Selasa, 15 Juli 2014

Upaya Memakmurkan Masjid



Keberadaan masjid menjadi vital dalam agama. Hal ini bisa dipahami dari sejarah Nabi Muhammad SAW. Yang beliau bangun pertama kali bukan istana, madrasah, pasar, penjara, pusat pemerintahan melainkan masjid. Masjid menjadi tempat pertemuan dengan masyarakat, mengadukan permasalahan, strategi perang, memutuskan hukuman, tempat belajar selain yang utama untuk beribadah sholat lima waktu, sholat jumat dan hari raya.
Alasan lainnya adalah untuk memupuk silaturahmi dengan seluruh anggota masyarakat. Sehari bertemu minimal lima kali sehari untuk bersama-sama sowan kepada Allah. Tujuannya sudah baik, berangkat dari rumah didasari untuk hanya tujuan beribadah. Ketika bertemupun dalam keadaan hati yang senang. Dalam kondisi seperti ini seumpama ada persoalan akan lebih mudah untuk diselesaikan. Karena intensitas bertemu lebih banyak. Kemudian bila berpikir ke depan ada yang mau dilakukan akan lebih mudah juga dikerjakan dan dipikirkan. Karena ada waktu untuk bertemu.
Dengan mengutamakan mendirikan masjid, Kanjeng Nabi berhasil menyiapkan generasi Islam ke depan. Memang generasi yang berhasil dari kalangan sahabat tidak hanya menjadi ahli agama. Namun ada pengusaha seperti Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan. Ahli pemerintahan Umar bin Khatab, ahli agama Ali bin Abi Thalib, strategi perang seperti Khalid bin Walid dan masih banyak yang lain.
Keberadaan masjid sudah banyak sekali. Bahkan terkadang satu kantor mempunyai satu masjid. Kantor sebelahnya juga mendirikan sholat jumat sendiri. Memang hal ini dimungkinkan karena jumlah jamaah yang memenuhi syarat untuk mendirikan sholat jumat.
Selain takmir masjid menyiapkan petugas-petugas untuk melaksanakan program-program yang telah disusun juga menyiapkan sarana-prasarana yang memadai. Salat lima waktu misalnya. Tidak mungkin bisa berjalan dengan sendirinya tanpa ada perencanaan yang baik. Selain itu perlu evaluasi yang terus menerus dan kontinyu.
Petugas yang dimaksud dalam salat jumat misalnya menyiapkan imam, khotib, bilal, petugas yang menyiapkan sound system, penabuh bedug, penghitung kotak amal, petugas yang membersihkan masjid. Belum lagi  bila masjid besar perlu petugas parkir, petugas keamanan, petugas penitipan barang dan sandal. Tidak ketinggalan menyiapkan tempat salat yang nyaman memungkinkan jamaah betah untuk berlama-lama iktikaf dan beribadah. Lalu kamar mandi dan toilet yang nyaman dan banyak.
Belum lama ini saya mampir di masjid yang cukup tua di baron. Terlihat ada kamar mandi yang banyak, nyaman, lega, dan bersih. Terasa senang di hati. Karena merasa keperluan terpenuhi maka jamaah tidak segan merogoh kocek untuk biaya kebersihan. Walau tidak diwajibkan namun karena merasa dilayani dengan baik maka mudah saja jamaah untuk mengeluarkan uang. Inilah yang dimaksud dengan pelayanan prima.
Belum lagi program-program yang menyentuh kebutuhan jamaah. Misalnya di bulan puasa ada program buka puasa bersama. Sebelumnya ada pengajian pengantar buka puasa. Melihat begitu besar manfaatnya maka banyak jamaah yang bersedia membawa makanan ke masjid dengan cara bergantian.
Ada yang lain misalnya program kurban sapi. Jamaah ditawari kurban sapi bersama-sama. Satu kelompok terdiri atas tujuh orang bareng-bareng membeli satu sapi. Cara membayarnya dengan mengangsur selama 7-8 bulan sebelumnya. Bulan syawal sudah lunas. Ternyata ini menarik jamaah dan alhamdulillah di Masjid baitul atqiya’ Pisang baru pertama dikerjakan ada tiga rombongan berarti insyallah ada tiga ekor sapi yang akan dipotong pada hari raya kurban mendatang.
Dari program itu semuanya memang membutuhkan kekompakan dari segenap pengurus takmir. Ada sifat asih, asah, asuh dan tidak egois. Hal inilah yang mendasari bisa menjaga kelanggengan kepengurusan. Menempatkan seseorang pada tempatnya memang perlu. Disamping keinginan untuk berkhitmat, berjuang dan berkorban tidak boleh terlupa.
Ada hal krusial yang perlu menjadi perhatian takmir masjid. Banyak masjid yang berdiri dengan megah dengan biaya pembangunan yang tidak sedikit. Biasanya dana berasal dari warga sekitar yang menjadi jamaah masjid. Bila diminta membantu dana banyak jamaah yang tidak keberatan. Setelah bangunan masjid jadi namun ternyata masjid tidak terisi atau tidak digunakan sebagaimana mestinya. Sebagai tolok ukur yang mudah adalah banyaknya jamaah waktu salat. Ikatan warga atau kesadaran jamaah untuk salat berjamaah di masjid yang kurang atau hubungan yang terjalin antara takmir dengan jamaah, atau pelayanan yang kurang memuaskan dari takmir atau entah apalagi. Yang jelas ada masjid yang ramai dihadiri oleh jamaah namun tidak sedikit bahkan bisa dibilang banyak masjid yang ditinggalkan oleh jamaahnya. Atau halusnya banyak warga yang kurang antusias berjamaah di masjid. Ini yang menjadi tanda tanya besar bagi takmir masjid.
Mungkin ada satu tawaran dari banyak solusi tentunya. Yakni sebelum takmir mengajak jamaah untuk tertib salat berjamaah maka takmir sendiri yang perlu memulai untuk membiasakan diri untuk berjamaah. Lalu merembet keluarganya diajak serta. Lambat laun akan menjadi contoh bagi jamaah yang lain. Semoga. Wallahul a’lam bi al shawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar