Jumat, 24 Januari 2014

Jamiyah Tahlil Wa Taklim Babussalam

Tahlilan Malam Jumat Pon di Masjid Baitul Atqiya' Pisang.
Sewaktu masih mondok tahun 1995an saya mendengar bahwa ada kelompok tahlilan bapak-bapak di desa. Namanya babussalam. Perintisnya Pak Saifuddin. Menurut penuturan Pak Samsuri, pada hari Kamis beliaunya didatangi sendiri oleh Pak Saifuddin untuk diajak datang nanti malamnya acara tahlilan di rumah Pak Saeran. Dan betul, ketika pas waktunya beliau datang dan di sana ada lima orang. Itulah awal beliau bergabung di acara tahlilan malam jumat yang akhirnya diberi nama Jamiyah Tahlil Wa Taklim Babussalam.  Hingga sekarang anggotanya berjumlah sekitar 40 orang.
Dari sekian lama berjalan sudah ada semacam ketua yang bertugas mengkoordinir acara. Masih menurut Samsuri ada tiga yakni Siram, Ngaderi hingga sekarang dipegang oleh Kasmo. Nama kedua pertama sudah meninggal. Sejak awal kelompok ini Pak Saifuddin didapuk menjadi Pembina hingga beliau meninggal. Proses pergantiannya tidak melalui periodisasi. Namun hingga yang bersangkutan meninggal. Ini bisa dimaklumi karena organisasi masih bersifat patembayan, paguyuban. Sarana berkumpul namun ada manfaatnya. Sebenarnya bila ditilik acara tahlilan seperti ini untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Tausiah sedang disampaikan oleh seorang pembina.

Jamaah sedang mengikuti rangkaian acara.

Di dunia dalam kehidupan sehari-hari dengan bersilaturahmi minimal sekali dalam sepekan. Bila sering bertemu maka akan meminimalisir permasalahan yang muncul. Setidak-tidaknya akan senantiasa terjalin keakraban dan mencegah pertengkaran. Bila ini terjalin maka hidup akan bisa dinikmati, tenang jauh dari konflik. Dan akhirnya harmoni kehidupan bisa diraih. Apa sih yang diraih bila tidak hidup bahagia dalam kehidupan sehari-hari. Bagi masyarakat desa terlihat hidupnya tidak neko-neko, nganeh-nganehi. Selintas saya melihat kondisi riel anggota jamaah, hidup apaadanya. Ada keyakinan selagi ada siang maka rizki akan bisa diraih. Dan nyatanya hidup tanpa beban. Hidup dijalani saja. Tanpa harus memperturutkan keinginan. Keinginan harus menjadi tujuan hidup.
Sisi kehidupan akhirat sebagai persiapan untuk menghadapi kehidupan setelah sekarang. Dengan taklim ada pengajian yang disampaikan bergantian dari Pembina dan tokoh agama yang ada. Diharapkan bisa dijadikan bekal dalam melangkah baik sekarang maupun yang akan datang.
Bila dilihat dari latar belakang profesi memang kebanyakan petani. Disamping ada juga yang menjadi guru, pensiunan tentara. Namun jumlahhya sedikit. Sehingga yang sedikit harus bisa mengayomi yang mayoritas. Dan Alhamdulillah, saya melihat kegiatan ini berlangsung terus dan tetap eksis. Karena keistikomahan semua pihak. Walau hujan, ada acara –apalagi malam jumat sering benturan ada acara, namun acara tahlil tetap berjalan. Disamping ada peraturan yang tidak tertulis bahwa kegiatan ini harus nirpolitik. Bukan berarti buta atas realitas politik namun bukan menjadikan politik sebagai tujuan. Karena dirasakan hal-hal yang berbau politik jamaah merasa alergi. Setidaknya tidak vulgar. Bisa memahami bahasa politik arus bawah.
Dari segi pembiayaan hanya mengandalkan dari iuran anggota. Dulu hanya iuran RP 500,00 perpertemuan. Sedangkan sekarang iurannya Rp 1.000,00 baru-baru ini saja. Untuk penyesuian harga.
Saya melihat ada pelayanan yang diberikan kepada anggota. Diantaranya adalah hadiah fatihah dan tahlil untuk anggota yang masih meninggal. Bila ada salah satu anggota yang meninggal, anggota yang lain akan ikut tahlil hingga selesainya tahapan tahlil. Baik fidaan, 3, 7, 40, 100 hingga sesuai permintaan keluarga yang meninggal. Bahkan dalam tahlil malam jumat Pon di masjid Baitul Atqiya’  para anggota yang sudah almarhum disertakan untuk dikirimi doa tahlil.

Akan menjadi lebih baik lagi ke depan apabila ada program yang terarah dan terukur untuk lebih baik. dioptimalkannya pengurus yang ada sehingga potensi yang ada pada diri jamaah bisa lebih dimaksimalkan. Ujung-ujungnya jamaah sendiri yang menerima hasilnya. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar