Hari-hari ini adalah
masuk bulan Jumadil akhir. Beberapa bulan kemudian tibalah waktunya bulan
dzulhijjah. Biasanya setelah bulan Syawal kesibukan persiapan haji dimulai. Beberapa
orang warga desa Pisang juga terdaftar di tahun ini berangkat untuk menunaikan
rukun Islam yang kelima ini. Suatu kebahagiaan tersendiri tentunya. Banyak orang
yang ingin berkunjung ke rumah Allah, mengunjungi makam rasulullah namun belum
kesampaian. Bahkan ada juga keinginan hingga akhir hayat. Bila daftar hari ini bias
menunggu hingga 15-16 tahun kemudian.
Berkaitan dengan haji ada
hadith Nabi yang memberi peringatan bagi orang yang hendak menyempurnakan
ibadahnya. Ini berkaitan dengah hati. Tepatnya niat seseorang tiada orang yang
tahu. Hanya Allah dan dia sendiri tentunya. Berniat haji karena ingin dipanggil
Pak Kaji, Bu Kaji, kemana-mana memakai kopyak haji, bila salat jumat memakai
jubah putih kopyah putih tidak ketinggalan sorbannya yang melambai-lambai. Sehingga
biasanya bila ada acara keagamaan membentuk kelompok sendiri tempat duduknya.
Ada juga yang pergi haji
untuk menutupi perilakunya selama ini. Seolah-olah dengan berhaji akan tertebus
semua dosanya. Bukankah balasan haji mabrur adalah surga? Dengan pergi ke
Mekkah Almukaromah maka bias digolongkan sebagai orang baik, ahli ibadah, keluarga
santri dan sejenisnya.
Haji memang ibadah yang
khusus tidak sama dengan syahadat, salat, puasa dan zakat. Ada pemenuhan
kesanggupan fisik, keamanan perjalanan dan tentu saja biaya. Fisik dikandung
maksud memang haji membutuhkan fisik yang prima karena juga membutuhkan
sehatnya raga karena rangkaian ibadahnya membutuhkan fisik yang kuat. Ada tawaf,
sai, melempar jumrah. Dengan fisik yang sehat diharapkan alur ibadah akan bias dilaksanakan
dengan baik. Keadaan aman tidak perang juga menjadi persyaratan wajib. Juga ketersediaan
dana untuk pergi ke sana.
Dari hadith Nabi bahwa
diakhir zaman ada beberapa tanda yang berkaitan dengan ibadah haji. Pertama ada
pejabat yang pergi haji. Namun niatnya untuk rekreasi. Bias dengan biaya
sendiri dan juga bias atas biaya dinas. Haji abidin haji atas biaya dinas. Jadi
ditanggung negara. Perlu hati-hati atas niat seperti ini. Rekreasi untuk
melihat bagaimana ramainya musim haji, bangunan disekelilingnya, melihat
peluang dan sebagainya.
Kedua, orang kaya berhaji
karena untuk bisnis. Ada himbauan dari kiai sekarang ini orang berhaji harus
hati-hati akan ibadahnya. Karena kebanyakan disinyalir berhaji karena banyak
nilai bisnisnya. Nah. Banyak orang mendirikan KBIH, travel memang ada
hitung-hitungan bisnisnya. Ada keuntungannya. Tidak heran pemilik KBIH, travel
haji umrah bias setiap tahun ke Mekkah. Karena hal ini. Maka berhati-hatinya
disini. Bias juga ketika berhaji sambil berdagang.
Ketiga, orang fakir
miskin berhaji. Namun belum ditata niatnya. Untuk mengumpulkan biaya haji harus
mengurangi jatah kebutuhan pokoknya. Misalnya sehari makan tiga kali menjadi
dua kali bahkan satu kali. Ini tidak boleh. Menabung haji boleh namun jangan
terlalu hemat alias bakhil untuk diri sendiri. Hidup sewajarnya saja. Bila lebih
ditabung untuk biaya haji. Bila tidak ada ya tidak apa. Bias juga si fakir bias
berangkat haji namun disana meminta-minta orang lain dengan tujuan untuk
mengembalikan modal yang dikeluarkan. Ia beranggapan pastilah Allah akan
mengganti biaya hajinya namun caranya dengan meminta belas kasih orang lain. Ini
yang tidak diperkenankan.
Keempat, qari’ yang suka
pamer dan sombong. Qari’ adalah seseorang yang mempunyai bacaan Alquran yang
enak dan baik. Bias juga dimaknai orang yang rajin membaca Alquran dengan
keras. Terbersit dihatinya agar dianggap sebagai ahli ibadah. Bias juga zikir
dengan bersemangat dank eras. Hingga terdengar ke tempat yang jauh. Namun juga
tidak berarti bacaan yang lirih atau khofi lepas dari maksiyat. Bila ia merasa
bahwa dirinyalah ibadah yang terbaik. Namun zikir khafi memang lebih aman. Untuk
membedakan ini semua tentu membutuhkan ilmu. Maka dalam hadith lain kita
diperintahkan untuk senantiasa menjadi manusia pembelajar. Terus mencari ilmu
tanpa henti. Namun tidak sebatas pendidikan formal. Benar dawuhnya kiai dengan
mengaji akan bias menata hati. Hati senantiasa perlu diberi sinar. Diantaranya dengan
mengaji.
Ada riwayat yang
menceritakan suatu ketika Sahabat Abu Bakar ditegur Nabi karena berzikir dengan
lirih. Sahabat Abu Bakar menjawab bahwa munajat kepada Allah Swt. tidak harus
dengan suara keras. Lain waktu Sahabat Ali berzikir dengan suara keras. Lalu ditanya
oleh Nabi kenapa seperti itu. Sahabat Ali menjawab bahwa ia melakukannya agar
orang yang tidur terbangun untuk bias melakukan ibadah. Juga Sahabat Bilal. Suatu
ketika keras juga pelan disaat yang lain. Karena menyesuaikan dengan bacaannya.
Oleh Kanjeng Nabi Muhammad kesemuanya dibenarkan. Inilah tanda-tanda di antara akhir
zaman. Anda memilih yang mana? Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar