Selasa, 24 Desember 2013

Ibuku Pahlawanku

Kemarin hari Ahad bertepatan dengan tanggal 22 Desember. Hari dimana diperingati sebagai Hari Ibu. Mengapa ada peringatan hari Ibu dan tidak ada peringatan hari Bapak? Entah bagaimana jawabannya. Namun bila dirunut memang sosok Ibu adalah sosok manusia yang luar biasa. Di balik kelemahlembutan seorang Ibu ada jiwa ketegaran yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sepertinya habis untuk menggambarkan betapa mulianya seorang ibu.
Derajat ibu diakui dalam agama. Bahkan surga berada di bawah telapak kaki ibu. Jadi perilaku anak juga tergantung bagaimana perilaku ibu. Adanya Ibu menjadi jimat bagi anak. Apa yang disampaikan atau didoakan akan menjadi kenyataan. Doanya mustajabah. Maka tidak heran banyak anak yang sukses. Dibalik itu semua ada sosok ibu di belakangnya yang senantiasa mendoakan siang malam demi tercapai cita-cita sang anak.
Keberadaan ibu sangat diharapkan kehadirannya manakala beliau sudah tidak ada di tengah-tengah kita. Dan ini saya rasakan betul. Ibu saya memang sudah meninggal beberapa hari yang lalu tepatnya hari Kamis, 5 Desember 2013. Berselang 43 hari meninggalnya Bapak. Terasa bertubi-tubi ujian yang datang. Kedua beliau yang telah membesarkan saya dan adik-adik tidak terasa sudah pergi untuk selama-lamanya. Ketika sakit beliau berdua saya hanya bisa mengantar ke rumah sakit. Setelah itu saya mengikuti PLPG di Surabaya. Pada hari ke-6 PLPG Bapak meninggal. Begitu juga Ibu, ketika sakitnya kambuh saya hanya bisa mengantar berangkat ke rumah sakit. Ketika pas mulai saya bertugas menemani jaga datang kabar bahwa beliau juga meninggal. Jadi kedua beliau meninggal posisi saya jauh.
Masih teringat betul wajah Ibu. Seperti wajah ingatan saya ketika masih mondok dahulu di pesantren. Wajah yang sederhana menampakkan ibu yang tinggal di desa sebagai petani. Walau sebagai petani, ibu dianggap berhasil mengantarkan putra-putranya mapan. Begitu kata warga sekitar. Ibu sangat perhatian pada anak-anaknya. Apalagi masalah bekal untuk mondok. Sesekali masih membawakan lauk untuk makan di pondok. Juga jatah beras dan bekal untuk selama tinggal di pondok.
Yang tidak saya lupa adalah mengajak dan mengingatkan selalu akan salat lima waktu. Hampir pasti beliau selalu mengajak saya untuk salat berjamaah di musala sebelah rumah. Beliau menyampaikan sungguh eman bila tidak salat berjamaah. Mumpung masih ada waktu. Tidak cukup hanya berbicara, beliau juga langsung memberi contoh. Selalu berusaha juga salat berjamaah. Bahkan tetangga sebelah rumah juga masih teringat sosok ibu yang bersama-sama salat berjamaah di musala.
Kesederhanaan juga menjadi pengingat saya kepada Ibu. Beliau sederhana dalam hal berpakaian, berperilaku, dan berfikir. Apalagi dalam hal makan. Beliau menekankan tidak usah neko-neko dalam hal makan. Apalagi bagi keluarga muda. Pokoknya ada nasi dan lauk yang cukup untuk menjaga keseimbangan nutrisi sudah cukup. Karena bagi keluarga muda kebutuhannya masih sangat banyak. Disamping belum mapannya pekerjaan juga persiapan untuk membangun rumah. Ternyata memang baik.
Didikan beliau tentang salat tepat waktu sebenarnya adalah ajaran penting bagi anak. Mengingatkan dan mengajak anak untuk salat tepat waktu harusnya menjadi tradisi bagi seluruh keluarga muslim. Disamping sebagai amalan pertama yang akan ditanyai di alam kubur dengan salat seorang anak akan bisa dikenali perilakunya. Bila anak rajin salat bisa dianggap bahwa anak tersebut adalah anak saleh. Namun sebaliknya bila anak kadang salat dan kadang tidak bahkan tidak sama sekali maka bisa dikatakan si anak jauh dari nilai-nilai agama. Dan ajakan salat ini tidak hanya sebagai penghias bibir namun beliau sendiri juga memberi contoh. Hampir seluruh waktu salat beliau salat berjamaah di musala. Bahkan ketika menunggu Bapak di rumah sakit beliau juga masih menyempatkan salat berjamaah di masjid rumah sakit. Inila pelajaran yang bisa dipetik oleh para orang tua. Anak tidak hanya menjadi kebanggaan semata tanpa diisi dengan perilaku bernilai ibadah. Anak diajak untuk mengenali tuhannya, di dekatkan dengan tempat ibadahnya. insyaAllah bila jadi anak akan menjadi anak saleh.
Pola hidup sederhana tidak cukup hanya menjadi gerakan nasional tanpa aksi nyata. Langsung dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya berapakah kebutuhan kita sehari-hari? Makan sehari tiga kali. Satu porsi nasi pecel Rp 3.000,00. Empat ribu ditambah minum. Dikali tiga sehari butuh kurang dari lima belas ribu rupiah. Bila ada pejabat yang sebulan mendapat gaji seratusan juta lebih masih kurang. Dan harus mencari tambahan lagi dari sana sini apakah hal ini tidak berlebihan bin keterlaluan?
Ibu jatuh sakit setelah kirim doa tahlil 40 hari Bapak. Mungkin juga kelelahan. Ibu, jasamu tidak akan kulupa begitu juga adik-adik. Semoga Allah menerima semua amal Ibu, memaafkan segala salah dan dosa, diberi kelapangan di alam barzah, mendapat syafaat Rasulillah Saw., diakui sebagai umat beliau, dan akhirnya mendapat tempat yang mulia surga dengan rahmat Allah. Wallahu a’lam bi al shawab.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar