Senin, 08 September 2014

Haji Mabrur atau Makbul



Pada hari ini Senin (8/9/2014) jamaah haji kloter Nganjuk berangkat ke Asrama Haji Sukolilo Surabaya. Dari rumah calon jamaah haji keluarga, tetangga, sahabat, handai taulan melepas kepergian laksana tidak bertemu lagi. Ada rasa haru yang menyelimuti. Apalagi setelah dikumandangkan adzan. Terkadang isak tangis tak terbendung. Hal ini mengingatkan seperti adzan di liang lahat. Sebagai pengingat bagi si mayit bahwa akan ada pergantian alam kehidupan.
Untuk bias berangkat haji pengalaman orang per orang memang berbeda. Ada yang menabung bertahun-tahun. Bahkan ada yang menabung sejak muda. Setiap hari menyisihkan uang seribu perak dan diletakkan di daun pintu yang terbuat dari triplek. Uang ini adalah hasil keuntungan dari berjualan alat-alat pertanian di pasar. Ini pengalaman kakak pondok saya dahulu. Alhamdulillah berhasil juga berangkat haji.
Ada juga penjual krupuk upil. Bila dihitung berapalah keuntungan setiap hari. Namun Allah Maha Kuasa atas nasib hambaNya. Si penjual krupuk inipun bias bertamu di Masjidil Haram. Ada juga orang yang mampu secara materi namun ada juga yang belum terpanggil. Bias karena kesibukan kerja yang tidak bias ditunda, sakit, bencana alam, atau keburu kontrak hidupnya sudah berakhir. Apalagi tahun sekarang ini dan kedepan. Daftar hari ini bias berangkat perkiraan tahun 2031. Jadi ada tahun tunggu hingga sekitar 16 tahun.
Ada cerita dari salah seorang guru. Beliau mempunyai kesempatan hampir ihram lebih dari sepuluh kali. Namun ternyata belum diperkenankan oleh Allah. Pernah suatu ketika sudah diajak dosennya dan berada di Jeddah. Namun karena lupa tidak jadi diajak umrah oleh dosennya tersebut. Di kala lain ada jatah dari teman. Namun sulit dihubungi akhirnya peluang ini juga hangus. Kejadian seperti ini berkali-kali terjadi. Namun akhirnya dikembalikan memang Gusti Allah belum berkenan nimbali.
Melihat fenomena seperti ini mari mendoakan saudara-saudara kita yang berihram tahun ini semoga menjadi haji yang mabrur. Kita yang masih di tanah air semoga diberi kesempatan Allah untuk berkunjung ke Baitullah dan berziarah ke Makam Kanjeng Nabi. Ada amalan yang hukumnya hamper wajib yakni puasa tarwiyah dan arafah. Hukumnya adalah sunah muakad. Bila tidak ada udzur mari berusaha melaksanakannya. Dilakukan pada tanggal 8 dan 9 bulan Dzulhijjah.
Bila ibadah salat, puasa dan zakat bila diterima dinamakan makbul. Namun mengapa untuk haji dinamakan mabrur. Ada hal sederhana disini. Bila seseorang berpuasa dan ikhlas insyaallah akan diterima amal ibadahnya. Bila ia berbuat dosa maka adalah perhitungan tersendiri. Terhitung berbuat dosa. Artinya amal keduanya ada hitungannya sendiri-sendiri.
Sedang ibadah haji diberi predikat mabrur karena atsarnya, labetnya akan tetap terasa pasca haji. Setelah pulang ke tanah air. Bila sebelumnya enggan salat berjamaah di masjid maka sekarang menjadi rajin salat berjamaah. Begitu juga suka sedekah, tetangganya aman dari lidah dan tangannya. Pendeknya tetangganya menjadi lebih tentram dan bahagia dengan kehadirannya. Dengan kata lain kemabruran haji bias sewaktu-waktu dicabut. Tergantung amal ibadahnya. Makanya untuk pergi ihram memerlukan ikhtiar yang luar biasa begitu juga pasca selesai haji. Dan ini perjuangan yang tidak ringan.
Bila para haji bias menjaga kemabruran hajinya masing-masing alangkah indahnya desa kita, daerah kita. Tentunya semua akan merasakan kebahagiaan. Wallahul a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar