Kamis, 06 Desember 2012

Oleh-oleh Haji


Seorang muslim bisa menunaikan ibadah haji adalah suatu anugerah yang luar biasa. Karena tidak sembarang orang bisa melakukannya. Ibadah haji adalah ibadah fisik. Sehingga persyaratannya antara lain adalah sehat secara fisik. Disamping harus mampu. Mampu disini bisa diartikan biaya berangkat ke sana, nafkah keluarga yang ditinggal, mampu secara ilmu dalam menjalankan ibadah haji.
Fenomena daftar tunggu haji ada yang lebih dari 10 tahun menandakan banyak orang yang ingin pergi menunaikannya. Sehingga secara ekonomi bisa dikategorikan cukup mampu. Walau juga banyak yang memanfaatkan dana talangan haji. Memang disinyalir membludaknya antrian jamaah karena banyak yang memanfaatkan peluang dana talangan. Sehingga mulai sekarang pemerintah dalam hal ini kementerian agama melarang bank membuka layanan dana talangan haji.
Setelah syarat dan rukun ditunaikan dalam ibadah haji, selesailah sudah ibadah yang dinanti-nantikan. Karena sudah dijanjikan bahwa balasan bagi haji yang mabrur tidak lain dan tidak bukan adalah surga. Siapa yang tidak ingin masuk surga, saya kira semuanya ingin menikmatinya kelak.
Memang ada sementara anggapan masyarakat yang menilai bahwa surga bisa dibeli. Caranya dengan mengeluarkan uang untuk pergi haji. Entah bagaimana caranya. Karena tergiur  iming-iming surga tadi. Makanya ada rasa prestise di kalangan tertentu, atau juga tren, style belum gaul kalau belum pergi haji. Makanya segala cara ditempuh untuk bisa pergi haji.
Masih pantas dan boleh misalnya menjual sawah, menjual harta yang berharga untuk menunaikan rukun islam yang kelima ini, namun yang memprihatinkan adalah memanfaatkan jabatan, kekuasaan bahkan hingga sifat perwira dengan meminta-minta agar bisa pergi haji. Soalnya memang orang yang sudah pergi haji mempunyai prestise tersendiri dikalangan masyarakat. Kemana-mana dipanggil pak kaji, bu kaji. Bila pergi sholat jumat memakai jubah haji, ditempatkan di barisan paling depan bila ada pertemuan, selalu memakai kopyah haji/kopyah putih dan sebagainya.
Apakah itu yang dicari, mungkin ya juga mungkin tidak. Tinggal bagaimana niat awal. Bukankah innamal a'malu bin niyat. Segala sesuatu tergantung niatnya. Niat memang di dalam hati tidak ada seorang pun yang tahu kecuali dia dan tuhan. Namun juga tidak cukup dengan niat saja. Lalu perkara selesai. Misalnya saya niat haji. Namun tidak melakukan aktivitas apapun hanya niat saja. Ya, hal ini sih belum dikatakan menunaikan. Hanyaniat saja. Walaupun malaikat raqib sudah mencatat kebaikan dari niat tadi. Akan lebih sempurna manakala ibadah yang dimaksud dilakukan dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan.
Mengingat besarnya pahala kelihatannya ibadah ini hanya khusus untuk orang kaya saja. Lha, bagaimana bagi orang yang tidak mampu. Tuhan maha mengetahui dan maha mengasihi bagi semua hambanya. Khusus bagi orang yang belum mampu ada ibadah yang nilainya sama dengan pergi haji yakni melaksanakan sholat jumat. Maka seyogyanya bagi yang belum menunaikan ibadah haji agar menjaga sholat jumatnya. Jangan lupa tidak mengerjakan, tiba dimasjid sebelum khotib di atas mimbar, memenuhi tata cara dan sunah-sunahnya. Memperhatikan isi khutbah sebagai cash ilmu agama kita dalam sepekan, dalam artian menjaga diri agar tidak mengantuk. Ada yang mengartikan diam mendengarkan khutbah bukan berarti hanya diam tidak berkata apapun, namun ada juga yang mengartikan juga di tulis. Karena menulis lebih dari mendengar. Mendengar hanya sebatas telinga saja yang berperan. Sedang dengan menulis disamping telinga, otak, tangan, sama-sama bekerja. Disamping kemampuan mengingat kita yang lemah, yang cepat lupa dengan kejadian yang bertubi-tubi datangnya. Maka dengan menulis isi khutbah lebih baik daripada hanya mendengar saja yang terkadang masuk dari telinga kanan keluar dari telinga kiri.
Ada dua jenis haji dilihat dari hasilnya. Yakni haji mabrur dan haji mabur/mardud. Mabrur berarti diterima dan inilah yang dijanjikan masuk surga. Tentang hal ini ada teman yang berencana pergi haji menunggu usia tua. Karena kalau masih muda masih ingin menikmati hidup dan merasa berat untuk menjaga istiqomah ibadahnya. Padahal tidak tahu berapa jatah umurnya. Tanda haji mabrur adalah diantaranya perilakunya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sholat berjamaahnya lebih tertib di masjid, lebih santun, lebih gemar sedekah, dengan orang lain menghargai, dsb. Sedang haji mabur ditandai dengan tidak ada atsar atas dirinya antara sebelum dan sesudah haji. Kecuali sebatas panggilan keseharian saja. Mungkin juga diniati ketika pergi haji adalah rekreasi ke luar negeri dengan naik pesawat.
Ibadah haji juga meninggalkan kesan yang mendalam bagi pelakunya. Seperti hukum karma, hukum sebab akibat. Misalnya ketika di mekkah bilang di dalam hati tidak akan kena sakit flu seperti teman-temannya. Ternyata tidak terlalu lama dia juga terserang flu. Makanya disarankan bagi jamaah haji untuk berhati-hati dan menjaga hati dalam bertindak. Ada juga katanya setelah melakukan ritual di sana selama sekitar 40 hari dan mau akan pulang ternyata belum bisa melihat ka'bah. Ada juga sebelum berangkat dalam keadaan sakit parah. Namun tetap memaksa berangkat. Dan jadi berangkat. Akhirnya disana alhamdulillah dapat pertolongan allah menjadi sehat wal afiat.bahkan sehatnya mengalahkan yang masih muda. Dan masih banyak yang lain.
Akhirnya semoga kita yang belum bisa berangkat semoga diberi kemudahan untuk bisa pergi kesana. Teman-teman yang sudah menunaikan ibadah haji semoga diberi kemudahan untuk menjaga kemabruran hajinya. Amin. Wallahu a'lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar