Adanya
pondok pesantren memiliki lima pilar yang saling menguatkan satu dengan
lainnnya. Yakni kiai, masjid, asrama, santri dan kitab kuning. Kiai mempunyai
peran sentral dalam pondok pesantren. Segala sesuatu yang berhubungan dengan
pondok pesantren muaranya adalah kiai. Tentu saja dengan keluarganya. Isteri
kiai biasa disapa dengan Ibu Nyai atau Bu Nyai. Sedang para putra biasa
dipanggil dengan Gus untuk daerah sekitar Nganjuk dan Jombang. Sedang yang
perempuan biasa disapa dengan Ning. Pergaulan santri di asrama biasa dengan
sebutan kang bagi santri putra dan Mbak untuk santri putri.
Masjid
sebagai pusat kegiatan ibadah keluarga pondok pesantren. Semua aktivitas
biasanya berada di tempat ini. Tidak hanya ritual ibadah saja seperti sholat
berjamaah. Bahkan tidak jarang aktivitas pendidikan juga berada di sini. Mulai
dari wetonan, klasikal, khitobah, barzanzi, manaqiban dll. Jadi di masjid ini
tempat berkumpul minimal lima kali dalam sehari. Bagitu pula Kiai akan bisa
bertemu dengan santri di sini juga. Maka tidak ayal begitu dekatnya hubungan
santri dengan kiai. Dan keberadaan santri akan bisa dilihat.
Asrama
menjadi tempat tinggal santri. Berupa kamar-kamar. Disini barang-barang santri
ditempatkan. Pakaian, kitab dan sarana penunjang santri lainnya. Biasanya satu
kamar dihuni oleh beberapa santri. Peruntukan kamar biasanya ditentukan oleh
asal daerah santri misalnya kamar Nganjuk dihuni oleh santri dari Nganjuk, atau
juga berdasar kelas misalnya santri kelas satu mengelompok menjadi satu disini,
atau juga kamar pengurus yang hanya khusus untuk pengurus pondok pesantren. Menurut
hasil penelitian alumni pesantren ketika sudah pulang kembali ke rumah atau
masyarakat biasanya mudah bergaul dengan siapa saja. Dalam arti bisa diterima
oleh semua kalangan. Ternyata ada hubungannya dengan cara bergaul di pondok
pesantren. Ini bisa ditunjukkan dari alumni pesantren salaf di mana-mana. Dan
bisa saya buktikan sendiri dari tetangga sekitar. Bila santri tinggal di kamar
dengan banyak santri maka secara tidak langsung akan mengenal satu persatu
watak dan perilaku teman sekamarnya. Sehingga akan beradaptasi untuk mencapai
tujuan ia mondok. Hal inilah yang menyebabkan santri mudah bergaul dan
berjejaring. Sebagao salah satu kelebihan santri dalam kecerdasan emosi. Asrama
semacam ini biasa dinamai gotaan untuk kamar yang berdinding batu bata. Ada
juga yang dinamai angkring. Berbentuk panggung berdinding anyaman bambu.
Penempatan santri dalam komplek tersendiri. Laki-laki dan perempuan
disendirikan. Biasanya asrama putri atau perempuan dekat dekat dengan ndalem
pengasuh.
Santri
adalah peserta didik yang berada di pondok pesantren. Ada yang mengatakan
santri dari kata cantrik dalam padepokan orang Hindu. Yang bermakna orang yang
mengabdi, ngudi ilmu. Kitab kuning adalah buku yang berwarna kuning. Pelajaran
di pesantren menggunakan acuan kitab kuning. Misalnya kelas 1 kitab tajwid,
kelas 2 kitab jurumiyah, kelas tiga kitab imriti, kelas 4 mutamimah, kelas 5
kitab alfiyah awal dan kelas 6 melanjutkan pelajaran alfiyah yang dinamakan
alfiyah tsani. Kurikulum di pesantren berbeda. Disesuaikan dengan takhasus di
pesantren bersangkutan. Contoh di atas dikhususkan untuk pesantren yang
mengutamakan alat/cara membaca gramatika bahasa Arab. Berbeda dengan pesantren yang
takhasus hadith, fiqh, al-Qur’an, ketabiban, kesaktian, tasawuf, falak. Berbeda
lagi dengan pesantren khalaf atau modern begitu juga ma’had aly, dan pesantren
mahasiswa.
Melihat
peran sentral yang dimiliki kiai dengan segala aktivitas keagamaan dan kedalaman
ilmu maka masyarakat sendiri memposisikan kiai sebagai tokoh masyrakat. Segala
aktivitas, jaringan, peran diperhitungkan oleh masyarakat. Sehingga tidak ayal
lagi hampir segala permasalah di masyarakat biasanya juga disampaikan kepada
kiai untuk mencari solusi.
Mulai
dari pejabat dari tingkat desa hingga tingkat pusat. Baik sipil maupun militer.
Biasa yang dikeluhkan berkaitan dengan kebijakan, karier, bahkan problem yang
dihadapi berkaitan dengan masalah tugas dan dampaknya. Juga tidak menutup kemungkinan
dengan dukungan dan pengaruh. Sehingga akan menjadi percaya diri seorang
pejabat bilamana dekat dengan kiai tertentu.
Sedang
bagi masyarakat biasa bila ada problem biasanya juga minta pemecahan masalah
kepada kiai. Apalagi bila alumni pesantren. Akan merasa lebih mantab bila sudah
tidak bisa menyelesaikan problemnya sendiri larinya juga kepada kiai. Ngalab
berkah. Seperti itu jawaban yang biasa didengar. Tidak salah memang. Dan banyak
manjurnya. Serta bisa menjadi penenag hati bila dilanda kesulitan dan
kesusahan. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar