Kamis, 09 Agustus 2012

Meningkatkan Kualitas Pendidikan



Persaingan dunia pendidikan semakin kompetitip. Setiap lembaga berusaha memberikan sesuatu yang terbaik. Sehingga konsumen tinggal memilih mana yang dianggap terbaik. Kalau dulu lembaga pendidikan dipandang dan dicari yang berbiaya rendah namun sekarang terjadi perubahan paradigma. Banyak lembaga yang memasang tarif tinggi. Bahkan lebih tinggi dari daerah sekitar. Namun nyatanya masyarakat mau menerima bahkan berebut. Ini fenomena apa?
Adanya program RSBI, fullday school, sekolah terpadu, sekolah plus, sekolah favorit, sekolah unggulan, RMBI, sekolah akselerasi, sekolah berprestasi dan sejenisnya menjadi bukti nyata fenomena di atas. Biaya mahal alias tinggi dianggap hal yang lumrah kalau menginginkan kualitas. Jadi kata kuncinya sekarang kualitas. Sehingga tidak heran bila lembaga pendidikan yang baru berdiripun juga langsung berani memasang tarif di atas rata-rata yang ada. Baik itu tempat kursus, sekolah, akademi, dan sejenisnya. Dengan sedikit sentuhan pemasaran, visi misi yang spesifik dan beda dengan lembaga sejenis lalu jalan. Akhirnya juga mendapat peserta didik. Lalu bagaimana dengan lembaga pendidikan yang sudah lama dan tidak beranjak dari perkembangan dan kemajuan?
Ini yang menjadi PR bagi para menejer pendidikan. Berarti ini berada di tangan kepala sekolah. Bagaimana merubah cara berpikir mengubah yang biasa menjadi luar biasa (meminjam salah satu iklan di TV). Bila ingin lembaganya tidak ketinggalan dan bisa bersaing dengan sekolah yang sudah punya nama sekalipun maka harus ada yang namanya perubahan. Walau pasti resistensi atau halangan/ancaman pasti ada namun jangan lantas surut untuk berpacu berlomba-lomba dalam kebaikan. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan masing-masing. Bukankah lembaga pendidikan adalah pelayanan jasa pendidikan. Maka customer atau pelanggan harus merasa puas dengan pelayanan yang kita berikan. Maka juga menjadi program mendesak mendatang yang perlu dikerjakan adalah Total Quality Assurance (penjaminan kualitas) atas apa yang sudah dilakukan. Baik dari internal bahkan ke depan sangat perlu audit eksternal. Atau yang lebih dikenal dengan ISO. Dengan memperoleh sertifikat ISO maka pelayanan yang kita berikan akan terstandar internasional. Lalu mimpi itu kapan bisa terwujud?
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas sekolah/madrasah:
1.     Menekan jam kosong. Kegiatan pembelajaran tidak bisa dilepaskan dari peran guru di kelas. Walau memang pembelajaran tidak harus dilakukan di ruang bersekat seperti kelas. Kelas bisa dimakani lebih luas. Di halaman, di kebun, di sawah, di minimarket, di pasar, di masjid dan lainnya. Namun adanya guru dalam  pembelajaran juga penting. Sebagai mediator, motivator pembelajaran agar sesuai dengan arah yang diinginkan. Hal-hal yang menyebabkan jam kosong harus dicari dan dicarikan solusinya. Bila ini dilakukan peserta didik akan tenang belajar dan mendapat nilai tambah ilmu setiap harinya.
2.    Pemaksimalan ruang labolatorium dan perpustakaan. Pendidikan diharapkan menelurkan para saintis-saintis baru masa depan. Sebagai embrionya madrasah/sekolah perlu mengenalkan dan meletakkan dasar-dasar saint dengan mengajak peserta didik di labolatorium. Kebanyakan madrasah sudah mempunyai labolatorium yang memadai. Hanya saja terkadang alat dan tenaga yang kurang dimaksimalkan. Apalagi masih ada anggapan fungsi lab belum begitu penting. Oleh karena itu masih biasa digunakan sebagai ruang kelas darurat. Bila mendapat peserta didik berlebih. Sebaiknya hal ini perlu diakhiri. Ruang, alat dan tenaga yang ada perlu dimaksimalkan agar generasi muda sudah mulai dikenalkan tentang pentingnya riset ilmu pengetahuan. Dan semoga generasi yang akan datang akan lebih baik lagi.
3.    Program Pembentukan Karakter. Pembentukan kepribadian adalah hal yang urgen. Menengok ke belakang adanya pondok pesantren bisa melahirkan para ulama besar. Bila melihat pondok pesantrennya waktu belajar ternyata hanya sederhana saja. Namun mengapa bisa menciptakan para pemimpin bangsa. Jawabannya diantaranya pembentukan karakter yang konsisten di pondok pesantren. Adanya kewajiban sholat berjamaah, dan tauladan 24 jam dari pengasuh pesantren yang menyebabkan hal tersebut. Maka ada beberapa program yang mengarah kesana agar peserta didik terbiasa berbuat baik. Misalnya ketika memasuki gerbang sekolah peserta didik turun dari kendaraan/sepeda, sebelum masuk kelas peserta didik berbaris, berdoa dan masuk kelas dengan bersalaman dengan guru. Begitu juga ketika pulang yang sebelumnya diawali dengan membaca surat al-asr bersama-sama. Bisa disisipkan pada 10 menit pertama tadarus al-Qur’an bersama. Lalu ada program sholat dhuha dan sholat dhuhur berjamaah seluruh civitas madrasah/sekolah. Belum lagi PHBI misalnya Maulidan, Rajabiyah, Pondok Ramadhan, Syawalan, Qurbanan, khataman Qur’an, riyadhah kubra dan semacamnya. Ini sebagai upaya penanaman karakter warga madrasah/sekolah.
Pertanyaannya mengapa kantin kejujuran yang digagas beberapa pihak belum berhasil? Karena kelihatannya penanamna nilai/karakter kejujuran masih bias. Satu sisi peserta didik diharuskan untuk berlaku jujur namun disekelilingnya dan yang menjadi panutan belum berlaku serupa. Sehingga terlihat masih miskin keteladanan.
Semua yang dilakukan adalah ikhtiar dan semoga dari hal yang kecil akan membuahkan hasil. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar