Selasa, 25 Februari 2014

Hasil Bekerja



Bekerja menjadi identitas seseorang. Begitu juga orang akan dihargai karena bekerja dan menghasilkan suatu karya. Entah itu berasal dari buah pikiran, dari karya tangan, bisa juga kekuatan otot, bahkan juga ke ketrampilan. Yang penting bekerja untuk ibadah, memberi  nafkah keluarga,  memakmurkan bumi, dan digunakan sebagai sarana dakwah.
Niat bekerja sebagai ibadah terkadang terlupa. Atau tidak dipahami. Padahal niat ini berpengaruh terhadap hasil atas amal atau aktivitas yang kita lakukan. Sehingga Kanjeng Nabi dawuh bahwa aktivitas itu tergantung niatnya. Sehingga banyak aktivitas akhirat namun ternyata menjadi aktivitas dunia. Seperti membantu orang lain karena niat untuk meraih simpati menjelang pemilu baik pemilukada atau pilpres atau pil-pil yang lain sekarang ini. Begitu juga kegiatan keduniaan namun karena ikhlas karena mengharap ridha ilahi maka bisa menjadi amal akhirat.
Ikhlas ada di hati. Seseorang beramal atau melakukan sesuatu secara kasat  mata tidak dapat diketahui apakah itu ikhlas atau tidak. Yang mengetahui hanya dirinya dan Tuhan. Berkaitan dengan ikhlas ada yang menarik. Bagaimana cara memulainya? Cara sederhana yang bisa dilakukan adalah melakukan sesuatu secara rutin. Walau terkadang masih diselingi riyak dan ujub. Namun tidak jadi masalah. Terpenting dikerjakan saja. Insyaallah suatu saat nanti akan juga ikhlas. Terus melakukannya tanpa mengharapkan sesuatu hanya berharap ridhaNya. Ada seseorang melakukan salat duha. Dan mengetahui fadhilahnya. Bahwa dengan melakukan salat duha akan diberi kelancaran rizki. Walaupun mengetahui hal seperti ini berusaha diabaikan saja. Tetap melaksanakan salat duha karena Allah.
Bekerja sesuai dengan tupoksi dan memenuhi syarat serta rukunnya maka Allah akan membuat catatan tersendiri. Ada suatu cerita bahwa ada seorang alim yang bekerja di birokrasi. Datang tepat waktu begitu juga pulangnya. Tidak menggunakan fasilitas kantor yang bukan haknya. Fasilitas yang diterima digunakan hanya untuk bekerja menunjang tugas kantor. Selama jam kantor digunakan hanya untuk kantor. Dibel keluarga tidak diangkat apalagi orang lain. Bisa komunikasi di luar jam kantor. Sekarang masih adakah seseorang seperti ini? Wallahu a’lam.
Ada tiga kosakata Jawa yang bisa digunakan untuk  referensi dalam bekerja. Sebagaimana ditulis oleh Imam Suprayogo yakni jeneng, jenang dan jenat. Jeneng berarti nama. Merujuk pada seseorang yang bekerja dan berhasil. Maka hasil kinerjaanya akan menjadi bintang bersinar bagi kariernya. Semua orang akan melihat dan mengelu-elukannya. Jabatan yang dipegangnya akan membawa keberhasilan. Target yang ditetapkan akan terlampaui. Bawahannya akan sejahtera karena kreatifitasnya. Biasanya orang seperti ini akan mempunyai karya yang selalu dikenang.
Yang kedua, jenang. Jenang adalah makanan khas untuk pesta pernikahan. Ini berlaku di sekitar Nganjuk. Jenang berasal dari beras ketan. Cara pembuatannya lumayan lama bisa seharian. Orang yang membuat jenang orang khusus yang terlatih. Jenang identik dengan kekayaan, fasilitas dan kenikmatan hidup. Untuk mendapatkan jenang ini bisa saja seseorang melakukan apa saja. Sikut kanan kiri, kasak kusuk, memfitnah, bertengkar dengan teman. Secara manusiawi siapa yang tidak mengharap kekayaan berlimpah. Hanya saja bagaimana cara memperolehnya. Ada seseorang setelah menduduki jabatannya yang terhormat lalu menggunakan jabatannya untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Bahkan bisa mencapai 165 M. Namun betapapun sudah dicuci dengan berbagai bisnis tercium juga pihak aparat. Akhirnya diadili. Kekayaan yang sebegitu besar dengan cara pat gulipat akhirnya hilang musnah. Dalam hati terdalam apakah kekayaan akan dibawa ke liang kubur. Belum lagi ada pertanyaan bagaimana cara mendapatkan dan sudah dikemanakan harta-hartanya. Sudah siapkah kita mempertanggungjawabkan?
Ketiga, jenat. Jenat berarti sudah meninggal, almarhum. Dalam kosakata bahasa ada tulisan bila harimau meninggalkan gading, bila harimau mati meninggalkan belang. Terus manusia meninggal meninggalkan nama. Tinggal nama baik atau buruk. Tinggal pilih. Beberapa waktu terakhir kita kehilangan sosok panutan. Telah meninggal Dr. KH. Sahal PBNUMahfudz, Rais Aam PBNU dan  Ketua Umum MUI Pusat. Serta beberapa kiai yang lail. Diantaranya pengasuh Pesantren Krapyak, Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep dan lainnya. Beliau-beliau meninggalkan karya tulis dan didikan santri yang banyak. Amal beliau akan senantiasa dikenang. Salah satu penghormatan adalah begitu melimpahnya yang mensolati dan mengantar keperistirahatan terakhir. Belum lagi yang lainnya. Semoga kita bisa mengambil pelajaran terbaik dan mampu melaksanakannya. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar