Suatu lembaga bahkan lembaga apapun
dihadapkan pada suasana yang berbeda. Ketika di awal berdiri dihadapkan pada
persiapan semuanya. Baik SDM, modal, sarana, manajemen, minim partner, dan
sebagainya. Maka pada posisi ini lebih berhadapan dengan perjuangan menegakkan
organisasi. Agar bias berdiri mandiri. Walaupun masih dalam proses. Namun
cita-cita mandiri harus ditekankan agar mampu berpijak pada kemampuan sendiri.
Bila melihat ulasan negara Pecahan
Rusia. Ada salah satu Negara yakni Georgia. Walaupun dihadapkan atas berbagai
masalah yang pelik misalnya SDM, lalu sumber daya alam yang terbatas, bahkan
ada embargo dari Rusia namun karena keinginan mandiri sekarang Georgia menjadi
salah satu Negara yang paling survive diantara semua negara sejenis. Bahkan ada
keinginan untuk bergabung menjadi anggota Uni Uropa. Padahal untuk menjadi
anggota harus memenuhi persyaratan yang tidak mudah.
Hal di atas pada tataran besar
lingkup negara. Pada sebuah organisasi kecil juga menghadapi hal-hal yang
hamper sama. Tinggal bagaimana menyikapi hal tersebut. Menurut para ahli ada
beberapa alur organisasi. Diantaranya masa rintisan, berkembang dan masa
krisis. Bila pada masa rintisan biasanya masih serba berjuang, malaikatan
artinya banyak rasa pengabdian. Bila fase ini sudah terlampaui maka organisasi
sudah pada tahap hamper mapan. Walau belum sepenuhnya. Sumber daya, alat,
personel, jaringan, semuanya sudah tersedia. Menejemen tinggal mengatur
bagaimana ada keberlangsungan organisasi. Namun bila manajemen terlena bias
saja tanpa terasa organisasi pada jurang kehancuran.
Mengapa ini bias terjadi? Dalam kacamata hokum alam ini
memang lumrah. Dalam arti terkadang organisasi ada posisi tengah lalu atas.
Namun suatu saat bias saja pada posisi bawah. Ketika di posisi puncak, apakah juga
disadari bahwa organisasi bias gulung tikar. Lagi-lagi manajemen perlu melihat
siapa dirinya. Perlu persiapan bahwa dunia sekitar terus berubah. Begitu juga
perlu persiapan untuk menghadapi semua hal. Apakah sumber daya yang ada sudah
dipersiapkan untuk itu semua? Atau bahkan terlena karena dininabobokkan oleh
beragam fasilitas untuk kesenangan. Bila ini terjadi bias saja sesuatu yang
diluar perkiraan akan terjadi juga. Banyak lembaga, organisasi, perusahaan
besar bahkan lembaga keuangan yang mempunyai kredibilitas bonafid bias saja
gulung tikar. Masalahnya hampir seperti di atas.
Contoh nyata di sekitar kita adalah lembaga pendidikan yang
tutup buku. Karena kekurangan siswa, salah kelola, kekurangan sarana, sdm,
jaringan. Sehingga harus digabung dengan lembaga sejenis terdekat. Sebenarnya
hal ini bila sudah dipersiapkan sebelumnya maka tidak akan terjadi.
Alhamdulillah, madrasah yang ada sekarang ini sangat jarang terjadi. Asumsi
saya banyak santri terdidik lulusan perguruan tinggi yang memegang manajemen
madrasah. Sehingga bias melihat keadaan sekitar. Hal apa yang harus dilakukan
untuk bias menjaga keberlangsungan madrasah. Karena masih muda, larinya cepat.
Berbeda dengan para pendahulunya bahkan pendirinya dahulu. Memang diakui bahwa
zamannya telah berubah. Karena berubah maka kebijakan dan keputusan yang
diambil di dasarkan pada pertimbangan atau illat yang berbeda. Sehingga bias
menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Di samping hal tersebut ada santri terdidik kita yang
memegang kebijakan. Di masa mudanya belajar di lembaga formal dan di pondok
pesantren lalu mempunyai keahlian. Pada waktunya lalu dipilih untuk memegang
kebijakan. Karena sudah tahu akar permasalahannya maka kebijakan yang dibuat
berpihak pada pemecahan masalah. Dan tidak lupa akan permasalahan pendidikan di
masa-masa belajarnya.
Lalu bila suatu saat organisasi dihadapkan pada situasi yang
kritis lalu apa yang harus dilakukan. Ada beberapa perusahaan besar pernah
menghadapi tantangan ketika di masa krisis. Perusahaan Penerbangan Garuda, PT
Dirgantara Indonesia dan lainnya. Namun oleh karena ada pemimpin yang
berkemampuan luar biasa sehingga bias menyelesaikan tahap-tahap krisis
tersebut. Dan sekarang bias dilihat hasilnya. Menjadi perusahaan luar biasa.
Ada bebarapa penyakit yang bersarang pada organisasi yang
sedang tertimpa krisis. Yakni, pertama tidak kompak. Antar pengurus saling
menuruti egonya masing-masing. Saling mencari muka di hadapan atasan. Bukan
mencari solusi terbaik namun saling mencari kesalahan. Akibatnya iklim kerja
tidak kondusif. Bila ini terjadi maka kinerja akan terganggu sehingga
produktifitas menurun.
Kedua, rakus. Setiap jabatan sudah ada fasilitas pendukung.
Namun tetap saja kurang. Sehingga mengambil fasilitas yang bukan haknya.
Misalnya mobil kantor sewajarnya bila digunakan untuk penunjang mobilitas
pemakainya untuk menunaikan tugas. Bagaimana jadinya bila mobil dinas digunakan
anggota keluarga untuk belanja di mall. Atau juga kunjungan kerja mengajak
anggota keluarga. Sedangkan fasilitas dimintakan ke kantor.
Ketiga, tidak tahu detail. Banyak kasus terjadi karena
pimpinan tidak mengerti detail tugas pokok dan fungsinya. Ada anggapan pemimpin
itu tugasnya ada dibelakang meja tinggal tanda tangan. Yang bekerja di lapangan
ada petugas lapangan. Si Bos tinggal menerima laporan. Beres. Sehingga masalah
yang terjadi di lapangan tidak tahu. Oleh karena tidak tahu sehingga detail
masalah yang terjadi juga kosong. Contoh dalam ingatan kita seperti blusukannya
Sayyidina Umar ketika menjabat khalifah. Beliau mempunyai jadwal untuk blusukan
mencari rakyatnya yang perlu bantuan. Diceritakan ada seorang janda yang
memasak air berisi batu sebagai penghibur lapar anak-anaknya. Yang di masak
batu pastilah juga tidak akan matang. Akhirnya Sahabat Umar sendiri yang
memikul gandum dan bahan makanan lainnya untuk diantar ke gubuk keluarga ini.
Cerita ini mungkin yang menginspirasi beberapa pemimpin untuk
dicontoh dalam kepemimpinannya. Seperti Dahlan Iskan dan Jokowi di DKI Jakarta
serta pejabat yang lain. Bahkan kalau perlu menginap di rumah penduduk untuk
melihat detail permasalahan di lapangan.
Makanya ada cerita menarik bila rapat direktur perusahaan
pelat merah. Menteri BUMN Dahlan Iskan melarang direktur didamping stafnya.
Rapat direktur yang menghadiri khusus para direktur. Karena biasa terjadi yang
menjawab pertanyaan adalah stafnya. Sekarang ini banyak sekali para direktur
yang sangat memahami detail tugasnya. Bahkan direktur mempunyai kemampuan
sebagai sales yang mempromosikan detail-detail produk perusahaannya. Ditambah
bila pidato tanpa teks dan bias memaparkan harapan ke depan perusahaannya.
Saya senang membaca Koran Jawa Pos. Pada hari Senin yang saya
tuju tulisan manufacturing hope. Bila Koran di madrasah sudah di baca teman
guru maka saya akan browsing internet untuk membacaya. Ada rasa puas bila sudah
membacanya. Ada inspirasi kerja, cara menyelesaikan masalah, dalam menyikapi
masalah bias diselesaikan dnegan sederhana namun bias tuntas.
Di samping itu saya senang tulisan harian Imam Suprayogo.
Beliau bias menjadi inspirasi dalam memajukan dunia pendidikan. Memagang
kendali lembaga yang biasa-biasa bahkan terbilang perguruan tinggi cabang yakni
IAIN Sunan Ampel Malang namun sekarang hasil tangan dinginnya membawa hasil
berbentuk UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dengan harapan bias menjadi World
Class University. Bila sekarang kampusnya sudah didatangi sebagai tempat
belajar mahasiswa dari 29 negara bukan tidak mungkin bersama UIN Syahida Jakarta
akan bias menggapai hal tersebut. Semoga.
Dari semua itu memang ada passion ada tujuan jelas yang ingin
dicapai dari setiap organisasi. Dan semuanya itu bias dipetik untuk organisasi
khususnya lembaga pendidikan. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar