketika anak akan merantau atau bepergian jauh juga berharap sungkem dari orang tua begitu juga ketika kembali.
Mengingat bahwa sungkeman bagian dari birrul walidain, berbuat baik kepada orang tua dengan didasari bahwa rida Tuhan tergantung atas rida orang tua maka tradisi ini juga dilakukan ketika si anak akan menghadapi sesuatu yang berat. Misalnya ujian.
Begitulah yang dikerjakan oleh siswa kelas IX MTs Negeri Termas pada bulan April lalu. Ada suasana haru, sacral, dan tidak sedikit yang menitikkan air mata. Terlihat ada perasaan bangga, senang, merasa bersalah ketika berhadapan dengan orang tua. Mungkin itulah kira-kira perasaan anak-anak. Memohon doa agar ujian nasional yang akan dilaksanakan bias berjalan lancer dan sukses.
Sebelum acara didahului dengan siraman rohani oleh Drs. KH. Sumanan Hidayat, M.M. dalam uraiannya ditekankan pentingnya ilmu juga cita-cita untuk menempuh kehidupan yang akan datang. Karena dengan ilmu maka seseorang akan diangkat derajatnya oleh Allah. Juga mendapat kehormatan dihadapan manusia. Dengan cita-cita yang luhur maka hidup menjadi semangat. Tidak lupa diingatkan agar anak-anak hati-hati dalam bergaul. Karena emosi remaja yang labil ada kecenderungan rasa ingin tahunya lebih tinggi. Sehingga menginginkan hal yang baru namun terkadang hal tersebut menabrak tradisi yang ada.
Selanjutnya istighosah yang dipimpin oleh Kiai Zainul Jinan sebagai ungkapan permohonan kepada Allah atas hajat yang diinginkan. Wallahul a’lam bi al shawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar