Sholat
tarawih adalah salah satu kegiatan di bulan Ramadhan. Mengenai pelaksanaannya
sudah lumrah semua orang mengetahuinya. Hanya saja mengenai pelaksanaannya
antara satu dengan lain desa mungkin berbeda. Mengenai waktu mungkin sama. Ada
yang delapan ada juga yang dua puluh rakaat. Itupun tidak menjadi masalah.
Sesuai dengan kebiasaan dan yang bias diterima oleh masyarakat. Yang berbeda di
desa Pisang adalah mengenai satu hal. Yakni adanya rasa kebersamaan menjadi
imam yang bergilir. Selain ada imam masjid dan mushola yang sebagai cadangan.
Ini hanya aspek teknis saja. Namun ada hal positifnya.
Jumlah
masjid dan mushola di dusun Pisang ada 17 buah. Satu masjid sisanya mushola.
Dulu waktu saya masih kecil. Kegiatan sholat tarawih masih berpusat di masjid.
Hingga warga yang letaknya di ujung dusun. Namun seiring dengan perkembangan
penduduk ada inisiatip untuk mendirikan mushola. Hingga jumlahnya seperti
sekarang ini. Lantas kemudian yang menjadi sedikit kendala adalah adanya imam
sholat tarawih? Karena kemampuan dari
jamaah mushola masih terbatas. Memang diakui keinginan untuk mendirikan tempat
ibadah cukup tinggi. Hanya penyiapan SDM yang terasa masih minim. Bahkan ada
mushola yang tidak punya penerus menjadi imam sholat. Sehingga sampai sekarang
imam sholat masih dari warga yang letak rumahnya lumayan terpaut beberapa ratus meter. Inilah keadaan keagamaan di
pelosok desa. Mungkin kader muda sudah disiapkan hanya saja menginjak dewasa
atau selepas dari madrasah aliyah dan sederajat banyak yang kabur mencari
pengalaman kerja di kota. Ini berartai desa belum menarik kalangan muda dan
belum sanggup menghidupi dahaga ekonomi warganya.
Sebagai
salah satu solusi yang diberikan oleh Takmir Masjid Baitul Atqiya’ bersama
Pengurus NU Ranting Pisang adalah membuat jadwal imam dan kultum tarawih desa
Pisang yang dibuat sepengetahuan kepala desa sebagai pemimpin pemerintah desa.
Ada beberapa orang yang dianggap mumpuni ditunjuk untuk menjadi imam keliling
di 17 titik tadi. Disamping untuk menghilangkan kejenuhan suasana juga untuk
menyeimbangkan suasana keagamaan dari beberapa perbedaan kualitas jamaah di
mushola. Namun yang lebih penting adalah menjaga silaturahmi antara tokoh
masyarakat dan jamaah.
Bila ini
bias dijaga maka ukhuwah akan terjaga.
Dan dampaknya suasana kekerabatan relative solid. Bias menghindari hal-hal yang
tidak dihindarkan. Bahkan kepala desa sendiri mendapat giliran imam sholat
tarawih juga di masjid desa.
Apa bias
hal ini diterapkan di desa lain? Saya kira bias saja. Hanya perlu sedikit waktu
dan tenaga untuk menata jadwal orang per orang tokoh. Karena dari pengalaman
yang ada beberapa nama menjadi rebutan banyak pihak. Istilahnya sudah dibooking
oleh masjid dan mushola luar desa. Ini yang agak merepotkan. Namun berkat
pendekatan yang dilakukan bias dibuat kompromi atau kesepakatan. Intinya
tenaga-tenaga beliau sangat diharapkan atau diutamakan untuk desanya dahulu.
Untuk bias bermanfaat di tanah kelahirannya terlebih dahulu.
Itulah
sedikit gambaran kegiatan keagamaan yang berada di desa Pisang Patianrowo.
Ketika proses berjalan bukan berarati tanpa kendala. Kendala dan hambatan pasti
ada saja. Namun karena adanya rasa kebersamaan dari semua pihak semuanya bias
diatasi. Relative tidak ada kendala berarti. Saya kira hal ini berkata dukungan
dari para sesepuh tokoh yang telaten mengiringi langkah yang muda-muda. Semoga
hal ini berlanjut terus dan menjadi lebih baik di masa mendatang. Wallahu a’lam
bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar