Kamis, 16 Januari 2014

Keberkahan Mahar Sebagai Modal Usaha

Oleh: Solichul Hadi

Ada suatu cerita yang berasal dari  seseorang yang bisa dipercaya. Sumber cerita masih hidup dan bisa ditanya sendiri. Ini berkaitan dengan mahar atau maskawin. Mahar adalah pemberian sesuatu dari calon suami kepada calon isteri. Bentuknyapun bisa bermacam-macam. Bisa berupa uang, barang, bahkan juga hafalan. Mengenai jumlah uang juga tidak ditentukan berapa jumlahnya.
Walaupun suatu daerah yang menentukan sekian jumlahya.  Namun pada dasarnya terserah tergantung kebiasaan yang berlaku pada suatu tempat. Ada yang mensyaratkan mahar yang mahal sehingga kelihatan pernikahan itu sangat mahal. Hingga akhirnya banyak yang tidak bisa menikah karena biaya tinggi ini. Akhirnya terjadilah hidup serumah tanpa ikatan nikah. Bahkan ada suatu daerah karena calon suami belum bisa membayar mas kawin terpaksa perkawinan tidak bisa dilangsungkan. Namun karena suka sama suka dan pihak keluarga tidak ada masalah diperbolehkan hidup serumah asal tidak hamil. Ini terjadi tidak di sekitar kita dan hal semacam ini tidak sesuai dengan ajaran yang kita pedomani.

Pada dasarnya hukum nikah adalah mubah. Menjadi wajib, sunah, haram dan makruh karena ada sebab yang datang. Ketika sudah terjadi pernikahan maka mahar menjadi salah satu rukun nikah. Bila tidak ada menjadi tidak sah. Namun ada anjuran dari agama kita untuk mempermudah urusan pernikahan. Walau dengan mahar khotamu min hadidin, cincin dari besi. Tentu saja bukan berarti dengan semurah-murahnya. Karena menyangkut harkat, martabat dan kehormatan perempuan. Boleh juga seperangkat alat salat atau hafalan dari beberapa ayat Alquran.
Ada juga yang menganjurkan berupa uang saja. Dan peruntukannya terserah isteri. Mau dihabiskan untuk belanja, diberikan kepada orang lain. Terserah si isteri. Karena mahar adalah hak isteri. Kemudian bila mahar dengan keikhlasan isteri digunakan untuk modal usaha bersama suami,  inilah cerita mahar yang berkah sebagai modal usaha bermula.
Ada sepasang keluarga muda yang menikah di tahun 1989. Mahar yang diserahkan suami waktu itu sebesar Rp 15.000,00. Oleh isteri uang mahar tersebut disimpan cukup lama dan tidak digunakan. Akhirnya uang mahar dibelikan sepasang mentok. Dan hingga sekarang masih beranak pinak. Walau tidak banyak ternyata pengakuan dari yang bersangkutan hasil mentok bisa untuk memenuhi kebutuhan mendadak. Dan akhirnya masalah bisa diatasi. Ini tidak berlangsung sekali dua kali namun berkali-kali. Misalnya untuk biaya sekolah anak. Walau kepepet peranakan mentok tidak dijual semua. Namun masih disisakan agar keberkahan terus mengikuti kehidupan keluarga ini.

Ada seseorang bertanya bagaimana saya bisa meniru hal di atas padahal saya sudah menikah lama dan anak saya sudah besar-besar. Jawabannya dianjurkan pengantin lama ini untuk tajdidun nikah. Dan kalau bisa maharnya agak banyak sekalian. Misalnya 5 juta. Tujuannya agar bisa digunakan untuk modal usaha. Ada seseorang yang mempraktekkan hal ini yakni sepasang keluarga pedagang. Setelah tajdidun nikah maharnya digunakan untuk modal dagang. Alhamdulillah sekarang usaha dagangnya tambah laris. Siapa yang ingin menyusul? Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar