Dalam sebulan Takmir Masjid Baitul Atqiya’
Pisang menggelar pengajian sebanyak tiga kali. Senin Pon dan Senin Kliwon
adalah pengajian Tafsir Alquran yang diasuh oleh Drs. K. Imam Masyhadi dari
Banjaranyar Tanjunganom. Waktunya jam 19.30-21.00 WIB. Sedangkan Pengajian
Selasa Kliwon adalah pengajian rutin yang diasuh oleh KH. Hasanudin dari Pondok
Pesantren Darul Muta’allimiin Pandanasri Kertosono.
Kebetulan kemarin hari Ahad malam tanggal 24
Nopember 2013 adalah waktunya pengajian Tafsir Alquran. Dalam uraiannya Pak
Imam, biasa dipanggil- ketika membaca awal Surat Attaubat dilarang membaca
basmalah. Bahkan diberi hukum haram. Sedang membaca ayat kedua hingga
seterusnya mengawali dengan membaca basmalah berhukum makruh. Lebih baik untuk
tidak membaca basmalah. Lalu mengapa tidak diperbolehkan membaca basmalah?
Suatu ketika Sahabat Ali bin Abi Thalib memberi penjelasan mengenai hal ini.
Surat Attaubat banyak membahas dengan masalah perang. Sedang basmalah
menganjurkan perdamaian. Maka tidak bisa ketemu. Dalam hukum perang tidak ada
rasa belas kasihan. Jika ini terjadi maka akan mati kena senjata lawan. Maka
tidak diperkenankan membaca basmalah. Lalu penjelasan yang lain dalam surat ini
Allah menunjukkan kemurkaanNya terhadap kaum kafir dan munafik.
Ada buku pelajaran yang menerangkan bahwa
masjid pertama yang dibangun Nabi Muhammad Saw. Adalah Masjid Nabawi.
Pernyataan ini kurang benar, yang sebenarnya adalah Masjid Quba. Masjid ini
dibangun sebelum Kanjeng Nabi tiba di Madinah dalam rangka hijrah dari Mekkah.
Lalu ada yang namanya Masjid Dhirar. Yakni masjid sebagai markas perlawanan
kaum munafik kafir untuk menghancurkan umat Islam. setelah mengetahui kejadian
ini, Kanjeng Nabi menghancurkan masjid ini.
Mengenai masjid ada beberapa catatan yang perlu
diperhatikan.
1.
Yang namanya masjid adalah bersifat umum. Dalam
arti dalam hal penggunaan dan aturan main. Atau aturan umum. Boleh dalam
kepemilikan pribadi atau wakaf. Sedang wakaf adalah lebih utama.
2. Ciri
utama masjid adalah bisa digunakan untuk iktikaf. Yakni berdiam diri dengan
duduk di dalam masjid. Yang bernilai ibadah. Baik digunakan untuk membaca
Alquran, membaca salawat Nabi, berdzikir dan sejenisnya. Batas iktikaf adalah
ketika sudah berdiri atau karena tertidur. Jadi seumpama selesai salat yakni
setelah salam lalu berniat iktikaf dilanjutkan dzikiran ini malah lebih baik.
jadi selama dimasjid bernilai ibadah.
3. Pelaksanaan
salaat jumat harus dilakukan di dalam masjid. Selain masjid tidak sah. Jadi
bila ada musala dijadikan tempat salat jumat maka batal dengan sendirinya.
Namun tidak semua masjid harus didirikan salat jumat. Bisa saja agar bisa
digunakan untuk iktikaf. Oleh karena pentingnya masjid maka perlu dijaga
hal-hal yang bisa merusak kesucian masjid. Bahkan berkata manis/manja, senyuman
dan kedipan mata kepada pasangan juga dilarang/haram. intinya yang membuat hati
pasangan senang.
4. Berbicara
tentang hal dunia juga dilarang. Berkaitan dengan perdagangan, tawar menawar
barang. Termasuk disini adalah tepung tangan dan bersiul. Karena hal ini adalah
kebiasaan orang Arab Jahiliyah. Juga bernyanyi. Lalu bagaimana kaset nyanyian
diputar untuk mengawali kegiatan di masjid? Boleh saja. Tetapi yang mengajak
kebaikan seperti lagu kasidah dan salawatan. Bila ada pertunjukan nyanyian
dianjurkan untuk di halaman masjid atau di jalan. Ini dalam rangka menjaga
kebaikan. Begitu pula orang yang berhadas besar dilarang berdiam di masjid
bahkan berjalan sekalipun. Termasuk di sini orang yang haid, nifas.
5. Derajat
sama. Siapapun yang datang terlebih dahulu berhak untuk menempati posisi yang
diinginkan. Tidak peduli kaya hingga orang tidak punya. Sama tempatnya bahkan
boleh berdampingan. Tidak boleh ada yang menempati tempat tertentu di dalam
masjid. Lalu bolehkan seorang presiden menempati saf tertentu di Masjid
Istiqlal? Presiden adalah jabatan pemerintahan. Setara dengan qadi/khalifah
yang memutus sesaatu permasalahan masyarakat. Jadi boleh menempati tempat
tertentu yang diinginkan.
6. Badan
masjid tidak boleh dijual. Boleh diberikan kepada sesama masjid. Badan masjid
disini berarti seperti tiang, genteng. Bila tidak dipergunakan sebaiknya
diberikan ke masjid lain yang membutuhkan. Bila hal-hal yang kecil misalnya
kayu bekas bangunan (habis pakai) bila memungkinkan dijual agar hasilnya
digunakan untuk memakmurkan masjid. Mengenai pendapat terakhir ini ada ulama
yang membolehkan. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar