Kamis, 17 April 2014

Menjelang Musim Haji

Hari-hari ini adalah masuk bulan Jumadil akhir. Beberapa bulan kemudian tibalah waktunya bulan dzulhijjah. Biasanya setelah bulan Syawal kesibukan persiapan haji dimulai. Beberapa orang warga desa Pisang juga terdaftar di tahun ini berangkat untuk menunaikan rukun Islam yang kelima ini. Suatu kebahagiaan tersendiri tentunya. Banyak orang yang ingin berkunjung ke rumah Allah, mengunjungi makam rasulullah namun belum kesampaian. Bahkan ada juga keinginan hingga akhir hayat. Bila daftar hari ini bias menunggu hingga 15-16 tahun kemudian.
Berkaitan dengan haji ada hadith Nabi yang memberi peringatan bagi orang yang hendak menyempurnakan ibadahnya. Ini berkaitan dengah hati. Tepatnya niat seseorang tiada orang yang tahu. Hanya Allah dan dia sendiri tentunya. Berniat haji karena ingin dipanggil Pak Kaji, Bu Kaji, kemana-mana memakai kopyak haji, bila salat jumat memakai jubah putih kopyah putih tidak ketinggalan sorbannya yang melambai-lambai. Sehingga biasanya bila ada acara keagamaan membentuk kelompok sendiri tempat duduknya.
Ada juga yang pergi haji untuk menutupi perilakunya selama ini. Seolah-olah dengan berhaji akan tertebus semua dosanya. Bukankah balasan haji mabrur adalah surga? Dengan pergi ke Mekkah Almukaromah maka bias digolongkan sebagai orang baik, ahli ibadah, keluarga santri dan sejenisnya.
Haji memang ibadah yang khusus tidak sama dengan syahadat, salat, puasa dan zakat. Ada pemenuhan kesanggupan fisik, keamanan perjalanan dan tentu saja biaya. Fisik dikandung maksud memang haji membutuhkan fisik yang prima karena juga membutuhkan sehatnya raga karena rangkaian ibadahnya membutuhkan fisik yang kuat. Ada tawaf, sai, melempar jumrah. Dengan fisik yang sehat diharapkan alur ibadah akan bias dilaksanakan dengan baik. Keadaan aman tidak perang juga menjadi persyaratan wajib. Juga ketersediaan dana untuk pergi ke sana.
Dari hadith Nabi bahwa diakhir zaman ada beberapa tanda yang berkaitan dengan ibadah haji. Pertama ada pejabat yang pergi haji. Namun niatnya untuk rekreasi. Bias dengan biaya sendiri dan juga bias atas biaya dinas. Haji abidin haji atas biaya dinas. Jadi ditanggung negara. Perlu hati-hati atas niat seperti ini. Rekreasi untuk melihat bagaimana ramainya musim haji, bangunan disekelilingnya, melihat peluang dan sebagainya.
Kedua, orang kaya berhaji karena untuk bisnis. Ada himbauan dari kiai sekarang ini orang berhaji harus hati-hati akan ibadahnya. Karena kebanyakan disinyalir berhaji karena banyak nilai bisnisnya. Nah. Banyak orang mendirikan KBIH, travel memang ada hitung-hitungan bisnisnya. Ada keuntungannya. Tidak heran pemilik KBIH, travel haji umrah bias setiap tahun ke Mekkah. Karena hal ini. Maka berhati-hatinya disini. Bias juga ketika berhaji sambil berdagang.
Ketiga, orang fakir miskin berhaji. Namun belum ditata niatnya. Untuk mengumpulkan biaya haji harus mengurangi jatah kebutuhan pokoknya. Misalnya sehari makan tiga kali menjadi dua kali bahkan satu kali. Ini tidak boleh. Menabung haji boleh namun jangan terlalu hemat alias bakhil untuk diri sendiri. Hidup sewajarnya saja. Bila lebih ditabung untuk biaya haji. Bila tidak ada ya tidak apa. Bias juga si fakir bias berangkat haji namun disana meminta-minta orang lain dengan tujuan untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan. Ia beranggapan pastilah Allah akan mengganti biaya hajinya namun caranya dengan meminta belas kasih orang lain. Ini yang tidak diperkenankan.
Keempat, qari’ yang suka pamer dan sombong. Qari’ adalah seseorang yang mempunyai bacaan Alquran yang enak dan baik. Bias juga dimaknai orang yang rajin membaca Alquran dengan keras. Terbersit dihatinya agar dianggap sebagai ahli ibadah. Bias juga zikir dengan bersemangat dank eras. Hingga terdengar ke tempat yang jauh. Namun juga tidak berarti bacaan yang lirih atau khofi lepas dari maksiyat. Bila ia merasa bahwa dirinyalah ibadah yang terbaik. Namun zikir khafi memang lebih aman. Untuk membedakan ini semua tentu membutuhkan ilmu. Maka dalam hadith lain kita diperintahkan untuk senantiasa menjadi manusia pembelajar. Terus mencari ilmu tanpa henti. Namun tidak sebatas pendidikan formal. Benar dawuhnya kiai dengan mengaji akan bias menata hati. Hati senantiasa perlu diberi sinar. Diantaranya dengan mengaji.
Ada riwayat yang menceritakan suatu ketika Sahabat Abu Bakar ditegur Nabi karena berzikir dengan lirih. Sahabat Abu Bakar menjawab bahwa munajat kepada Allah Swt. tidak harus dengan suara keras. Lain waktu Sahabat Ali berzikir dengan suara keras. Lalu ditanya oleh Nabi kenapa seperti itu. Sahabat Ali menjawab bahwa ia melakukannya agar orang yang tidur terbangun untuk bias melakukan ibadah. Juga Sahabat Bilal. Suatu ketika keras juga pelan disaat yang lain. Karena menyesuaikan dengan bacaannya. Oleh Kanjeng Nabi Muhammad kesemuanya dibenarkan. Inilah tanda-tanda di antara akhir zaman. Anda memilih yang mana? Wallahu a’lam bi al shawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar