Oleh: Solichul Hadi
Ada suatu cerita yang berasal dari seseorang yang bisa dipercaya. Sumber cerita
masih hidup dan bisa ditanya sendiri. Ini berkaitan dengan mahar atau maskawin.
Mahar adalah pemberian sesuatu dari calon suami kepada calon isteri.
Bentuknyapun bisa bermacam-macam. Bisa berupa uang, barang, bahkan juga
hafalan. Mengenai jumlah uang juga tidak ditentukan berapa jumlahnya.
Walaupun suatu daerah yang menentukan
sekian jumlahya. Namun pada dasarnya
terserah tergantung kebiasaan yang berlaku pada suatu tempat. Ada yang
mensyaratkan mahar yang mahal sehingga kelihatan pernikahan itu sangat mahal.
Hingga akhirnya banyak yang tidak bisa menikah karena biaya tinggi ini.
Akhirnya terjadilah hidup serumah tanpa ikatan nikah. Bahkan ada suatu daerah
karena calon suami belum bisa membayar mas kawin terpaksa perkawinan tidak bisa
dilangsungkan. Namun karena suka sama suka dan pihak keluarga tidak ada masalah
diperbolehkan hidup serumah asal tidak hamil. Ini terjadi tidak di sekitar kita
dan hal semacam ini tidak sesuai dengan ajaran yang kita pedomani.
Pada dasarnya hukum nikah adalah
mubah. Menjadi wajib, sunah, haram dan makruh karena ada sebab yang datang.
Ketika sudah terjadi pernikahan maka mahar menjadi salah satu rukun nikah. Bila
tidak ada menjadi tidak sah. Namun ada anjuran dari agama kita untuk mempermudah
urusan pernikahan. Walau dengan mahar khotamu min hadidin, cincin dari besi.
Tentu saja bukan berarti dengan semurah-murahnya. Karena menyangkut harkat,
martabat dan kehormatan perempuan. Boleh juga seperangkat alat salat atau
hafalan dari beberapa ayat Alquran.
Ada juga yang menganjurkan berupa
uang saja. Dan peruntukannya terserah isteri. Mau dihabiskan untuk belanja,
diberikan kepada orang lain. Terserah si isteri. Karena mahar adalah hak
isteri. Kemudian bila mahar dengan keikhlasan isteri digunakan untuk modal
usaha bersama suami, inilah cerita mahar
yang berkah sebagai modal usaha bermula.
Ada sepasang keluarga muda yang
menikah di tahun 1989. Mahar yang diserahkan suami waktu itu sebesar Rp
15.000,00. Oleh isteri uang mahar tersebut disimpan cukup lama dan tidak
digunakan. Akhirnya uang mahar dibelikan sepasang mentok. Dan hingga sekarang
masih beranak pinak. Walau tidak banyak ternyata pengakuan dari yang
bersangkutan hasil mentok bisa untuk memenuhi kebutuhan mendadak. Dan akhirnya
masalah bisa diatasi. Ini tidak berlangsung sekali dua kali namun berkali-kali.
Misalnya untuk biaya sekolah anak. Walau kepepet peranakan mentok tidak dijual
semua. Namun masih disisakan agar keberkahan terus mengikuti kehidupan keluarga
ini.
Ada seseorang bertanya bagaimana saya
bisa meniru hal di atas padahal saya sudah menikah lama dan anak saya sudah
besar-besar. Jawabannya dianjurkan pengantin lama ini untuk tajdidun nikah. Dan
kalau bisa maharnya agak banyak sekalian. Misalnya 5 juta. Tujuannya agar bisa digunakan
untuk modal usaha. Ada seseorang yang mempraktekkan hal ini yakni sepasang
keluarga pedagang. Setelah tajdidun nikah maharnya digunakan untuk modal
dagang. Alhamdulillah sekarang usaha dagangnya tambah laris. Siapa yang ingin
menyusul? Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar