Sungkeman dari tradisi Jawa. Ini yang saya ketahui. Biasanya orang tua
duduk di kursi lalu anak duduk bersimpuh dihadapan orang tua. Dengan kemuliaan
sebagai orang tua lalu member doa atas anaknya. Tradisi ini tidak hanya ketika Hari
Raya Idul Fitri tetapi juga ketika resepsi pernikahan. Pada daerah tertentu
juga ketika anak akan merantau atau bepergian jauh juga berharap sungkem dari
orang tua begitu juga ketika kembali.
Mengingat bahwa sungkeman bagian dari
birrul walidain, berbuat baik kepada orang tua dengan didasari bahwa rida Tuhan
tergantung atas rida orang tua maka tradisi ini juga dilakukan ketika si anak
akan menghadapi sesuatu yang berat. Misalnya ujian.
Begitulah yang dikerjakan oleh siswa kelas
IX MTs Negeri Termas pada bulan April lalu. Ada suasana haru, sacral, dan tidak
sedikit yang menitikkan air mata. Terlihat ada perasaan bangga, senang, merasa
bersalah ketika berhadapan dengan orang tua. Mungkin itulah kira-kira perasaan
anak-anak. Memohon doa agar ujian nasional yang akan dilaksanakan bias berjalan
lancer dan sukses.
Sebelum acara didahului dengan siraman
rohani oleh Drs. KH. Sumanan Hidayat, M.M. dalam uraiannya ditekankan
pentingnya ilmu juga cita-cita untuk menempuh kehidupan yang akan datang. Karena
dengan ilmu maka seseorang akan diangkat derajatnya oleh Allah. Juga mendapat
kehormatan dihadapan manusia. Dengan cita-cita yang luhur maka hidup menjadi
semangat. Tidak lupa diingatkan agar anak-anak hati-hati dalam bergaul. Karena emosi
remaja yang labil ada kecenderungan rasa ingin tahunya lebih tinggi. Sehingga menginginkan
hal yang baru namun terkadang hal tersebut menabrak tradisi yang ada.
Selanjutnya istighosah yang dipimpin oleh
Kiai Zainul Jinan sebagai ungkapan permohonan kepada Allah atas hajat yang
diinginkan. Wallahul a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar