Sederhana bermakna tidak
neko-neko, tidak aneh, biasa-biasa. Dalam kehidupan terkadang kita disibukkan
dengan perkara yang menyulitkan, mbulet dan bertele-tele, tidak cepat
menyelesaikan masalah. Perasaan seperti ini biasanya ditemui bila mengurus
administrasi di instansi public. Misalnya di kantor pemerintah, mengurus SIM,
SKCK, membayar pajak. Masyarakat yang akan mengurus surat harus melewati
beberapa meja. Dan setiap meja dibutuhkan satu amplop. Bila ada beberapa meja
tinggal mengalikan saja. Sehingga terasa ribet untuk mendapatkan satu surat
saja. Dalam pikiran para pemangku kepentingan mungkin berprinsip selagi masih
dipersulit mengapa dipermudah. Dan perilaku seperti ini berlangsung lama dan
massif.
Padahal di luar sana, ada
keinginan kuat untuk merubah hal itu semua. Segala sesuatu dibuat mudah agar
terjadi efisiensi. Bukankah para pemangku kepentingan juga sebelum menjalani
tugasnya sudah diberi inservis training/diklat prajabatan agar bisa memberi
pelayanan prima kepada pelanggan. Namun entah mengapa perilaku ini tidak bisa
dirubah. Jangan-jangan oleh karena system yang sudah terbentuk sehingga
merubahnya butuh energy dan kemauan kuat.
Gambaran di atas akan menunjukkan
bahwa birokrasi bergerak lambat, tanpa ada inovasi, kreativitas, yang penting
aman, tidak membuat kesalahan, menunggu juklak juknis dari atasan. Maka
terjadilah kemandegan berpikir pegawai dan statis. Tidak ada perubahan berarti
dalam organisasi. Akibat yang dirasakan tidak ada kegairahan bekerja, bekerja
asal sesuai tupoksi. Tidak ada visi jelas sehingga bekerja tidak mempunyai
orientasi, pemimpin dibayang-bayangi pemimpin lama.
Akibat yang diterima kepercayaan
pihak yang berhubungan menjadi menurun. Turunannya pendapatan menurun.
Seterusnya bisa saja organisasi akan gulung tikar sehingga menimbulkan PHK.
Dalam dunia pendidikan kita
pernah mendengar ada sekolah dasar yang dimerger/digabung/ditutup. Hal ini bisa
saja terjadi karena berhasilnya program pemerintah yakni Keluarga Berencana.
Yang menganjurkan setiap keluarga hanya mempunyai dua anak. Dalam system
kependudukan berarti adanya anak dua sebagai pengganti bapak ibunya. Jadi tidak
ada pertumbuhan yang signifikan. Karena kurang siswa sehingga ditutup.
Namun ada fenomena lain karena
ada sekolah lain yang berdiri di dekat SD tersebut. Misalnya madrasah swasta.
Mengapa madrasah swasta yang dikelola oleh masyarakat dan juga segalanya diurus
oleh masyarakat hingga gaji, sarana prasarana kok bisa eksis dan mengalahkan SD
negeri yang disubsidi Negara?
Jawaban sederhananya adalah bertindak
sederhana. Para pemangku madrasah swasta berfikir sederhana bagaimana agar
madrasahnya bisa bertahan. Maka dibuatlah tindakan sederhana dan mempunyai
orientasi jelas apa yang hendak dituju. Program dibuat sederhana, bisa
dilakukan oleh guru dan karyawan, hal-hal yang membuat ribet disederhanakan,
terus mengasah kreativitas. Bila kepercayaan dari masyarakat sudah tumbuh maka
akan mudah untuk menarik dana dari masyarakat. Berapapun dana itu diminta? Bila
orang tua sudah puas atas pelayanan jasa pendidikan yang diberikan oleh
madrasah maka otomatis dukungan dari masyarakat akan mengalir.
Bagaimana menurut anda? Wallahu
a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar