Seorang muslim bisa menunaikan
ibadah haji adalah suatu anugerah yang luar biasa. Karena tidak sembarang orang
bisa melakukannya. Ibadah haji adalah ibadah fisik. Sehingga persyaratannya
antara lain adalah sehat secara fisik. Disamping harus mampu. Mampu disini bisa
diartikan biaya berangkat ke sana, nafkah keluarga yang ditinggal, mampu secara
ilmu dalam menjalankan ibadah haji.
Fenomena daftar tunggu haji ada
yang lebih dari 10 tahun menandakan banyak orang yang ingin pergi
menunaikannya. Sehingga secara ekonomi bisa dikategorikan cukup mampu. Walau
juga banyak yang memanfaatkan dana talangan haji. Memang disinyalir membludaknya
antrian jamaah karena banyak yang memanfaatkan peluang dana talangan. Sehingga
mulai sekarang pemerintah dalam hal ini kementerian agama melarang bank membuka
layanan dana talangan haji.
Setelah syarat dan rukun
ditunaikan dalam ibadah haji, selesailah sudah ibadah yang dinanti-nantikan.
Karena sudah dijanjikan bahwa balasan bagi haji yang mabrur tidak lain dan
tidak bukan adalah surga. Siapa yang tidak ingin masuk surga, saya kira
semuanya ingin menikmatinya kelak.
Memang ada sementara anggapan
masyarakat yang menilai bahwa surga bisa dibeli. Caranya dengan mengeluarkan
uang untuk pergi haji. Entah bagaimana caranya. Karena tergiur iming-iming surga tadi. Makanya ada rasa
prestise di kalangan tertentu, atau juga tren, style belum gaul kalau belum
pergi haji. Makanya segala cara ditempuh untuk bisa pergi haji.
Masih pantas dan boleh misalnya
menjual sawah, menjual harta yang berharga untuk menunaikan rukun islam yang
kelima ini, namun yang memprihatinkan adalah memanfaatkan jabatan, kekuasaan
bahkan hingga sifat perwira dengan meminta-minta agar bisa pergi haji. Soalnya
memang orang yang sudah pergi haji mempunyai prestise tersendiri dikalangan
masyarakat. Kemana-mana dipanggil pak kaji, bu kaji. Bila pergi sholat jumat
memakai jubah haji, ditempatkan di barisan paling depan bila ada pertemuan,
selalu memakai kopyah haji/kopyah putih dan sebagainya.
Apakah itu yang dicari, mungkin
ya juga mungkin tidak. Tinggal bagaimana niat awal. Bukankah innamal a'malu bin
niyat. Segala sesuatu tergantung niatnya. Niat memang di dalam hati tidak ada
seorang pun yang tahu kecuali dia dan tuhan. Namun juga tidak cukup dengan niat
saja. Lalu perkara selesai. Misalnya saya niat haji. Namun tidak melakukan
aktivitas apapun hanya niat saja. Ya, hal ini sih belum dikatakan menunaikan.
Hanyaniat saja. Walaupun malaikat raqib sudah mencatat kebaikan dari niat tadi.
Akan lebih sempurna manakala ibadah yang dimaksud dilakukan dengan syarat dan
rukun yang telah ditentukan.
Mengingat besarnya pahala
kelihatannya ibadah ini hanya khusus untuk orang kaya saja. Lha, bagaimana bagi
orang yang tidak mampu. Tuhan maha mengetahui dan maha mengasihi bagi semua
hambanya. Khusus bagi orang yang belum mampu ada ibadah yang nilainya sama
dengan pergi haji yakni melaksanakan sholat jumat. Maka seyogyanya bagi yang
belum menunaikan ibadah haji agar menjaga sholat jumatnya. Jangan lupa tidak
mengerjakan, tiba dimasjid sebelum khotib di atas mimbar, memenuhi tata cara
dan sunah-sunahnya. Memperhatikan isi khutbah sebagai cash ilmu agama kita
dalam sepekan, dalam artian menjaga diri agar tidak mengantuk. Ada yang
mengartikan diam mendengarkan khutbah bukan berarti hanya diam tidak berkata
apapun, namun ada juga yang mengartikan juga di tulis. Karena menulis lebih
dari mendengar. Mendengar hanya sebatas telinga saja yang berperan. Sedang
dengan menulis disamping telinga, otak, tangan, sama-sama bekerja. Disamping
kemampuan mengingat kita yang lemah, yang cepat lupa dengan kejadian yang
bertubi-tubi datangnya. Maka dengan menulis isi khutbah lebih baik daripada
hanya mendengar saja yang terkadang masuk dari telinga kanan keluar dari
telinga kiri.
Ada dua jenis haji dilihat dari
hasilnya. Yakni haji mabrur dan haji mabur/mardud. Mabrur berarti diterima dan
inilah yang dijanjikan masuk surga. Tentang hal ini ada teman yang berencana
pergi haji menunggu usia tua. Karena kalau masih muda masih ingin menikmati
hidup dan merasa berat untuk menjaga istiqomah ibadahnya. Padahal tidak tahu
berapa jatah umurnya. Tanda haji mabrur adalah diantaranya perilakunya menjadi
lebih baik dari sebelumnya. Sholat berjamaahnya lebih tertib di masjid, lebih
santun, lebih gemar sedekah, dengan orang lain menghargai, dsb. Sedang haji
mabur ditandai dengan tidak ada atsar atas dirinya antara sebelum dan sesudah
haji. Kecuali sebatas panggilan keseharian saja. Mungkin juga diniati ketika
pergi haji adalah rekreasi ke luar negeri dengan naik pesawat.
Ibadah haji juga meninggalkan
kesan yang mendalam bagi pelakunya. Seperti hukum karma, hukum sebab akibat.
Misalnya ketika di mekkah bilang di dalam hati tidak akan kena sakit flu
seperti teman-temannya. Ternyata tidak terlalu lama dia juga terserang flu.
Makanya disarankan bagi jamaah haji untuk berhati-hati dan menjaga hati dalam
bertindak. Ada juga katanya setelah melakukan ritual di sana selama sekitar 40
hari dan mau akan pulang ternyata belum bisa melihat ka'bah. Ada juga sebelum
berangkat dalam keadaan sakit parah. Namun tetap memaksa berangkat. Dan jadi
berangkat. Akhirnya disana alhamdulillah dapat pertolongan allah menjadi sehat
wal afiat.bahkan sehatnya mengalahkan yang masih muda. Dan masih banyak yang
lain.
Akhirnya semoga kita yang belum
bisa berangkat semoga diberi kemudahan untuk bisa pergi kesana. Teman-teman
yang sudah menunaikan ibadah haji semoga diberi kemudahan untuk menjaga
kemabruran hajinya. Amin. Wallahu a'lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar