Suatu ketika saya bertemu dengan guru saya semasa
sekolah di SMP. Nama beliau Drs. Suwoto.
Atau biasa dipanggil Pak Woto. Seingat saya beliau mengajar BP. Dan waktu itu
pelajaran BP ada jam masuk kelas. Satu jam/minggu. BP di sekolah sekarang tidak
masuk kelas hanya berfungsi sebagai tempat konseling permasalah belajar siswa.
Bahkan terkadang menjadi polisi sekolah. Dan siswa merasa takut bila mendapat
panggilan BP. Dalam benak siswa bila dipanggil BP berarti ada aturan sekolah
yang dilanggar dan ujung-ujungnya mendapat sanksi. Sekarang Pak Woto sudah
purna tepatnya bulan April kemarin. Beliau kelihatan energik masih sama dengan
ketika mengajar dulu. Hanya keriput yang menambah wajah menandakan usia yang
terus berjalan.
Pak Woto tinggal di Jombang kota.
Sedang tempat mengajar selama 30 tahun terletak di Kertosono. Sebenarnya ada
keinginan kuat untuk mutasi di tempat dekat rumah. Namun dari kesemua jalan
yang ditempuh tetap tidak membuahkan hasil. Lalu membuat kesimpulan diterima
saja penempatan ini. Maka tak ayal selama berdinas harus menempuh jarak
Kertosono – Jombang PP tanpa mengeluh.
Pernah suatu ketika gaji masih RP
26.000,00. Kerena sudah berkeluarga dan mempunyai momongan yang harus dibelikan
susu maka gaji yang diterima harus dicukup-cukupkan. Biaya transportasi harus
ditekan asal tetap bisa mengajar. Salah satu solusinya adalah naik truk. Dan
ini dijalani dengan suka cita.
Menarik dari apa yang disampaikan
beliau. Banyak pegawai negeri yang sakit di dalam. Maksudnya adalah sakit yang
tidak tampak. Dari hasil menggapai sesuatu yang terlalu tinggi. Ada kenaikan
gaji sedikit saja sudah kredit mobil, membangun rumah yang megah. Padahal
sebenarnya gajinya hanya cukup untuk biaya hidup dengan sederhana. Darimana
untuk membayar hutang sedang untuk biaya hidup saja pas-pasan. Maka tak ayal
bisa besar pasak dari pada tiang. Bisa ambruk, keuangan keluarga. Banyak yang
terjadi dikalangan pegawai. Sehingga banyak yang sakit stroke di usia pensiun.
Bahkan ada juga juga masih di usia produktif sudah sakit. Sehingga ketika tiba
waktunya menikmati masa pensiun tinggal sakit saja. Tidak menikmati dan tidak
bahagia menunggui cucu. Begitu gambaran pensiun orang desa.
Ada rasa kagum dan bangga pada Pak Woto. Kelihatan beliau bisa khusnul khatimah menjadi guru. Pensiun tanpa beban. Karena bisa menikmati. Dan tidak ada masalah dengan tempat kerja dan teman. Anak-anak sudah berkeluarga dan tinggal di tempat masing-masing. Dan praktis sekarang hanya berdua dengan ibu di rumah.
Ada rasa kagum dan bangga pada Pak Woto. Kelihatan beliau bisa khusnul khatimah menjadi guru. Pensiun tanpa beban. Karena bisa menikmati. Dan tidak ada masalah dengan tempat kerja dan teman. Anak-anak sudah berkeluarga dan tinggal di tempat masing-masing. Dan praktis sekarang hanya berdua dengan ibu di rumah.
Sebagai pegawai bisa akan
menikmati hidup bila hidup dengan sewajarnya. Artinya menyesuaikan dengan
kemampuan. Karena bila memaksa diri maka bisa-bisa tidak karuan kejadiannya. Makan
dan minum pada dasarnya adalah boleh. Namun bila berlebih-lebihan maka akan
berakibat badan menjadi sakit. Kemampuan perut hanya makan satu piring. Namun
karena makanannya cocok dan sesuai dengan selera maka tambah satu piring lagi.
Sehingga menjadi dua piring. Bila ini berlangsung dalam jangka waktu lama maka
akan berakibat tidak baik. bisa sakit. Karena proses pencernaan makanan tidak
berlangsung dengan baik. maka akan jatuh sakit. Menurut penuturan ahli bijak
sebenarnya sakit karena dua hal. Yakni karena perut dan mulut. Bila tidak
berlebih-lebihan dalam hal makan maka bisa sehatlah tubuh ini. Maka lagi-lagi
benar seperti yang didawuhkan Kanjeng Nabi bahkan kita dianjurkan untuk makan
sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang. Maka bila tips ini dikerjakan
dengan istikomah insyaallah sehat badan akan tergapai.
Berlebih-lebihan dalam harta juga
begitu. Memiliki harta boleh. Dan Islam mengakui hak kekayaan seseorang. Dan
mendapat perlindungan hukum. Namun dengan cara yang baik untuk memperolehnya begitu
pula cara pentasarufannya. Bila ini dipegang maka akan bahagia hidupnya. Namun
kalau selalu kurang dan berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa
memandang ini baik, halal dan tayyib maka akan menabraka aturan yang ada. Mungkin
bisa dan terkumpul banyak namun bila tidak barakah bisa-bisa masuk bui, masuk
prodeo, alias masuk penjara. Jangan lalu membawa madzab aji mumpung. Mumpung
berkuasa maka membuat kebijakan yang semena-mena. Bahkan gaji sebagai hakim
mendapat 150 juta/bulan saja masih kurang. Dan masih mencari lagi dan mencari
lagi. Jual perkarapun menjadi pilihan. Ternyata pendapatan banyak plus
tunjangan tidak menyurutkan niat untuk berbuat kesalahan. Apa ini sudah menjadi
kebiasaan atau watak sehingga sulit dihindari bahkan dihilangkan.
Akhirnya dalam mengerjakan
sesuatu begitu juga dalam bekerja atau terlebih dalam mencari rizki tidak boleh
berlebihan. Kata kuncinya adalah tidak boleh berlebihan. Karena bila berlebihan
akan berhenti aliran kekayaan. Bila mampet bisa banjir. Ini kiasan untuk air
yang tidak bisa mengalir. Bisa menjadi sarang nyamuk dan menimbulkan penyakit.
Begitu pula dengan harta. Bila hanya dikuasai oleh segelintir orang maka akan menimbulkan
malapetaka di kemudian hari. Tinggal menunggu bom waktu saja. Begitu pula dalam
hal makan dan minum. Secukupnya saja. Sehingga di masa tua bisa menikmati
segala makanan. Tentu saja yang halal dan tayyib. Tanpa harus ada pantangan.
Asal saja tidak berlebih-lebihan. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar