Kemarin hari Ahad bertepatan
dengan tanggal 22 Desember. Hari dimana diperingati sebagai Hari Ibu. Mengapa
ada peringatan hari Ibu dan tidak ada peringatan hari Bapak? Entah bagaimana
jawabannya. Namun bila dirunut memang sosok Ibu adalah sosok manusia yang luar
biasa. Di balik kelemahlembutan seorang Ibu ada jiwa ketegaran yang tidak bisa
diungkapkan dengan kata-kata. Sepertinya habis untuk menggambarkan betapa
mulianya seorang ibu.
Derajat ibu diakui dalam agama.
Bahkan surga berada di bawah telapak kaki ibu. Jadi perilaku anak juga
tergantung bagaimana perilaku ibu. Adanya Ibu menjadi jimat bagi anak. Apa yang
disampaikan atau didoakan akan menjadi kenyataan. Doanya mustajabah. Maka tidak
heran banyak anak yang sukses. Dibalik itu semua ada sosok ibu di belakangnya
yang senantiasa mendoakan siang malam demi tercapai cita-cita sang anak.
Keberadaan ibu sangat diharapkan
kehadirannya manakala beliau sudah tidak ada di tengah-tengah kita. Dan ini
saya rasakan betul. Ibu saya memang sudah meninggal beberapa hari yang lalu
tepatnya hari Kamis, 5 Desember 2013. Berselang 43 hari meninggalnya Bapak.
Terasa bertubi-tubi ujian yang datang. Kedua beliau yang telah membesarkan saya
dan adik-adik tidak terasa sudah pergi untuk selama-lamanya. Ketika sakit
beliau berdua saya hanya bisa mengantar ke rumah sakit. Setelah itu saya
mengikuti PLPG di Surabaya. Pada hari ke-6 PLPG Bapak meninggal. Begitu juga
Ibu, ketika sakitnya kambuh saya hanya bisa mengantar berangkat ke rumah sakit.
Ketika pas mulai saya bertugas menemani jaga datang kabar bahwa beliau juga
meninggal. Jadi kedua beliau meninggal posisi saya jauh.
Masih teringat betul wajah Ibu.
Seperti wajah ingatan saya ketika masih mondok dahulu di pesantren. Wajah yang
sederhana menampakkan ibu yang tinggal di desa sebagai petani. Walau sebagai
petani, ibu dianggap berhasil mengantarkan putra-putranya mapan. Begitu kata
warga sekitar. Ibu sangat perhatian pada anak-anaknya. Apalagi masalah bekal
untuk mondok. Sesekali masih membawakan lauk untuk makan di pondok. Juga jatah
beras dan bekal untuk selama tinggal di pondok.
Yang tidak saya lupa adalah
mengajak dan mengingatkan selalu akan salat lima waktu. Hampir pasti beliau
selalu mengajak saya untuk salat berjamaah di musala sebelah rumah. Beliau
menyampaikan sungguh eman bila tidak salat berjamaah. Mumpung masih ada waktu.
Tidak cukup hanya berbicara, beliau juga langsung memberi contoh. Selalu
berusaha juga salat berjamaah. Bahkan tetangga sebelah rumah juga masih
teringat sosok ibu yang bersama-sama salat berjamaah di musala.
Kesederhanaan juga menjadi
pengingat saya kepada Ibu. Beliau sederhana dalam hal berpakaian, berperilaku,
dan berfikir. Apalagi dalam hal makan. Beliau menekankan tidak usah neko-neko
dalam hal makan. Apalagi bagi keluarga muda. Pokoknya ada nasi dan lauk yang
cukup untuk menjaga keseimbangan nutrisi sudah cukup. Karena bagi keluarga muda
kebutuhannya masih sangat banyak. Disamping belum mapannya pekerjaan juga
persiapan untuk membangun rumah. Ternyata memang baik.
Didikan beliau tentang salat tepat
waktu sebenarnya adalah ajaran penting bagi anak. Mengingatkan dan mengajak
anak untuk salat tepat waktu harusnya menjadi tradisi bagi seluruh keluarga
muslim. Disamping sebagai amalan pertama yang akan ditanyai di alam kubur
dengan salat seorang anak akan bisa dikenali perilakunya. Bila anak rajin salat
bisa dianggap bahwa anak tersebut adalah anak saleh. Namun sebaliknya bila anak
kadang salat dan kadang tidak bahkan tidak sama sekali maka bisa dikatakan si
anak jauh dari nilai-nilai agama. Dan ajakan salat ini tidak hanya sebagai
penghias bibir namun beliau sendiri juga memberi contoh. Hampir seluruh waktu
salat beliau salat berjamaah di musala. Bahkan ketika menunggu Bapak di rumah
sakit beliau juga masih menyempatkan salat berjamaah di masjid rumah sakit. Inila
pelajaran yang bisa dipetik oleh para orang tua. Anak tidak hanya menjadi
kebanggaan semata tanpa diisi dengan perilaku bernilai ibadah. Anak diajak
untuk mengenali tuhannya, di dekatkan dengan tempat ibadahnya. insyaAllah bila
jadi anak akan menjadi anak saleh.
Pola hidup sederhana tidak cukup
hanya menjadi gerakan nasional tanpa aksi nyata. Langsung dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebenarnya berapakah kebutuhan kita sehari-hari? Makan
sehari tiga kali. Satu porsi nasi pecel Rp 3.000,00. Empat ribu ditambah minum.
Dikali tiga sehari butuh kurang dari lima belas ribu rupiah. Bila ada pejabat
yang sebulan mendapat gaji seratusan juta lebih masih kurang. Dan harus mencari
tambahan lagi dari sana sini apakah hal ini tidak berlebihan bin keterlaluan?
Ibu jatuh sakit setelah kirim doa
tahlil 40 hari Bapak. Mungkin juga kelelahan. Ibu, jasamu tidak akan kulupa
begitu juga adik-adik. Semoga Allah menerima semua amal Ibu, memaafkan segala
salah dan dosa, diberi kelapangan di alam barzah, mendapat syafaat Rasulillah
Saw., diakui sebagai umat beliau, dan akhirnya mendapat tempat yang mulia surga
dengan rahmat Allah. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar