Namun tidak menutup
kemungkinan mempunyai mempunyai profesi utama lain namun menulis menjadi
kewajiban atau profesi selanjutnya. Misalnya dosen, guru, rektor, kiai,
cendikiawan, dokter, advokat, ibu rumah tangga, penceramah, aktivis sosial dan
sebagainya. Menulis menjadi kebutuhan untuk share dengan orang lain. Ada yang
bisa diberikan kepada orang lain. Idep-idep untuk sedekah ilmu atau apalah
namanya. Bukankah memberikan sesuatu kepada orang lain yang bermanfaat adalah
amal saleh? Inilah yang diharapkan.
Mengenai kiai yang
menulis banyak sekali. Misalnya Gus Dur.
Beliau menulis banyak hal di media. Mulai dari sepakbola, politik,
kemasyarakatan, ekonomi, seni, budaya dan lain-lain. Tulisan-tulisan beliau
selalu dinanti dan membawa pencerahan baru. Melihat sesuatu dari perspektif
yang berbeda. Lalu Kiai Sahal Mahfudz. Rais Am PBNU ini menulis kitab (dalam
arti menulis buku berbahasa Arab). Beliau meneruskan tradisi menulis seperti
ulama-ulama terdahulu. Belum lagi tulisan yang tersebar di media, dalam bentuk
buku, juga tulisan makalah-makalah seminar. Isinya berbobot sekali dalam
menyikapi suatu masalah.
Ada lagi Gus Solah, Gus
Mus, Kiai Mutawakkil yang ketua PWNU Jawa Timur dan masih banyak lagi yang
lain. Disela-sela kesibukan beliau yang padat masih menyempatkan waktu untuk
menulis. Menulis berasal dari banyak membaca. Bisa membaca buku, pengalaman,
keadaan perkembangan situasi dan kondisi, refleksi atas suatu keadaan.
Ada tulisan Ngainun Naim
yang menarik berjudul Write or Die, menulis atau mati. Ada kandungan menarik
disini bahwa menulis adalah suatu kewajiban harian yang harus ditunaikan. Menulis
apa saja. Karena dengan menulis ada budaya literasi, budaya membaca dan
menulis. Dengan menulis ada perkembangan peradaban manusia. Bila setiap hari
ada tulisan berarti seseorang masih hidup. Dan sebaliknya bila tidak ada karya
ditanyakan dimana dia?
Begitu juga bagi seorang
mahasiswa, pelajar memang dituntut untuk menulis tugas-tugasnya. Dengan istikomah
menulis maka masa studinya bakal selesai tepat waktu. Hal ini dicontohkan oleh
Prof. Dr. Azyumardi Azra dan Prof. Dr. Hamdan Juhannis yang menjadi guru besar
termuda di UIN Alaudin Makasar pada usia 38 tahun. Salah caranya dengan menulis
minimal dua halaman perhari. Masih banyak contoh lain yang serupa.
Hal inilah sebagai
teladan bagi kita untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan. Wallahul a’lam bi
al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar