Jumat, 31 Agustus 2012

Kiai dan Masyarakat

Tidak dipungkiri akan posisi kiai dalam masyarakat. Begitu penting dan berarti. Sehingga Gus Dur sendiri menyebut kedudukan kiai pesantren dan pondok pesantren sendiri sebagai sub kultur sendiri. Selain masyarakat secara umum peranan dan kedudukan kiai mempunyai posisi tertentu.
Adanya pondok pesantren memiliki lima pilar yang saling menguatkan satu dengan lainnnya. Yakni kiai, masjid, asrama, santri dan kitab kuning. Kiai mempunyai peran sentral dalam pondok pesantren. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pondok pesantren muaranya adalah kiai. Tentu saja dengan keluarganya. Isteri kiai biasa disapa dengan Ibu Nyai atau Bu Nyai. Sedang para putra biasa dipanggil dengan Gus untuk daerah sekitar Nganjuk dan Jombang. Sedang yang perempuan biasa disapa dengan Ning. Pergaulan santri di asrama biasa dengan sebutan kang bagi santri putra dan Mbak untuk santri putri.
Masjid sebagai pusat kegiatan ibadah keluarga pondok pesantren. Semua aktivitas biasanya berada di tempat ini. Tidak hanya ritual ibadah saja seperti sholat berjamaah. Bahkan tidak jarang aktivitas pendidikan juga berada di sini. Mulai dari wetonan, klasikal, khitobah, barzanzi, manaqiban dll. Jadi di masjid ini tempat berkumpul minimal lima kali dalam sehari. Bagitu pula Kiai akan bisa bertemu dengan santri di sini juga. Maka tidak ayal begitu dekatnya hubungan santri dengan kiai. Dan keberadaan santri akan bisa dilihat.
Asrama menjadi tempat tinggal santri. Berupa kamar-kamar. Disini barang-barang santri ditempatkan. Pakaian, kitab dan sarana penunjang santri lainnya. Biasanya satu kamar dihuni oleh beberapa santri. Peruntukan kamar biasanya ditentukan oleh asal daerah santri misalnya kamar Nganjuk dihuni oleh santri dari Nganjuk, atau juga berdasar kelas misalnya santri kelas satu mengelompok menjadi satu disini, atau juga kamar pengurus yang hanya khusus untuk pengurus pondok pesantren. Menurut hasil penelitian alumni pesantren ketika sudah pulang kembali ke rumah atau masyarakat biasanya mudah bergaul dengan siapa saja. Dalam arti bisa diterima oleh semua kalangan. Ternyata ada hubungannya dengan cara bergaul di pondok pesantren. Ini bisa ditunjukkan dari alumni pesantren salaf di mana-mana. Dan bisa saya buktikan sendiri dari tetangga sekitar. Bila santri tinggal di kamar dengan banyak santri maka secara tidak langsung akan mengenal satu persatu watak dan perilaku teman sekamarnya. Sehingga akan beradaptasi untuk mencapai tujuan ia mondok. Hal inilah yang menyebabkan santri mudah bergaul dan berjejaring. Sebagao salah satu kelebihan santri dalam kecerdasan emosi. Asrama semacam ini biasa dinamai gotaan untuk kamar yang berdinding batu bata. Ada juga yang dinamai angkring. Berbentuk panggung berdinding anyaman bambu. Penempatan santri dalam komplek tersendiri. Laki-laki dan perempuan disendirikan. Biasanya asrama putri atau perempuan dekat dekat dengan ndalem pengasuh.
Santri adalah peserta didik yang berada di pondok pesantren. Ada yang mengatakan santri dari kata cantrik dalam padepokan orang Hindu. Yang bermakna orang yang mengabdi, ngudi ilmu. Kitab kuning adalah buku yang berwarna kuning. Pelajaran di pesantren menggunakan acuan kitab kuning. Misalnya kelas 1 kitab tajwid, kelas 2 kitab jurumiyah, kelas tiga kitab imriti, kelas 4 mutamimah, kelas 5 kitab alfiyah awal dan kelas 6 melanjutkan pelajaran alfiyah yang dinamakan alfiyah tsani. Kurikulum di pesantren berbeda. Disesuaikan dengan takhasus di pesantren bersangkutan. Contoh di atas dikhususkan untuk pesantren yang mengutamakan alat/cara membaca gramatika bahasa Arab. Berbeda dengan pesantren yang takhasus hadith, fiqh, al-Qur’an, ketabiban, kesaktian, tasawuf, falak. Berbeda lagi dengan pesantren khalaf atau modern begitu juga ma’had aly, dan pesantren mahasiswa.
Melihat peran sentral yang dimiliki kiai dengan segala aktivitas keagamaan dan kedalaman ilmu maka masyarakat sendiri memposisikan kiai sebagai tokoh masyrakat. Segala aktivitas, jaringan, peran diperhitungkan oleh masyarakat. Sehingga tidak ayal lagi hampir segala permasalah di masyarakat biasanya juga disampaikan kepada kiai untuk mencari solusi.
Mulai dari pejabat dari tingkat desa hingga tingkat pusat. Baik sipil maupun militer. Biasa yang dikeluhkan berkaitan dengan kebijakan, karier, bahkan problem yang dihadapi berkaitan dengan masalah tugas dan dampaknya. Juga tidak menutup kemungkinan dengan dukungan dan pengaruh. Sehingga akan menjadi percaya diri seorang pejabat bilamana dekat dengan kiai tertentu.
Sedang bagi masyarakat biasa bila ada problem biasanya juga minta pemecahan masalah kepada kiai. Apalagi bila alumni pesantren. Akan merasa lebih mantab bila sudah tidak bisa menyelesaikan problemnya sendiri larinya juga kepada kiai. Ngalab berkah. Seperti itu jawaban yang biasa didengar. Tidak salah memang. Dan banyak manjurnya. Serta bisa menjadi penenag hati bila dilanda kesulitan dan kesusahan. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar