Suatu sore saya mengantar isteri belanja
di Kertosono. Sambil menunggu belanja selesai saya iseng mengajak ngobrol
dengan tukang becak yang parkir di depan toko. Ternyata rumah bapak ini masih
tetangga desa.
Saya senang mendengar apa saja
yang disampaikan. Dengan hasil seharian yang didapat dapat menghidupi anak isteri. Ternyata anaknya
ada empat. Sudah sekolah semua. Terus masih menghidupi satu anak yatim yang menjadi
tanggungannya. Sebenarnya cucunya sendiri. Anak menantunya meninggal di usia
muda. Jadilah beliau menghidupi kesemuanya. Alhamdulillah cukup. Cukup memang
relative. Namun setidaknya menurut bapak ini masih dalam jangkauan. Ada nada
optimis bahwa hidup harus dihadapi. Tidak lari dari kenyataan. Betapapun pahit
rasanya. Namun bagaimanapun hidup harus terus dilalui. Harus dan harus. Tidak
boleh mengeluh. Bukankah hidup di dunia ini ladang untuk mereguk kehidupan
akhirat?
Yang saya salut dan terus terekam
dalam memori adalah seorang tukang becak bias dan mampu menghidupi anak
isterinya. Dan dengan lapang dada dan penuh kesabaran juga bersedia mengasuh
anak yatim. Ini suatu perbuatan yang jarang dilakukan orang. Bahkan orang kaya
sekalipun. Ternyata Allah Maha Pemurah. Member rizki bagi semua hambanya. Dan
memang semuanya diberi rizki sesuai kapasitasnya masing-masing. Wallahu a’lam
bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar