Rabu, 07 November 2012

Berislam dengan Tukang Pijat


Mbah Pan, itulah nama tukang pijat yang biasa saya datang kerumahnya. Sebenarnya nama lengkapnya adalah Affandi. Namun karena lidah Jawa yang sering memanggil hanya nama panggilaan maka jadilah seperti itu. Rumahnya dekat pasar Kertosono dan ada beberapa masjid di sekitarnya. Asli orang Madura yang kemudian tinggal di Surabaya. Bapaknya dulu berdinas di Departemen Agama. Yang pernah berganti-ganti profesi. Sebagaimana anak muda di jamannya yang mencari identitas diri. Pernah juga menjadi ABK (anak buah kapal) namun seiring dengan waktu dan bermohon kepada Allah untuk dikaruniai pekerjaan yang bias membantu orang banyak. Maka ditunjukkan dengan tanpa sengaja latihan therapy pada seorang ahli. Setelah beberapa saat mencoba dinyatakan hanya beliulah yang bias berpraktek sebagai pemijat refleksi.  
Disela-sela dipijat enak sekali diajak ngobrol. Suatu saat saya mendengarkan tentang wudhu sempurna. Lha, apa ada wudhu yang tidak sempurna? Wudhu adalah syarat sah sholat dikerjakan. Jadi harus berwudhu terlebih dahulu. Diantaranya adalah membasuh muka, membasuh kedua tangan hingga siku, mengusap sebagian kepala, membasuh kedua kaki hingga mata kaki. Untuk lebih menyempurnakan lagi dianjurkan membasuh kedua tangan. Jadi sebelum membasuh anggota tubuh yang lain tangan yang digunakan dibersihkan terlebih dahulu. Syukur-syukur dengan sabun. Biar lebih steril. Kebiasaan membasuh tangan dengan sabun seharusnya sudah dibiasakan kepada anak-anak kita. Agar terbiasa. Sehingga sampai dewasanya akan selalu menjaga kesehatan. Ada yang bias dipetik yakni menghindari penyakit diare. Mengapa ini perlu disampaikan secara massif seperti dalam iklan tv, karena  ternyata kebiasaan seperti ini masih jarang dilakukan oleh masyarakat kita. Senang konsumsi kuliner namun tidak dibarendi dengan menjaga kesehatan. Bukankah tangan digunakan untuk sarana makan. Sedang tangan sendiri bila kotor akan membawa bibit penyakit. Bila masuk di perut maka itu awal dari berprosesnya penyakit terjadi. Karena perut adalah sumber sarangnya penyakit. Bila perut dijaga dari penyebabnya maka akan bias sehat tubuh kita.
Selain cuci tangan ada menghisap air dalam hidung. Air dihisap lalu dikeluarkan. Ada hal yang baik. Saringan hidung menjadi lebih bersih. Penyakit sinus hidung lalu pilek akan bias dicegah kalau kita mau melakukan hal ini. Belum lagi sunah mengerjakan membasuh kedua telinga. Jari telunjuk dimasukkan lubang telinga lalu ibu jari berputar dari bawah ke atas. Sebenarnya ada fungsi pijat refleksi yang dilakukan. Selain bernilai ibadah, apa yang dilakukan ini member ruang relaksasi pada daun telinga. Disempurnakan lagi ketika membasuh kedua kaki. Dengan kedua tangan membersihkan anggota kaki bahkan sela-sela jari, lalu membersihkan tungkai. Karena biasanya bagian ini kering sehingga perlu agak ekstra untuk membersihkan. Lha, dalam membersihkan ini pula ada pijatan-pijatan secara tidak langsung. Efeknya akan baik bagi kesehatan. Bila hal ini dilakukan minimal lima kali dalam sehari sebenarnya Gusti Allah memberitahu cara menjaga kesehatan. Bagaimana tidak? Dalam sehari minimal kita membersihkan anggota tubuh terluar lima kali. Dimana hal ini tidak diajarkan dalam agama lain. Sebagai bukti bahwa memang agama Islam sesuai dengan fitrah kemanusiaan.
Begitu juga ketika ngobrol mengenai silaturahmi. Karena saya anggap lebih sepuh saya sering hanya mendengar saja. Bersilaturahmi menurut beliau tidak harus yang muda ke orang tua. Namun melihat situasi kondisi sekarang ini tidak menutup kemungikinan yang lebih tua bersilaturahmi dengan yang lebih muda. Sebenarnya juga tidak wagu. Asal kita niat silaturahmi sudah. Titik. Tokh, tidak ada jeleknya. Karena definisi silaturahmi sendiri yakni menyambung persaudaraan. Lha, ini tidak tergantung yang muda yang memulai. Tapi lebih tergantung waktu, kesempatan dan kepeduliaan untuk bersilaturahmi. Begitu juga tidak harus menunggu datangnya hari Raya Idul Fitri. Karena sewaktu-waktu bias dijalankan dan dilakukan. Lebih baik jika kontak dulu apa ada waktu untuk bertemu apa tidak. Kalau ada waktu free ok untuk melanjutkan bertemu. Bila tidak ya tidak usah dilakukan. Ada hal penting juga sebenarnya. Bila bertamu lalu tuan rumah tidak ada alias suami tidak ada lebih baik dan sangat dianjurkan untuk tidak masuk rumah. Dari pada timbul fitnah. Untuk menyikapi hal ini ada baiknya menggunakan anjuran seorang teman. Cara menghindari tamu masuk rumah apalagi si suami tidak ada adalah menyediakan teras sebagai tempat duduk tamu. Jadi keberadaan tamu bias banyak orang yang melihat. Aman disisi tuan rumah aman juga bagi yang bertamu.
Sebagai salah seorang spesialis pijat refleksi, Mbah Pan tidak jarang menerima pasien non muslim. Awalnya si pasien juga ragu-ragu. Mau tidak ya mengobati pasien beragama lain. Namun hal ini bias ditepis dengan diterimanya dan berusaha diperlakukan sebagaimana pasien yang lain. Menurutnya semua manusia sama derajat hak dan martabatnya. Secara kemanusiaan sama. Sama pernah sehat dan sakit. Begitu juga dengan pengobatan dan perawatan. Perlu penerimaan yang sama. Dengan contoh dan teladan seperti ini membuktikan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Mengenai hal ini saya teringat dengan cerita Kiai Kholil Bangkalan yang menerima tamu dari segala lapisan masyarakat. Bahkan pejabat Belanda sekalipun. Ceritanya si residen Belanda ini sudah betah di Bangkalan. Ada kabar akan dimutasi oleh atasannya. Lalu ia sowan ke Kiai Kholil mengadukan masalahnya. Singkat cerita dia tidak jadi dipindah. Ia Senang sekali. Sebagai bentuk balas budi Kiai Kholil diberi kemudahan dalam hal adiministrasi pemerintahan dan akses jalan. Maklum waktu itu masih dalam masa penjajahan Belanda.
Ada hal menarik dari Mbah Pan ini. Sudah sekian tahun menjalani kehidupan berkeluarga dengan isteri beliau belum menerima momongan. Segala usaha sudah dicoba namun belum juga berhasil. Sebagai ikhtiar yang dilakukan agar kehidupan keluarga terasa lengkap adalah mengasuh anak yatim. Selama ini menurut ceritanya yang diasuh masih dari kerabat dekat misalnya keponakan. Sudah banyak yang diasuh hingga kuliah dan dinikahkan sekalian. Jadi sudah banyak momongannya yang jadi orang sekarang. Melihat rumahnya yang sederhana ternyata ada kedamaian dan ketenteraman di sana. Semoga saja ada yang bias dipetik untuk dijadikan contoh. Wallahu a’lam bi al shawab. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar