Mbah Pan, itulah nama tukang
pijat yang biasa saya datang kerumahnya. Sebenarnya nama lengkapnya adalah
Affandi. Namun karena lidah Jawa yang sering memanggil hanya nama panggilaan
maka jadilah seperti itu. Rumahnya dekat pasar Kertosono dan ada beberapa
masjid di sekitarnya. Asli orang Madura yang kemudian tinggal di Surabaya.
Bapaknya dulu berdinas di Departemen Agama. Yang pernah berganti-ganti profesi.
Sebagaimana anak muda di jamannya yang mencari identitas diri. Pernah juga
menjadi ABK (anak buah kapal) namun seiring dengan waktu dan bermohon kepada
Allah untuk dikaruniai pekerjaan yang bias membantu orang banyak. Maka
ditunjukkan dengan tanpa sengaja latihan therapy pada seorang ahli. Setelah
beberapa saat mencoba dinyatakan hanya beliulah yang bias berpraktek sebagai
pemijat refleksi.
Disela-sela dipijat enak sekali
diajak ngobrol. Suatu saat saya mendengarkan tentang wudhu sempurna. Lha, apa
ada wudhu yang tidak sempurna? Wudhu adalah syarat sah sholat dikerjakan. Jadi
harus berwudhu terlebih dahulu. Diantaranya adalah membasuh muka, membasuh
kedua tangan hingga siku, mengusap sebagian kepala, membasuh kedua kaki hingga
mata kaki. Untuk lebih menyempurnakan lagi dianjurkan membasuh kedua tangan.
Jadi sebelum membasuh anggota tubuh yang lain tangan yang digunakan dibersihkan
terlebih dahulu. Syukur-syukur dengan sabun. Biar lebih steril. Kebiasaan
membasuh tangan dengan sabun seharusnya sudah dibiasakan kepada anak-anak kita.
Agar terbiasa. Sehingga sampai dewasanya akan selalu menjaga kesehatan. Ada
yang bias dipetik yakni menghindari penyakit diare. Mengapa ini perlu
disampaikan secara massif seperti dalam iklan tv, karena ternyata kebiasaan seperti ini masih jarang
dilakukan oleh masyarakat kita. Senang konsumsi kuliner namun tidak dibarendi
dengan menjaga kesehatan. Bukankah tangan digunakan untuk sarana makan. Sedang
tangan sendiri bila kotor akan membawa bibit penyakit. Bila masuk di perut maka
itu awal dari berprosesnya penyakit terjadi. Karena perut adalah sumber
sarangnya penyakit. Bila perut dijaga dari penyebabnya maka akan bias sehat
tubuh kita.
Selain cuci tangan ada menghisap
air dalam hidung. Air dihisap lalu dikeluarkan. Ada hal yang baik. Saringan
hidung menjadi lebih bersih. Penyakit sinus hidung lalu pilek akan bias dicegah
kalau kita mau melakukan hal ini. Belum lagi sunah mengerjakan membasuh kedua
telinga. Jari telunjuk dimasukkan lubang telinga lalu ibu jari berputar dari
bawah ke atas. Sebenarnya ada fungsi pijat refleksi yang dilakukan. Selain
bernilai ibadah, apa yang dilakukan ini member ruang relaksasi pada daun
telinga. Disempurnakan lagi ketika membasuh kedua kaki. Dengan kedua tangan membersihkan
anggota kaki bahkan sela-sela jari, lalu membersihkan tungkai. Karena biasanya
bagian ini kering sehingga perlu agak ekstra untuk membersihkan. Lha, dalam
membersihkan ini pula ada pijatan-pijatan secara tidak langsung. Efeknya akan
baik bagi kesehatan. Bila hal ini dilakukan minimal lima kali dalam sehari
sebenarnya Gusti Allah memberitahu cara menjaga kesehatan. Bagaimana tidak?
Dalam sehari minimal kita membersihkan anggota tubuh terluar lima kali. Dimana
hal ini tidak diajarkan dalam agama lain. Sebagai bukti bahwa memang agama
Islam sesuai dengan fitrah kemanusiaan.
Begitu juga ketika ngobrol
mengenai silaturahmi. Karena saya anggap lebih sepuh saya sering hanya
mendengar saja. Bersilaturahmi menurut beliau tidak harus yang muda ke orang
tua. Namun melihat situasi kondisi sekarang ini tidak menutup kemungikinan yang
lebih tua bersilaturahmi dengan yang lebih muda. Sebenarnya juga tidak wagu.
Asal kita niat silaturahmi sudah. Titik. Tokh, tidak ada jeleknya. Karena
definisi silaturahmi sendiri yakni menyambung persaudaraan. Lha, ini tidak
tergantung yang muda yang memulai. Tapi lebih tergantung waktu, kesempatan dan
kepeduliaan untuk bersilaturahmi. Begitu juga tidak harus menunggu datangnya hari
Raya Idul Fitri. Karena sewaktu-waktu bias dijalankan dan dilakukan. Lebih baik
jika kontak dulu apa ada waktu untuk bertemu apa tidak. Kalau ada waktu free ok
untuk melanjutkan bertemu. Bila tidak ya tidak usah dilakukan. Ada hal penting
juga sebenarnya. Bila bertamu lalu tuan rumah tidak ada alias suami tidak ada
lebih baik dan sangat dianjurkan untuk tidak masuk rumah. Dari pada timbul
fitnah. Untuk menyikapi hal ini ada baiknya menggunakan anjuran seorang teman.
Cara menghindari tamu masuk rumah apalagi si suami tidak ada adalah menyediakan
teras sebagai tempat duduk tamu. Jadi keberadaan tamu bias banyak orang yang
melihat. Aman disisi tuan rumah aman juga bagi yang bertamu.
Sebagai salah seorang spesialis
pijat refleksi, Mbah Pan tidak jarang menerima pasien non muslim. Awalnya si
pasien juga ragu-ragu. Mau tidak ya mengobati pasien beragama lain. Namun hal
ini bias ditepis dengan diterimanya dan berusaha diperlakukan sebagaimana
pasien yang lain. Menurutnya semua manusia sama derajat hak dan martabatnya.
Secara kemanusiaan sama. Sama pernah sehat dan sakit. Begitu juga dengan
pengobatan dan perawatan. Perlu penerimaan yang sama. Dengan contoh dan teladan
seperti ini membuktikan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung nilai-nilai
kemanusiaan. Mengenai hal ini saya teringat dengan cerita Kiai Kholil Bangkalan
yang menerima tamu dari segala lapisan masyarakat. Bahkan pejabat Belanda
sekalipun. Ceritanya si residen Belanda ini sudah betah di Bangkalan. Ada kabar
akan dimutasi oleh atasannya. Lalu ia sowan ke Kiai Kholil mengadukan
masalahnya. Singkat cerita dia tidak jadi dipindah. Ia Senang sekali. Sebagai
bentuk balas budi Kiai Kholil diberi kemudahan dalam hal adiministrasi
pemerintahan dan akses jalan. Maklum waktu itu masih dalam masa penjajahan Belanda.
Ada hal menarik dari Mbah Pan
ini. Sudah sekian tahun menjalani kehidupan berkeluarga dengan isteri beliau
belum menerima momongan. Segala usaha sudah dicoba namun belum juga berhasil.
Sebagai ikhtiar yang dilakukan agar kehidupan keluarga terasa lengkap adalah mengasuh
anak yatim. Selama ini menurut ceritanya yang diasuh masih dari kerabat dekat
misalnya keponakan. Sudah banyak yang diasuh hingga kuliah dan dinikahkan
sekalian. Jadi sudah banyak momongannya yang jadi orang sekarang. Melihat
rumahnya yang sederhana ternyata ada kedamaian dan ketenteraman di sana. Semoga
saja ada yang bias dipetik untuk dijadikan contoh. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar