Rabu, 15 Januari 2014

Burung Emprit

Bila tinggal di desa, masih sering kita jumpai burung satu ini burung emprit. Jenis burung ini berukuran kecil. Suaranya renyah sekali. Dan akan cepat mengenali suaranya walau tidak melihat sendiri.
Burung ini biasa menjadi musuh para petani. Apalagi mendekati masa panen padi. Pak Tani berusaha menunggu sawahnya dari amukan para burung ini. Dan biasanya menunggu secara bergiliran antar anggota keluarga. Ketika saya masih remaja dulu juga pernah disuruh orang tua untuk ke sawah. Namun seiring berjalannya waktu hanya sesekali ke sawah. Karena banyak di luar desa karena masih mondok.

Bila kita mau memperhatikan dengan seksama ada hikmah yang bisa kita petik dari kehidupan burung emprit. Memang Gusti Allah Maha Sempurna. Menciptakan suatu makhluk  hidup pastilah ada hikmahnya. Tidak hanya burung yang bentuknya masih bisa dilihat. Bahkan nyamuk yang lebih kecil lagi masih ada hikmah yang bisa diambil. Memang kita diperintahkan  untuk mengambil hikmah dari setiap kejadian dari kehidupan.
Adapun hikmah yang bisa diambil dari burung emprit adalah kebersamaan dalam membangun rumah tangga. Sebelum berkembangbiak dalam arti menemukan pasangannya burung emprit hanya dirinya sendirinya yang dipikir. Namun setelah bertemu pasangannya mereka bersama-sama membuat rumah –susuh dalam bahasa Jawa. Entah di pohon mana yang dirasa nyaman. Bahan rumah diambil dan dicari bersama sepasang ini. Sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya jadilah rumah dengan sempurna. Tentu saja rumah burung emprit. Lalu berkembang biak. Lahirlah anak-anaknya dan diasuh bersama. Dicarikan makan bersama-sama. Hingga harus mencari makanan di tempat yang jauh. Nyatanya pergi dari sarangnya dalam keadaan perut kosong. Setelah pergi akhirnya juga bisa makan dan bisa memberi makan anak-anaknya.
Pelajaran yang bisa dipetik adalah ketika seseorang mau membina rumah tangga tidak usah disibukkan dengan membuat rumah terlebih dahulu. Keadaan apa adanya lalu bersama-sama dengan pasangan bahu-membahu untuk membuat rumah sebagai tempat berteduh, tempat kembali dari beraktivitas, tempat mendidik anak, tempat menerima tamu dan sebagainya. Jadi bisa saja di mulai dari nol. Suami juga tidak mempunyai apa begitu juga isteri. Bismillah, membina rumah tangga akhirnya berikhtiar bersama-sama. Bahu-membahu bersama. Hal ini akan terasa nikmat, hasil akhir akan dinikmati bersama sebagai buah jerik payah berdua. Bukan dari salah satunya. Namun dikerjakan bersama-sama. Ini akan mempunyai rasa memiliki yang seimbang. Akhirnya ikatan dan keharmonisan rumah tangga akan terbina dan bertahan lama. Ini berbeda dengan salah satu dari pasangan yang mempunyai atau the have. Bisa saja timbul anggapan hanya membawa orang saja –tidak membawa apa-apa. Namun tidak semuanya seperti itu. Yang jelas hidup yang ada dijalani, disyukuri sambil terus berikhtiar dan beramal saleh.
Namun ada sisi burung emprit yang kurang terpuji. Yakni bila sudah tumbuh besar anak-anaknya, si burung emprit mulai melupakan keluarganya. Berganti pasangan bahkan tidak perduli dengan keluarga atau anak turunnya sendiri. Ini yang bisa diambil bahwa kehidupan berumah tangga tidak hanya untuk waktu sesaat. Namun hingga akhir hayat. Karena ikrar akad pernikahan untuk membina rumah tangga seterusnya. Hingga mengantarkan anak cucu menjadi keturunan sale salehah. Bukan rumah tangga tetap namun bermain di luar rumah. Dampak negatifnya adalah alur keturunan yang tidak jelas. akibat jauhnya adalah dunia yang makin tidak berbentuk. Karena susah untuk diatur menuju kehidupan yang lebih baik. wallahu a’lam bi al shawab.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar