Selasa, 29 Januari 2013

Mendidik Anak


Alhamdulillah, dalam kehidupan kita sering berkumpul. Berkumpul tidak saja hanya berkumpul namun tentu saja ada maksudnya. Bisa berdzikir, bersholawat, membaca yasin, membaca tahlil, membaca manakib. Semoga saja apa yang kita lakukan mendapat ridha dan berkah dari Allah. Menjadi majelis yang mubarak, berkah. Majelis bias dikatakan barokah bila di dalamnya ada dzikir, bacaan ayat-ayat al-Qur’an, sholawat dan sejenisnya. Maka bila ada majelis dzikir maka ada malaikat yang turun untuk turut serta pada mejelis itu. Demikian menurut keterangan yang ada. Makanya majelis seperti ini patut terus untuk di uri-uri dijaga agar tetap lestari. Jamaahnya akan memperoleh ketenangan hidup, tuan rumahnya akan mendapat berkah. Akhirnya semuanya akan mendapatkan keberkahan hidup. Amin.
Kita sebagai Nahdliyyin. Patut bangga dengan aktivitas rutin ini. Ada namanya dzibaan, barzanzi, khataman qur’an, manakiban, tahlilan, istighasah, lailatul ijtima’, dalailan, nariyahan, khususiahan, dan sejenisnya. Itu menandakan NU banget. Dan itu semua ada dalil dan ajaran yang jelas. Makanya para ulama kiai turut melestarikan hal itu. Banyak hikmat yang didapat. Dan akhirnya kita dalam menjalankan kehidupan ini bias merasakan dan meresapi kebahagiaan.
Hadith yang biasa kita dengar berkaitan dengan amal sholeh adalah idza matabnu adama inqathaa amalahu illa min tsalasin. Shadaqatin jariyatin au ilmin yantafaau bihi au waladin sholihin yad’u lahu. Bahwasanya amal anak Adam akan terputus bila sudah meninggal. Kecuali tiga perkara. Pertama sadaqah jariyah. Kedua. Ilmu yang bermanfaat dan yang ketiga anak sholeh yang mendoakan kedua orang tua.
Disini saya akan mencoba menguraikan yang ketiga, anak sholeh. Beberapa waktu yang lalu kita dikejutkan dengan berita adanya tawuran pelajar. Ada siswa dua sekolah yang berkelahi tepatnya Siswa SMA Negeri di Jakarta. Dan ada korban jiwa. Ternyata tidak hanya di Jakarta saja. Ada di daerah lain yang mengalami kejadian serupa. Dilihat dari segi ekonomi keluarga. Lumayan mapan. Karena bias sekolah di sekolah favorit di Jakarta tentunya dari kalangan menengah ke atas.
Salah seorang psikolog memberi komentar bahwa pelajar sekarang terkena penyakit “lapar ayah”. Ada kegersangan figure ayah dikalangan pelajar. Dari segi kebutuhan fisik semuanya tercukupi. Mulai kebutuhan sandang, pangan, papan, uang sekolah dan jajan sudah ada bahkan lebih dari cukup. Namun ternyata hal itu tidak cukup. Perhatian dan jalinan komunikasi antara ayah dan anak yang jarang terjadi. Komunikasinya tidak berkualitas. Karena didera waktu untuk bekerja. Apalagi di ibukota hidup harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan. Dari masalah inilah terjadi kesenjangan. Orang tua sibuk dengan dunianya sendiri. Anak juga berfantasi dengan dunia anak ibukota.
Jadi orang tua berjalan ke selatan anak berjalan ke utara. Tidak bertemu dan tidak saling bersinggungan. Perhatian orang tua tidak ada. Siapa teman anaknya, aktivitas apa yang dilakukan tidak tahu. Anak dianggap sudah paham dengan dunianya. Padahal masih banyak yang belum dipahami oleh anak. Maka tidak ayal tawuran, minuman keras, free sex, narkoba menjadi konsumsi setiap hari. Tahu-tahu anak sudah jauh dari jalurnynya. Orang tua baru sadar dan menyesal. Namun nasi sudah menjadi bubur. Maka memang dalam proses kembang anak orang tualah penentu kesuksesan. Karenanya pendidikan diserahkan hanya kepada sekolah maka tidak akan sempurna. Hanya berapa jam sehari, anak berinteraksi di sekolah sisanya ada di rumah. Berarti yang banyak mendidik memang orang tua.
Tugas orang tua dalam mendidik buah hatinya agar menjadi anak yang soleh sesuai dengan harapan orang tua diantaranya adalah:
Pertama, mengenalkan cinta kitab suci. Al-Qur’an sebagai wahyu dan firman Allah berisi petunjuk kepada manusia dalam mengarungi kehidupan. Sebagai pegangan di tengah masalah yang senantiasa menghimpit. Selain itu sebagai syifa’, obat dari penyakit yang diderita di dunia. Hati gundah gulana bila membaca ayat-ayat suci maka akan berkurang dan hilang sumpeknya. Maka al-Qur’an sebagai penolong dalam kehidupan manusia.
Pada tahap awal, anak harus dikenalkan dengan wahyu Ilahi. Bagaimana bias memahami makna dan maksud al-Qur’an kalau tidak bias membacanya. Maka sangat perlu dan wajib anak bebas dari buta huruf al-Qur’an. Bila sudah dimulai dari sedari kecil misalnya pada usia 4-5 tahun maka diperkirakan bila masuk Taman Pendidikan Al-Qur’an sudah khatam di usia 10 tahun. Bila orang tua ada udzur untuk mengajari putra-putrinya belajar mengaji maka bias dimasukkan ke TPQ. Apalagi di desa kita sudah ada. Menunggu apalagi. Jika sudah khatam bukan berarti sudah selesai. Ini masih tahap permulaan. Tahap selanjutnya adalah mengerti tujuan diturunkannya al-Qur’an. Diantaranya dengan mengaji tafsir al-Qur’an di pondok pesantren dan di madrasah diniyah. Maka adanya madrasah diniyah dimaksudkan sebagai pendidikan lanjutan TPQ.
Bila tidak ingin jauh-jauh mengaji tafsir, di masjid Baitul Atqiya’ Pisang ada pengajian Tafsir Al-Qur’an yang diasuh oleh Kiai Drs. Imam Masyhadi. Alumni  Perguruan Tinggi Ilmu  Al-Qur’an Jakarta dan Pondok Pesantren Tegalrejo Prambon. Dua kali dalam selapan hari. Tepatnya malam Senin Pon dan malam Senin Kliwon dimulai pukul 19.30 WIB.
Dulu orang-orang tua kita membiasakan diri tadarus al-Qur’an setelah habis sholat magrib di rumah masing-masing. Oleh karena orang tua mengaji maka anak-anaknya akan ikut mengaji. Alangkah bahagianya bila seisi rumah mengaji al-Qur’an bersama-sama. Mendapat pahala, di rumah akan mendapat keberkahan dan kemuliaan. Anak-anaknyapun insyaAllah akan menjadi anak sholeh sholihah yang berprestasi. Hal ini perlu dilestarikan.
Kedua, Cinta Nabi. Nabi adalah pembawa risalah Ilahi. Selanjutnya dilsampaikan kepada umatnya. Lalu sampailah ajaran Islam ini kepada kita. Dalam sejarah telah disebutkan tarikh kehidupan Nabi. Semuanya bias dijadikan suri tauladan. Perkataan, perbuatan dan taqrir, penetapan nabi bisa dijadikan dasar hukum, pijakan kehidupan. Sehingga Kanjeng Nabi dijuluki al-Qur’an berjalan karena Nabi melaksanakan isi al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Bila orang lain mengidolakan artis karena ketenaran dan gaya hidupnya. Padahal belum tentu yang diidolakan belum tentu terbaik dalam kehidupan. Bahkan tidak mungkin memberi teladan yang kurang baik. Terkadang saya tidak habis berfikir. Ada artis yang tersandung kasus asusila kemudian diadili lalu masuk hotel prodeo. Setelah keluar dan kampanye lagu yang luar biasa sekarang menjadi idola. Ada apa di negeri ini? Karena terlihat tidak ada ekspresi penyesalan atas perbuatannya. Bukan berarti memboikot hanya saja perlu selektif dalam mencari panutan kehidupan. Harus bisa menempatkan tontonan menjadi tontonan. Bukan menjadikan tontonan menjadi tuntunan. Akan terbalik kehidupan ini . 
 Lalu langkah yang bisa dilakukan dalam meneladani Kanjeng Nabi tentu saja mengerti sejarah kehidupan Nabi. Mulai dari siapa orang tuanya, keluarganya, masa kecil hingga dakwah Nabi baik di Mekkah dan Madinah. dari sini akan bisa diambil hikmah lalu dipraktekkan dalam kehidupan. Oleh karena berasal dari sumber Nabi insyaAllah akan memberikan dampak nyata dalam kehidupan.
Sekarang bulan Maulid, Rabiul Awal. Waktunya kita mengekspresikan cinta kepada Nabi. Dengan banyak membaca sholawat, meneladani perilaku dan dipraktekkan dalam kehidupan. Memperingati maulid Nabi bukan bid’ah. Bukan dilarang malah sangat dianjurkan. Karena berarti nguri-nguri sejarah. Agar kita tidak lupa dengan sejarah masa lalu. Bila ada orang yang berkata bahwa tidak ada tuntunan mengenai peringatan maulid nabi berarti orang tersebut masih dangkal pemahaman agamanya.Orang demikian masih perlu mendalami ilmu agamanya di pondok pesantren.
Suatu ketika orang Yahudi memperingati terbebasnya Nabi Musa dari kejaran Fir’aun lalu mengerjaka puasa asyura. Melihat seperti ini Kanjeng Nabi dawut  bahwa Umat Muhammad lebih berhak memperingatinya. Maka ada anjuran melaksanakan puasa tasua dan asyura. Jadi peringatan maulid nabi sangat perlu kita lakukan.
Selanjutnya adalah cinta ulama. Ulama adalah pewaris para nabi. Al-ulamau warasatul ambiya’. Nabi sudah wafat. Yang meneruskan dakwah nabi adalah ulama. Ulama adalah orang yang mengerti ilmu agama. Tidak saja sekedar mengerti namun dalam ilmunya. Kepada beliau-beliau kita berguru ilmu agama. Mengharap petuah, nasehat dan pencerahan kehidupan sehingga bisa sebagai pegangan dalam kehidupan. Dianjurkan untuk selalu dekat dengan ulama. Maksudnya senang bersilaturahim dengannya, satu majelis dengan ulama. Bila dalam tradisi pondok pesantren dalam menjaga hubungan antara kiai dengan santri diantaranya membacakan surat al-fatihah kepada beliau sebagai wasilah keilmuan.
Diantara ulama dalam kehidupan adalah guru-guru yang mengajarkan kebaikan kepada kita. Kita ambil hikmah yang beliau sampaikan. Kita ajari juga anak-anak dengan bersilaturahim dengan ulama agar pembiasaan ini bisa terus berlanjut hingga ia dewasa.
Dengan uraian di atas semoga bisa menjadi kita dalam mendidik anak-anak kita. Untuk menyiapkan generasi masa depan menjadi generasi sholih sholihah. Amin. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar