Selasa, 24 Desember 2013

Berlebih-lebihan

Suatu  ketika saya bertemu dengan guru saya semasa sekolah di SMP. Nama  beliau Drs. Suwoto. Atau biasa dipanggil Pak Woto. Seingat saya beliau mengajar BP. Dan waktu itu pelajaran BP ada jam masuk kelas. Satu jam/minggu. BP di sekolah sekarang tidak masuk kelas hanya berfungsi sebagai tempat konseling permasalah belajar siswa. Bahkan terkadang menjadi polisi sekolah. Dan siswa merasa takut bila mendapat panggilan BP. Dalam benak siswa bila dipanggil BP berarti ada aturan sekolah yang dilanggar dan ujung-ujungnya mendapat sanksi. Sekarang Pak Woto sudah purna tepatnya bulan April kemarin. Beliau kelihatan energik masih sama dengan ketika mengajar dulu. Hanya keriput yang menambah wajah menandakan usia yang terus berjalan.
Pak Woto tinggal di Jombang kota. Sedang tempat mengajar selama 30 tahun terletak di Kertosono. Sebenarnya ada keinginan kuat untuk mutasi di tempat dekat rumah. Namun dari kesemua jalan yang ditempuh tetap tidak membuahkan hasil. Lalu membuat kesimpulan diterima saja penempatan ini. Maka tak ayal selama berdinas harus menempuh jarak Kertosono – Jombang PP tanpa mengeluh.
Pernah suatu ketika gaji masih RP 26.000,00. Kerena sudah berkeluarga dan mempunyai momongan yang harus dibelikan susu maka gaji yang diterima harus dicukup-cukupkan. Biaya transportasi harus ditekan asal tetap bisa mengajar. Salah satu solusinya adalah naik truk. Dan ini dijalani dengan suka cita.
Menarik dari apa yang disampaikan beliau. Banyak pegawai negeri yang sakit di dalam. Maksudnya adalah sakit yang tidak tampak. Dari hasil menggapai sesuatu yang terlalu tinggi. Ada kenaikan gaji sedikit saja sudah kredit mobil, membangun rumah yang megah. Padahal sebenarnya gajinya hanya cukup untuk biaya hidup dengan sederhana. Darimana untuk membayar hutang sedang untuk biaya hidup saja pas-pasan. Maka tak ayal bisa besar pasak dari pada tiang. Bisa ambruk, keuangan keluarga. Banyak yang terjadi dikalangan pegawai. Sehingga banyak yang sakit stroke di usia pensiun. Bahkan ada juga juga masih di usia produktif sudah sakit. Sehingga ketika tiba waktunya menikmati masa pensiun tinggal sakit saja. Tidak menikmati dan tidak bahagia menunggui cucu. Begitu gambaran pensiun orang desa.
Ada rasa kagum dan bangga pada Pak Woto. Kelihatan beliau bisa khusnul khatimah menjadi guru. Pensiun tanpa beban. Karena bisa menikmati. Dan tidak ada masalah dengan tempat kerja dan teman. Anak-anak sudah berkeluarga dan tinggal di tempat masing-masing. Dan praktis sekarang hanya berdua dengan ibu di rumah.
Sebagai pegawai bisa akan menikmati hidup bila hidup dengan sewajarnya. Artinya menyesuaikan dengan kemampuan. Karena bila memaksa diri maka bisa-bisa tidak karuan kejadiannya. Makan dan minum pada dasarnya adalah boleh. Namun bila berlebih-lebihan maka akan berakibat badan menjadi sakit. Kemampuan perut hanya makan satu piring. Namun karena makanannya cocok dan sesuai dengan selera maka tambah satu piring lagi. Sehingga menjadi dua piring. Bila ini berlangsung dalam jangka waktu lama maka akan berakibat tidak baik. bisa sakit. Karena proses pencernaan makanan tidak berlangsung dengan baik. maka akan jatuh sakit. Menurut penuturan ahli bijak sebenarnya sakit karena dua hal. Yakni karena perut dan mulut. Bila tidak berlebih-lebihan dalam hal makan maka bisa sehatlah tubuh ini. Maka lagi-lagi benar seperti yang didawuhkan Kanjeng Nabi bahkan kita dianjurkan untuk makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang. Maka bila tips ini dikerjakan dengan istikomah insyaallah sehat badan akan tergapai.
Berlebih-lebihan dalam harta juga begitu. Memiliki harta boleh. Dan Islam mengakui hak kekayaan seseorang. Dan mendapat perlindungan hukum. Namun dengan cara yang baik untuk memperolehnya begitu pula cara pentasarufannya. Bila ini dipegang maka akan bahagia hidupnya. Namun kalau selalu kurang dan berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa memandang ini baik, halal dan tayyib maka akan menabraka aturan yang ada. Mungkin bisa dan terkumpul banyak namun bila tidak barakah bisa-bisa masuk bui, masuk prodeo, alias masuk penjara. Jangan lalu membawa madzab aji mumpung. Mumpung berkuasa maka membuat kebijakan yang semena-mena. Bahkan gaji sebagai hakim mendapat 150 juta/bulan saja masih kurang. Dan masih mencari lagi dan mencari lagi. Jual perkarapun menjadi pilihan. Ternyata pendapatan banyak plus tunjangan tidak menyurutkan niat untuk berbuat kesalahan. Apa ini sudah menjadi kebiasaan atau watak sehingga sulit dihindari bahkan dihilangkan.

Akhirnya dalam mengerjakan sesuatu begitu juga dalam bekerja atau terlebih dalam mencari rizki tidak boleh berlebihan. Kata kuncinya adalah tidak boleh berlebihan. Karena bila berlebihan akan berhenti aliran kekayaan. Bila mampet bisa banjir. Ini kiasan untuk air yang tidak bisa mengalir. Bisa menjadi sarang nyamuk dan menimbulkan penyakit. Begitu pula dengan harta. Bila hanya dikuasai oleh segelintir orang maka akan menimbulkan malapetaka di kemudian hari. Tinggal menunggu bom waktu saja. Begitu pula dalam hal makan dan minum. Secukupnya saja. Sehingga di masa tua bisa menikmati segala makanan. Tentu saja yang halal dan tayyib. Tanpa harus ada pantangan. Asal saja tidak berlebih-lebihan. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar