Sabtu, 01 Maret 2014

Manajemen Masa Krisis

Suatu lembaga bahkan lembaga apapun dihadapkan pada suasana yang berbeda. Ketika di awal berdiri dihadapkan pada persiapan semuanya. Baik SDM, modal, sarana, manajemen, minim partner, dan sebagainya. Maka pada posisi ini lebih berhadapan dengan perjuangan menegakkan organisasi. Agar bias berdiri mandiri. Walaupun masih dalam proses. Namun cita-cita mandiri harus ditekankan agar mampu berpijak pada kemampuan sendiri.
Bila melihat ulasan negara Pecahan Rusia. Ada salah satu Negara yakni Georgia. Walaupun dihadapkan atas berbagai masalah yang pelik misalnya SDM, lalu sumber daya alam yang terbatas, bahkan ada embargo dari Rusia namun karena keinginan mandiri sekarang Georgia menjadi salah satu Negara yang paling survive diantara semua negara sejenis. Bahkan ada keinginan untuk bergabung menjadi anggota Uni Uropa. Padahal untuk menjadi anggota harus memenuhi persyaratan yang tidak mudah.
Hal di atas pada tataran besar lingkup negara. Pada sebuah organisasi kecil juga menghadapi hal-hal yang hamper sama. Tinggal bagaimana menyikapi hal tersebut. Menurut para ahli ada beberapa alur organisasi. Diantaranya masa rintisan, berkembang dan masa krisis. Bila pada masa rintisan biasanya masih serba berjuang, malaikatan artinya banyak rasa pengabdian. Bila fase ini sudah terlampaui maka organisasi sudah pada tahap hamper mapan. Walau belum sepenuhnya. Sumber daya, alat, personel, jaringan, semuanya sudah tersedia. Menejemen tinggal mengatur bagaimana ada keberlangsungan organisasi. Namun bila manajemen terlena bias saja tanpa terasa organisasi pada jurang kehancuran.
Mengapa ini bias terjadi? Dalam kacamata hokum alam ini memang lumrah. Dalam arti terkadang organisasi ada posisi tengah lalu atas. Namun suatu saat bias saja pada posisi bawah. Ketika di posisi puncak, apakah juga disadari bahwa organisasi bias gulung tikar. Lagi-lagi manajemen perlu melihat siapa dirinya. Perlu persiapan bahwa dunia sekitar terus berubah. Begitu juga perlu persiapan untuk menghadapi semua hal. Apakah sumber daya yang ada sudah dipersiapkan untuk itu semua? Atau bahkan terlena karena dininabobokkan oleh beragam fasilitas untuk kesenangan. Bila ini terjadi bias saja sesuatu yang diluar perkiraan akan terjadi juga. Banyak lembaga, organisasi, perusahaan besar bahkan lembaga keuangan yang mempunyai kredibilitas bonafid bias saja gulung tikar. Masalahnya hampir seperti di atas.
Contoh nyata di sekitar kita adalah lembaga pendidikan yang tutup buku. Karena kekurangan siswa, salah kelola, kekurangan sarana, sdm, jaringan. Sehingga harus digabung dengan lembaga sejenis terdekat. Sebenarnya hal ini bila sudah dipersiapkan sebelumnya maka tidak akan terjadi. Alhamdulillah, madrasah yang ada sekarang ini sangat jarang terjadi. Asumsi saya banyak santri terdidik lulusan perguruan tinggi yang memegang manajemen madrasah. Sehingga bias melihat keadaan sekitar. Hal apa yang harus dilakukan untuk bias menjaga keberlangsungan madrasah. Karena masih muda, larinya cepat. Berbeda dengan para pendahulunya bahkan pendirinya dahulu. Memang diakui bahwa zamannya telah berubah. Karena berubah maka kebijakan dan keputusan yang diambil di dasarkan pada pertimbangan atau illat yang berbeda. Sehingga bias menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Di samping hal tersebut ada santri terdidik kita yang memegang kebijakan. Di masa mudanya belajar di lembaga formal dan di pondok pesantren lalu mempunyai keahlian. Pada waktunya lalu dipilih untuk memegang kebijakan. Karena sudah tahu akar permasalahannya maka kebijakan yang dibuat berpihak pada pemecahan masalah. Dan tidak lupa akan permasalahan pendidikan di masa-masa belajarnya.
Lalu bila suatu saat organisasi dihadapkan pada situasi yang kritis lalu apa yang harus dilakukan. Ada beberapa perusahaan besar pernah menghadapi tantangan ketika di masa krisis. Perusahaan Penerbangan Garuda, PT Dirgantara Indonesia dan lainnya. Namun oleh karena ada pemimpin yang berkemampuan luar biasa sehingga bias menyelesaikan tahap-tahap krisis tersebut. Dan sekarang bias dilihat hasilnya. Menjadi perusahaan luar biasa.
Ada bebarapa penyakit yang bersarang pada organisasi yang sedang tertimpa krisis. Yakni, pertama tidak kompak. Antar pengurus saling menuruti egonya masing-masing. Saling mencari muka di hadapan atasan. Bukan mencari solusi terbaik namun saling mencari kesalahan. Akibatnya iklim kerja tidak kondusif. Bila ini terjadi maka kinerja akan terganggu sehingga produktifitas menurun.
Kedua, rakus. Setiap jabatan sudah ada fasilitas pendukung. Namun tetap saja kurang. Sehingga mengambil fasilitas yang bukan haknya. Misalnya mobil kantor sewajarnya bila digunakan untuk penunjang mobilitas pemakainya untuk menunaikan tugas. Bagaimana jadinya bila mobil dinas digunakan anggota keluarga untuk belanja di mall. Atau juga kunjungan kerja mengajak anggota keluarga. Sedangkan fasilitas dimintakan ke kantor.
Ketiga, tidak tahu detail. Banyak kasus terjadi karena pimpinan tidak mengerti detail tugas pokok dan fungsinya. Ada anggapan pemimpin itu tugasnya ada dibelakang meja tinggal tanda tangan. Yang bekerja di lapangan ada petugas lapangan. Si Bos tinggal menerima laporan. Beres. Sehingga masalah yang terjadi di lapangan tidak tahu. Oleh karena tidak tahu sehingga detail masalah yang terjadi juga kosong. Contoh dalam ingatan kita seperti blusukannya Sayyidina Umar ketika menjabat khalifah. Beliau mempunyai jadwal untuk blusukan mencari rakyatnya yang perlu bantuan. Diceritakan ada seorang janda yang memasak air berisi batu sebagai penghibur lapar anak-anaknya. Yang di masak batu pastilah juga tidak akan matang. Akhirnya Sahabat Umar sendiri yang memikul gandum dan bahan makanan lainnya untuk diantar ke gubuk keluarga ini.
Cerita ini mungkin yang menginspirasi beberapa pemimpin untuk dicontoh dalam kepemimpinannya. Seperti Dahlan Iskan dan Jokowi di DKI Jakarta serta pejabat yang lain. Bahkan kalau perlu menginap di rumah penduduk untuk melihat detail permasalahan di lapangan.
Makanya ada cerita menarik bila rapat direktur perusahaan pelat merah. Menteri BUMN Dahlan Iskan melarang direktur didamping stafnya. Rapat direktur yang menghadiri khusus para direktur. Karena biasa terjadi yang menjawab pertanyaan adalah stafnya. Sekarang ini banyak sekali para direktur yang sangat memahami detail tugasnya. Bahkan direktur mempunyai kemampuan sebagai sales yang mempromosikan detail-detail produk perusahaannya. Ditambah bila pidato tanpa teks dan bias memaparkan harapan ke depan perusahaannya.
Saya senang membaca Koran Jawa Pos. Pada hari Senin yang saya tuju tulisan manufacturing hope. Bila Koran di madrasah sudah di baca teman guru maka saya akan browsing internet untuk membacaya. Ada rasa puas bila sudah membacanya. Ada inspirasi kerja, cara menyelesaikan masalah, dalam menyikapi masalah bias diselesaikan dnegan sederhana namun bias tuntas.
Di samping itu saya senang tulisan harian Imam Suprayogo. Beliau bias menjadi inspirasi dalam memajukan dunia pendidikan. Memagang kendali lembaga yang biasa-biasa bahkan terbilang perguruan tinggi cabang yakni IAIN Sunan Ampel Malang namun sekarang hasil tangan dinginnya membawa hasil berbentuk UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dengan harapan bias menjadi World Class University. Bila sekarang kampusnya sudah didatangi sebagai tempat belajar mahasiswa dari 29 negara bukan tidak mungkin bersama UIN Syahida Jakarta akan bias menggapai hal tersebut. Semoga.

Dari semua itu memang ada passion ada tujuan jelas yang ingin dicapai dari setiap organisasi. Dan semuanya itu bias dipetik untuk organisasi khususnya lembaga pendidikan. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar