Tahlilan Malam Jumat Pon di Masjid Baitul Atqiya' Pisang. |
Sewaktu masih mondok tahun
1995an saya mendengar bahwa ada kelompok tahlilan bapak-bapak di desa. Namanya babussalam.
Perintisnya Pak Saifuddin. Menurut penuturan Pak Samsuri, pada hari Kamis
beliaunya didatangi sendiri oleh Pak Saifuddin untuk diajak datang nanti
malamnya acara tahlilan di rumah Pak Saeran. Dan betul, ketika pas waktunya
beliau datang dan di sana ada lima orang. Itulah awal beliau bergabung di acara
tahlilan malam jumat yang akhirnya diberi nama Jamiyah Tahlil Wa Taklim
Babussalam. Hingga sekarang anggotanya
berjumlah sekitar 40 orang.
Dari sekian lama berjalan sudah
ada semacam ketua yang bertugas mengkoordinir acara. Masih menurut Samsuri ada
tiga yakni Siram, Ngaderi hingga sekarang dipegang oleh Kasmo. Nama kedua
pertama sudah meninggal. Sejak awal kelompok ini Pak Saifuddin didapuk menjadi Pembina
hingga beliau meninggal. Proses pergantiannya tidak melalui periodisasi. Namun hingga
yang bersangkutan meninggal. Ini bisa dimaklumi karena organisasi masih
bersifat patembayan, paguyuban. Sarana berkumpul namun ada manfaatnya. Sebenarnya
bila ditilik acara tahlilan seperti ini untuk meraih kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
Tausiah sedang disampaikan oleh seorang pembina. |
Jamaah sedang mengikuti rangkaian acara. |
Di dunia dalam kehidupan
sehari-hari dengan bersilaturahmi minimal sekali dalam sepekan. Bila sering
bertemu maka akan meminimalisir permasalahan yang muncul. Setidak-tidaknya akan
senantiasa terjalin keakraban dan mencegah pertengkaran. Bila ini terjalin maka
hidup akan bisa dinikmati, tenang jauh dari konflik. Dan akhirnya harmoni kehidupan
bisa diraih. Apa sih yang diraih bila tidak hidup bahagia dalam kehidupan
sehari-hari. Bagi masyarakat desa terlihat hidupnya tidak neko-neko,
nganeh-nganehi. Selintas saya melihat kondisi riel anggota jamaah, hidup apaadanya.
Ada keyakinan selagi ada siang maka rizki akan bisa diraih. Dan nyatanya hidup
tanpa beban. Hidup dijalani saja. Tanpa harus memperturutkan keinginan. Keinginan
harus menjadi tujuan hidup.
Sisi kehidupan akhirat sebagai
persiapan untuk menghadapi kehidupan setelah sekarang. Dengan taklim ada
pengajian yang disampaikan bergantian dari Pembina dan tokoh agama yang ada. Diharapkan
bisa dijadikan bekal dalam melangkah baik sekarang maupun yang akan datang.
Bila dilihat dari latar belakang profesi
memang kebanyakan petani. Disamping ada juga yang menjadi guru, pensiunan
tentara. Namun jumlahhya sedikit. Sehingga yang sedikit harus bisa mengayomi
yang mayoritas. Dan Alhamdulillah, saya melihat kegiatan ini berlangsung terus
dan tetap eksis. Karena keistikomahan semua pihak. Walau hujan, ada acara –apalagi
malam jumat sering benturan ada acara, namun acara tahlil tetap berjalan. Disamping
ada peraturan yang tidak tertulis bahwa kegiatan ini harus nirpolitik. Bukan berarti
buta atas realitas politik namun bukan menjadikan politik sebagai tujuan. Karena
dirasakan hal-hal yang berbau politik jamaah merasa alergi. Setidaknya tidak
vulgar. Bisa memahami bahasa politik arus bawah.
Dari segi pembiayaan hanya
mengandalkan dari iuran anggota. Dulu hanya iuran RP 500,00 perpertemuan. Sedangkan
sekarang iurannya Rp 1.000,00 baru-baru ini saja. Untuk penyesuian harga.
Saya melihat ada pelayanan yang
diberikan kepada anggota. Diantaranya adalah hadiah fatihah dan tahlil untuk
anggota yang masih meninggal. Bila ada salah satu anggota yang meninggal,
anggota yang lain akan ikut tahlil hingga selesainya tahapan tahlil. Baik fidaan,
3, 7, 40, 100 hingga sesuai permintaan keluarga yang meninggal. Bahkan dalam
tahlil malam jumat Pon di masjid Baitul Atqiya’
para anggota yang sudah almarhum disertakan untuk dikirimi doa tahlil.
Akan menjadi lebih baik lagi ke
depan apabila ada program yang terarah dan terukur untuk lebih baik.
dioptimalkannya pengurus yang ada sehingga potensi yang ada pada diri jamaah
bisa lebih dimaksimalkan. Ujung-ujungnya jamaah sendiri yang menerima hasilnya.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar