Bila anda jalan-jalan di wilayah
sekitar pasar atau pertokoan suatu kota maka akan ada tulisan di pinggir jalan
milik para pedagang kaki lima. Yah, ada istilah yang terpasang di situ STMJ.
Masyarakat sudah familiar mendengar kata-kata itu. STMJ merupakan kependekan
dari susu telur madu jahe. Sudah hal yang lumrah karena banyak warga yang
membutuhkannya, banyak yang memerlukannya dan sekaligus yang mengkonsumsinya. Kebanyakan
yang antri membeli memang kaum laki-laki. Dan memang minuman jenis ini cocok
untuk golongan Adam. Walaupun tidak menutup kemungkinan kaum Hawa untuk
menikmatinya juga.
STMJ menurut konsumennya berguna
untuk memulihkan tenaga setelah berhari-hari bekerja. Dengan rutin meminum
jenis ini diyakini bisa memulihkan tenaga yang sudah tercurah. Sehingga bisa
dengan keadaan fresh keesokan harinya. Maka tidak ayal PKL STMJ menjamur
diberbagai tempat. Bahkan bisa saja di suatu wilayah ada tiga empat tempat sekaligus.
Sehingga konsumen bebas memilih mana yang akan dituju. Namun biasanya sudah
fanatic. Bila sudah di satu tempat tidak akan beralih ketempat lain. Hal ini
bisa saja dipengaruhi oleh khasiat, lokasi, pelayanan, juga harga. Bila harga
agak tinggi namun ada pengaruh bila dikonsumsi maka harga tidak terlalu
masalah. Beda harga sudah selangit namun hambar dalam penyajian apalagi
kemanjurannya. Maka sekarang ini masyarakat sudah sangat pandai untuk menilai
suatu produk. Apakah bernas atau bukan. Memang seharusnya seperti itu. Agar
produsen berhati-hati dengan hasil produknya.
Ada akronim lain menganai STMJ
yakni sholat terus maksiat jalan. Ya, seseorang sudah melaksanakan sholat
dengan baik dan tepat waktu namun di sisi kehidupan yang lain juga masih melakukan
maksiat. Ingin sholat ya sholat bila ada keinginan untuk maksiat ya maksiat
aja. Gitu aja kok repot. Mungkin sepeti inilah gambaran di hati. Memang maksiat
berkaitan dengan seluruh anggota tubuh kita. Karena nanti yang dimintai
pertanggungjawaban di Negara akhirat ya anggota tubuh. Mulut dikunci karena
bisa bersilat lidah, sudah kurang bisa dipercaya lagi. Maka kaki, tangan,
hidung, telinga, mata, dan yang lain akan ditanya perbuatannya di dunia. Pelaksana
dari maksiat juga anggota tubuh ini.
Disetiap waktu dan tempat ada
peluang untuk maksiat kepada Allah bahkan di masjid sekalipun. Tinggal
bagaimana bisa mengendalikan diri atau tidak. Berkaitan dengan ini maka ilmu
berperanan penting. Bisa saja perbuatan yang kelihatan duniawi oleh karena
mempunyai ilmu dan dilaksanakan maka bisa jadi menjadi perbuatan surgawi yang
mendatangkan pahala. Misalnya menyingkirkan batu di jalan. Oleh karena batu
sudah menjauh dari jalan maka pemakai jalan terhindar dari jatuh bahkan
kecelakaan akibat terantuk batu. Maka dengan perbuatan sederhana sudah bisa
menyelamatkan jiwa seseorang. Begitu juga sebaliknya kelihatan akan perbuatan
akhirat namun ternyata tidak ada hasilnya. Contoh tentang hal ini melakukan
pengeboman di tempat umum yang berakibat jatuhnya korban. Niat awal ketika
dicuci otak adalah jihat fi sabilillah. Setelah melaksanakan target yang
ditentukan lalu bunuh diri. Ini katanya jihat. Bila dilihat dari perspektif
social saja ini sudah mengganggu ketentraman umum belum lagi dari sisi
kemanusiaan banyak korban yang tidak berdosa harus menanggung akibatnya. Hal
tersebut bukan jihat namun perbuatan teroris. Agama tidak menyuruh membuat
kerusakan di muka bumi apalagi membahayakan nyawa orang lain. Bukankah ajaran
Islam mengajarkan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam. Salam, berardi doa.
Mendoakan saudara kita agar diberi kasih sayang dan keberkahan. Bukan malah
menjadi korban kebiadaban. Makna jihat yang salah kaprah.
Sabar dan STMJ ada kaitannya.
Sabar secara sederhana bermakna menahan diri. Menahan dari sesuatu yang
disenangi. Bukan dilampiaskan dengan semaksimal mungkin dalam menjalani
kehidupan. Namun menjalani hidup dengan tingkat kepantasan untuk menjalani
perintah. Allah SWT menyuruh orang beriman untuk bersabar. Mengapa kok tidak
seluruh manusia. Pengertiannya oleh karena yang bisa melakukan sifat sabar
hanya orang beriman saja.
Ada sedikit salah persepsi.
Seseorang yang menggerutu di dalam hati. Saya sudah sholat, sudah zakat, sudah
puasa, sudah haji, sudah bersedekah banyak. Mengapa saya kok ditipu orang hingga
ratusan juta rupiah. Lalu suudzan kepada Allah, menganggap Tuhan tidak berbuat
adil. Menjawab hal semacam ini adalah sebenarnya cobaan, ujian berlaku bagi
semua orang. Orang beriman dan tidak beriman sama-sama diberi cobaan dan ujian.
Tinggal bagaimana keduanya menyikapi keadaan tersebut. Orang beriman diuji
dengan beragama masalah kehidupan. Bila bisa lulus dari ujian ini maka akan
diangkat derajatnya lebih tinggi. Begitu juga bisa menjadi pengingat akan
kesalahan perbuatannya. Bila sudah sadar agar kembali ke rel semula.
Bagi orang yang tidak beriman
segala cobaan akan disikapi dengan menggerutu, suudzan bahkan putus asa. Hal
inilah yang membedakan sikap antara orang yang beriman dan orang yang tidak
beriman.
Sabar dibagi menjadi tiga. Yakni
sabar dalam ketaatan. Sholat dalam diri seseorang berbeda-beda. Sudah tekun sholat
dimanapun dan kapanpun. Walau dalam perjalanan jauh yang melelahkan namun bila
waktu sholat ya sholat. Dalam cuaca yang dingin dan badan sangat letih namun
bila waktunya sholat subuh sudah tiba maka semua hal yang merintangi
dihilangkan, dihadapi dipaksa diri untuk tetap sholat.
Hal lain, puasa bagi sebagian
orang adalah hal yang sia-sia. Mengapa harus menanggung rasa lapar dan haus
yang berkepanjangan. Sedangkan makan yang lezat dan minuman yang mengenakkan
ada di depan mata dengan gratis. Namun oleh karena rasa taat atas perintah
Tuhan semua hal itu dihadapi. Dipaksa diri ini untuk tetap berpuasa. Satu dua
hari hingga sepekan mungkin masih seperti ini namun bila sudah lulus berpuasa
sepekan maka selanjutnya akan lebih mudah.
Zakat juga seperti itu. Berat
sekali untuk memulainya. Mengapa harta yang berasal dari jerih payah membanting
tulang harus diberikan kepada orang lain? Bagi petani juga begitu. Memulai
bertani dengan mengeluarkan biaya yang banyak begitu juga sehingga harus
dikerjakan orang lain. Belum lagi biaya irigasi yang digunakan untuk membeli
bahan bakar minyak. Pastilah dana yang dikeluarkan banyak. Tidak panen lagi.
Maka bila harus dikeluarkan zakatnya terasa berat tidak rela. Belum lagi harus
membayar pajak. Terasa ada beban dalam melaksanakannya. Namun karena perintah
maka mau tidak mau juga harus dibayarkan yang namanya zakat. Dari beberapa
rukun Islam, rukun zakat belum begitu berhasil pelaksanaannya. Beda dengan sholat,
haji. Sholat setiap hari para pemimpin agama dan tokoh melaksanakannya.
Sehingga ada uswah. Begitu juga haji. Namun zakat belum begitu familier di
telinga umat padahal potensinya luar biasa. Jangan-jangan oleh karena uswahnya
ini yang belum booming. Promosi dan hikmahnya yang belum menyebar. Maka contoh
nyata perlu dikembangkan sebagai usaha promosi zakat ini.
Dan potensi zakat tidak hanya
dari hasil pertanian saja. Namun dari pegawai negeri, wiraswasta ada yang
namanya zakat profesi. Dari hasil perdagangan, peternakan juga ada zakatnya.
Maka oleh karena taat maka sabar walau dengan dipaksa tetap mau membayar zakat.
Kedua, sabar menghadapi musibah.
Musibah bisa dialami oleh siapapun. Sakit, kecelakaan, kematian, kehilangan
harta, ditipu orang, bangkrut dari usaha, banyak hutang dan sebagainya. Masalah
tentu saja harus ditangani diselesaikan. Dalam diri seseorang tidak sama dalam
mengatasinya. Ada yang bisa cepat, pelan namun pasti dan ada yang tidak
menemukan solusi. Namun yang jelas harus segera diatasi. Meminjam istilah para
manager top, tidak ada sesuatu yang tidak bisa diselesaikan. Semua problem bisa
diatasi dengan menejemen. Demikian yang biasa disampaikan oleh Tanry Abeng.
Untuk mencari solusi bisa berasal
dari diri sendiri, keluarga, kiai, atau dari kolega, teman atau orang yang bisa
kita percaya. Atau kolaborasi dari semuanya. Bukankah banyak relasi, teman akan
bisa menjadi inspirasi solusi. Dalam menghadapi musibah memang perlu husunudzan
kepada Allah. Pastilah ada hikmah di balik ini semua. Dan terus menjaga spirit
untuk segera menyelesaikannya.
Ketiga, Sabar menghindari maksiat.
Nabi Yusuf, adalah nabi yang paling rupawan. Hingga tuannya tertarik akan
ketampanan Nabi Yusuf. Peluang (waktu dan kesempatan) ada untuk berbuat
maksiat. Namun karena takutnya kepada Allah maka hal itu semua dihindari.
Buktinya yang sobek adalah baju bagian belakang. Ini bukti nyata bahwa pihak
perempuanlah yang menggoda.
Sholat terus maksiat jalan
ternyata kurang pas dengan konsep sabar. Sholat bagian dari kesabaran dalam
melaksanakan ketaatan perintah agama. Sedangkan maksiat harus dihindari sebagai
bentuk kesabaran juga. Maka bila kesabaran ini sudah bisa dilakukan maka akan
lebih bisa mendekatkan diri kepada Allah. Bukankah manusia dan jin diciptakan
untuk beribadah. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar