Mengenai sifat istikomah ini saya
lalu teringat dengan Kiai Ghozali. Beliau mengasuh santri putra dan putri
sekitar 150an santri. Yang tidak terlupa adalah sifat istikomah beliau dalam
mengajar dan sholat jamaah lima waktu. Mengajar bagi beliau adalah tugas dan
kewajiban. Tugas untuk mengajarkan dan menyebarkan ilmu. Selalin dakwah untuk
menghilangkan kebodohan umat akan ilmu agama.
Setelah memimpin sholat subuh
kitab yang biasa beliau bacakan adalah tafsir jalalen. Setelah sholat dhuhur
membaca taqrib dan ianah. Sedangkan sehabis sholat ashar adalah kitab ihya' dan
hikam. Sedangkan sesudah sholat isya'
membaca kitab iqna'.
Sehabis sholat magrib tidak
membaca kitab karena digunakan untuk hafalan sesuai dengan kelas masing-masing
santri. Ada tajwid bagi kelas satu. Lalu imrithi untuk kelas tiga, sedangkan
kelas 4,5, dan 6 hafalan kitab alfiyah ibnu malik. Dan digunakan untuk waktu sekolah
hingga menjelang sholat isya'.
Saya masih ingat sifat istikomah
beliau untuk mengaji walau sesibuk apapun. Bahkan pernah suatu pagi sewaktu
beliau mau hajat menikahkan putra beliau (walimatul 'urs), paginya masih sempat
untuk mengaji terlebih dahulu. Padahal undangan banyak sekali. Maklum kolega
Pak Yai banyak sekali.
Dengan kesederhanaan, kesabaran,
teladan yang beliau berikan kepada santri, menjadikan beliau menjadi idola
semua santri. Hal inilah yang menjadikan karakter beliau menjadi contoh dan teladan
santri secara langsung membentuk watak dan karakter santri terbawa hingga
santri kembali ke masyarakat.
Dari alumni yang testimoni ketika
waktu munaqosah, sangat berterima kasih atas didikan, ilmu yang diberikan,
barokah yang diterima sehingga bisa bermanfaat di masyarakat. Alhamdulillah,
banyak santri yang menjadi tokoh masyarakat di daerah asal masing-masing.
Hal ini yang seharusnya menjadi
contoh dalam transfer karakter dari pendidik ke peserta didik. Ada contoh
langsung dalam kehidupan sehari-hari. Tidak cukup dengan teori. Namun praktek
langsung.
Gambaran kehidupan di pondok
pesantren adalah prototipe keberhasilan pembentukan karakater bagi generasi
islam ke depan. Dan seharusnya bisa ditransfer ke dalam lembaga pendidikan di
madrasah dan sekolah yang sedang digalakkan pembentukan karakter yang ideal
bagi pelajar.
Lalu mengapa beliau membaca
kitab-kitab tadi hingga khatam lalu diulangi dari awal lagi karena beliau
berpendapat bila satu bidang ilmu dikuasai maka akan membuka ilmu di bidang
ilmu lainnya. Karena sifat istikomah beliau ini pula yang dianggap santri yang
mendatangkan keberkahan ilmu bagi santri. Wallahu a'lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar