Pada hari ini Senin
(8/9/2014) jamaah haji kloter Nganjuk berangkat ke Asrama Haji Sukolilo
Surabaya. Dari rumah calon jamaah haji keluarga, tetangga, sahabat, handai
taulan melepas kepergian laksana tidak bertemu lagi. Ada rasa haru yang
menyelimuti. Apalagi setelah dikumandangkan adzan. Terkadang isak tangis tak
terbendung. Hal ini mengingatkan seperti adzan di liang lahat. Sebagai pengingat
bagi si mayit bahwa akan ada pergantian alam kehidupan.
Untuk bias berangkat haji
pengalaman orang per orang memang berbeda. Ada yang menabung bertahun-tahun. Bahkan
ada yang menabung sejak muda. Setiap hari menyisihkan uang seribu perak dan
diletakkan di daun pintu yang terbuat dari triplek. Uang ini adalah hasil
keuntungan dari berjualan alat-alat pertanian di pasar. Ini pengalaman kakak
pondok saya dahulu. Alhamdulillah berhasil juga berangkat haji.
Ada juga penjual krupuk
upil. Bila dihitung berapalah keuntungan setiap hari. Namun Allah Maha Kuasa
atas nasib hambaNya. Si penjual krupuk inipun bias bertamu di Masjidil Haram. Ada
juga orang yang mampu secara materi namun ada juga yang belum terpanggil. Bias karena
kesibukan kerja yang tidak bias ditunda, sakit, bencana alam, atau keburu
kontrak hidupnya sudah berakhir. Apalagi tahun sekarang ini dan kedepan. Daftar
hari ini bias berangkat perkiraan tahun 2031. Jadi ada tahun tunggu hingga
sekitar 16 tahun.
Ada cerita dari salah
seorang guru. Beliau mempunyai kesempatan hampir ihram lebih dari sepuluh kali.
Namun ternyata belum diperkenankan oleh Allah. Pernah suatu ketika sudah diajak
dosennya dan berada di Jeddah. Namun karena lupa tidak jadi diajak umrah oleh
dosennya tersebut. Di kala lain ada jatah dari teman. Namun sulit dihubungi
akhirnya peluang ini juga hangus. Kejadian seperti ini berkali-kali terjadi. Namun
akhirnya dikembalikan memang Gusti Allah belum berkenan nimbali.
Melihat fenomena seperti
ini mari mendoakan saudara-saudara kita yang berihram tahun ini semoga menjadi
haji yang mabrur. Kita yang masih di tanah air semoga diberi kesempatan Allah
untuk berkunjung ke Baitullah dan berziarah ke Makam Kanjeng Nabi. Ada amalan
yang hukumnya hamper wajib yakni puasa tarwiyah dan arafah. Hukumnya adalah
sunah muakad. Bila tidak ada udzur mari berusaha melaksanakannya. Dilakukan pada
tanggal 8 dan 9 bulan Dzulhijjah.
Bila ibadah salat, puasa
dan zakat bila diterima dinamakan makbul. Namun mengapa untuk haji dinamakan
mabrur. Ada hal sederhana disini. Bila seseorang berpuasa dan ikhlas insyaallah
akan diterima amal ibadahnya. Bila ia berbuat dosa maka adalah perhitungan
tersendiri. Terhitung berbuat dosa. Artinya amal keduanya ada hitungannya
sendiri-sendiri.
Sedang ibadah haji diberi
predikat mabrur karena atsarnya, labetnya akan tetap terasa pasca haji. Setelah
pulang ke tanah air. Bila sebelumnya enggan salat berjamaah di masjid maka
sekarang menjadi rajin salat berjamaah. Begitu juga suka sedekah, tetangganya
aman dari lidah dan tangannya. Pendeknya tetangganya menjadi lebih tentram dan
bahagia dengan kehadirannya. Dengan kata lain kemabruran haji bias sewaktu-waktu
dicabut. Tergantung amal ibadahnya. Makanya untuk pergi ihram memerlukan
ikhtiar yang luar biasa begitu juga pasca selesai haji. Dan ini perjuangan yang
tidak ringan.
Bila para haji bias menjaga
kemabruran hajinya masing-masing alangkah indahnya desa kita, daerah kita. Tentunya
semua akan merasakan kebahagiaan. Wallahul a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar