Selasa, 24 Desember 2013

Masjid

Dalam sebulan Takmir Masjid Baitul Atqiya’ Pisang menggelar pengajian sebanyak tiga kali. Senin Pon dan Senin Kliwon adalah pengajian Tafsir Alquran yang diasuh oleh Drs. K. Imam Masyhadi dari Banjaranyar Tanjunganom. Waktunya jam 19.30-21.00 WIB. Sedangkan Pengajian Selasa Kliwon adalah pengajian rutin yang diasuh oleh KH. Hasanudin dari Pondok Pesantren Darul Muta’allimiin Pandanasri Kertosono.
Kebetulan kemarin hari Ahad malam tanggal 24 Nopember 2013 adalah waktunya pengajian Tafsir Alquran. Dalam uraiannya Pak Imam, biasa dipanggil- ketika membaca awal Surat Attaubat dilarang membaca basmalah. Bahkan diberi hukum haram. Sedang membaca ayat kedua hingga seterusnya mengawali dengan membaca basmalah berhukum makruh. Lebih baik untuk tidak membaca basmalah. Lalu mengapa tidak diperbolehkan membaca basmalah? Suatu ketika Sahabat Ali bin Abi Thalib memberi penjelasan mengenai hal ini. Surat Attaubat banyak membahas dengan masalah perang. Sedang basmalah menganjurkan perdamaian. Maka tidak bisa ketemu. Dalam hukum perang tidak ada rasa belas kasihan. Jika ini terjadi maka akan mati kena senjata lawan. Maka tidak diperkenankan membaca basmalah. Lalu penjelasan yang lain dalam surat ini Allah menunjukkan kemurkaanNya terhadap kaum kafir dan munafik.

Ada buku pelajaran yang menerangkan bahwa masjid pertama yang dibangun Nabi Muhammad Saw. Adalah Masjid Nabawi. Pernyataan ini kurang benar, yang sebenarnya adalah Masjid Quba. Masjid ini dibangun sebelum Kanjeng Nabi tiba di Madinah dalam rangka hijrah dari Mekkah. Lalu ada yang namanya Masjid Dhirar. Yakni masjid sebagai markas perlawanan kaum munafik kafir untuk menghancurkan umat Islam. setelah mengetahui kejadian ini, Kanjeng Nabi menghancurkan masjid ini.
Mengenai masjid ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan.
1.   Yang namanya masjid adalah bersifat umum. Dalam arti dalam hal penggunaan dan aturan main. Atau aturan umum. Boleh dalam kepemilikan pribadi atau wakaf. Sedang wakaf adalah lebih utama.
2.  Ciri utama masjid adalah bisa digunakan untuk iktikaf. Yakni berdiam diri dengan duduk di dalam masjid. Yang bernilai ibadah. Baik digunakan untuk membaca Alquran, membaca salawat Nabi, berdzikir dan sejenisnya. Batas iktikaf adalah ketika sudah berdiri atau karena tertidur. Jadi seumpama selesai salat yakni setelah salam lalu berniat iktikaf dilanjutkan dzikiran ini malah lebih baik. jadi selama dimasjid bernilai ibadah.
3.  Pelaksanaan salaat jumat harus dilakukan di dalam masjid. Selain masjid tidak sah. Jadi bila ada musala dijadikan tempat salat jumat maka batal dengan sendirinya. Namun tidak semua masjid harus didirikan salat jumat. Bisa saja agar bisa digunakan untuk iktikaf. Oleh karena pentingnya masjid maka perlu dijaga hal-hal yang bisa merusak kesucian masjid. Bahkan berkata manis/manja, senyuman dan kedipan mata kepada pasangan juga dilarang/haram. intinya yang membuat hati pasangan senang.
4.  Berbicara tentang hal dunia juga dilarang. Berkaitan dengan perdagangan, tawar menawar barang. Termasuk disini adalah tepung tangan dan bersiul. Karena hal ini adalah kebiasaan orang Arab Jahiliyah. Juga bernyanyi. Lalu bagaimana kaset nyanyian diputar untuk mengawali kegiatan di masjid? Boleh saja. Tetapi yang mengajak kebaikan seperti lagu kasidah dan salawatan. Bila ada pertunjukan nyanyian dianjurkan untuk di halaman masjid atau di jalan. Ini dalam rangka menjaga kebaikan. Begitu pula orang yang berhadas besar dilarang berdiam di masjid bahkan berjalan sekalipun. Termasuk di sini orang yang haid, nifas.
5.  Derajat sama. Siapapun yang datang terlebih dahulu berhak untuk menempati posisi yang diinginkan. Tidak peduli kaya hingga orang tidak punya. Sama tempatnya bahkan boleh berdampingan. Tidak boleh ada yang menempati tempat tertentu di dalam masjid. Lalu bolehkan seorang presiden menempati saf tertentu di Masjid Istiqlal? Presiden adalah jabatan pemerintahan. Setara dengan qadi/khalifah yang memutus sesaatu permasalahan masyarakat. Jadi boleh menempati tempat tertentu yang diinginkan.

6.  Badan masjid tidak boleh dijual. Boleh diberikan kepada sesama masjid. Badan masjid disini berarti seperti tiang, genteng. Bila tidak dipergunakan sebaiknya diberikan ke masjid lain yang membutuhkan. Bila hal-hal yang kecil misalnya kayu bekas bangunan (habis pakai) bila memungkinkan dijual agar hasilnya digunakan untuk memakmurkan masjid. Mengenai pendapat terakhir ini ada ulama yang membolehkan. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar