Keberadaan masjid menjadi vital dalam agama. Hal ini bisa
dipahami dari sejarah Nabi Muhammad SAW. Yang beliau bangun pertama kali bukan
istana, madrasah, pasar, penjara, pusat pemerintahan melainkan masjid. Masjid
menjadi tempat pertemuan dengan masyarakat, mengadukan permasalahan, strategi
perang, memutuskan hukuman, tempat belajar selain yang utama untuk beribadah
sholat lima waktu, sholat jumat dan hari raya.
Alasan lainnya adalah untuk memupuk silaturahmi dengan
seluruh anggota masyarakat. Sehari bertemu minimal lima kali sehari untuk
bersama-sama sowan kepada Allah. Tujuannya sudah baik, berangkat dari rumah
didasari untuk hanya tujuan beribadah. Ketika bertemupun dalam keadaan hati
yang senang. Dalam kondisi seperti ini seumpama ada persoalan akan lebih mudah
untuk diselesaikan. Karena intensitas bertemu lebih banyak. Kemudian bila
berpikir ke depan ada yang mau dilakukan akan lebih mudah juga dikerjakan dan
dipikirkan. Karena ada waktu untuk bertemu.
Dengan mengutamakan mendirikan masjid, Kanjeng Nabi
berhasil menyiapkan generasi Islam ke depan. Memang generasi yang berhasil dari
kalangan sahabat tidak hanya menjadi ahli agama. Namun ada pengusaha seperti
Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan. Ahli pemerintahan Umar bin Khatab, ahli
agama Ali bin Abi Thalib, strategi perang seperti Khalid bin Walid dan masih
banyak yang lain.
Keberadaan
masjid sudah banyak sekali. Bahkan terkadang satu kantor mempunyai satu masjid.
Kantor sebelahnya juga mendirikan sholat jumat sendiri. Memang hal ini
dimungkinkan karena jumlah jamaah yang memenuhi syarat untuk mendirikan sholat
jumat.
Selain
takmir masjid menyiapkan petugas-petugas untuk melaksanakan program-program
yang telah disusun juga menyiapkan sarana-prasarana yang memadai. Salat lima
waktu misalnya. Tidak mungkin bisa berjalan dengan sendirinya tanpa ada perencanaan
yang baik. Selain itu perlu evaluasi yang terus menerus dan kontinyu.
Petugas
yang dimaksud dalam salat jumat misalnya menyiapkan imam, khotib, bilal,
petugas yang menyiapkan sound system, penabuh bedug, penghitung kotak amal,
petugas yang membersihkan masjid. Belum lagi
bila masjid besar perlu petugas parkir, petugas keamanan, petugas
penitipan barang dan sandal. Tidak ketinggalan menyiapkan tempat salat yang
nyaman memungkinkan jamaah betah untuk berlama-lama iktikaf dan beribadah. Lalu
kamar mandi dan toilet yang nyaman dan banyak.
Belum
lama ini saya mampir di masjid yang cukup tua di baron. Terlihat ada kamar
mandi yang banyak, nyaman, lega, dan bersih. Terasa senang di hati. Karena
merasa keperluan terpenuhi maka jamaah tidak segan merogoh kocek untuk biaya
kebersihan. Walau tidak diwajibkan namun karena merasa dilayani dengan baik
maka mudah saja jamaah untuk mengeluarkan uang. Inilah yang dimaksud dengan
pelayanan prima.
Belum
lagi program-program yang menyentuh kebutuhan jamaah. Misalnya di bulan puasa
ada program buka puasa bersama. Sebelumnya ada pengajian pengantar buka puasa.
Melihat begitu besar manfaatnya maka banyak jamaah yang bersedia membawa
makanan ke masjid dengan cara bergantian.
Ada
yang lain misalnya program kurban sapi. Jamaah ditawari kurban sapi
bersama-sama. Satu kelompok terdiri atas tujuh orang bareng-bareng membeli satu
sapi. Cara membayarnya dengan mengangsur selama 7-8 bulan sebelumnya. Bulan
syawal sudah lunas. Ternyata ini menarik jamaah dan alhamdulillah di Masjid baitul
atqiya’ Pisang baru pertama dikerjakan ada tiga rombongan berarti insyallah ada
tiga ekor sapi yang akan dipotong pada hari raya kurban mendatang.
Dari
program itu semuanya memang membutuhkan kekompakan dari segenap pengurus
takmir. Ada sifat asih, asah, asuh dan tidak egois. Hal inilah yang mendasari
bisa menjaga kelanggengan kepengurusan. Menempatkan seseorang pada tempatnya
memang perlu. Disamping keinginan untuk berkhitmat, berjuang dan berkorban
tidak boleh terlupa.
Ada
hal krusial yang perlu menjadi perhatian takmir masjid. Banyak masjid yang
berdiri dengan megah dengan biaya pembangunan yang tidak sedikit. Biasanya dana
berasal dari warga sekitar yang menjadi jamaah masjid. Bila diminta membantu
dana banyak jamaah yang tidak keberatan. Setelah bangunan masjid jadi namun
ternyata masjid tidak terisi atau tidak digunakan sebagaimana mestinya. Sebagai
tolok ukur yang mudah adalah banyaknya jamaah waktu salat. Ikatan warga atau
kesadaran jamaah untuk salat berjamaah di masjid yang kurang atau hubungan yang
terjalin antara takmir dengan jamaah, atau pelayanan yang kurang memuaskan dari
takmir atau entah apalagi. Yang jelas ada masjid yang ramai dihadiri oleh
jamaah namun tidak sedikit bahkan bisa dibilang banyak masjid yang ditinggalkan
oleh jamaahnya. Atau halusnya banyak warga yang kurang antusias berjamaah di
masjid. Ini yang menjadi tanda tanya besar bagi takmir masjid.
Mungkin
ada satu tawaran dari banyak solusi tentunya. Yakni sebelum takmir mengajak
jamaah untuk tertib salat berjamaah maka takmir sendiri yang perlu memulai
untuk membiasakan diri untuk berjamaah. Lalu merembet keluarganya diajak serta.
Lambat laun akan menjadi contoh bagi jamaah yang lain. Semoga. Wallahul a’lam
bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar