Ramadhan
adalah salah satu dari 12 bulan dalam tahun Islam. Dalam tahun Islam atau yang
lebih dikenal dengan tahun hijriyah ini, Ramadhan menduduki peringkat utama.
Ini dilihat dari betapa mulianya bulan ini. Sehingga ada anjuran khusus dan
acara khusus untuk memperingati dan mengisi hari-harinya. Bulan ini tidak dimiliki
oleh para nabi-nabi terdahulu. Hanya terkhusus untuk umat Nabi Muhammad. Umat
terakhir dari seluruh kenabian. Lalu yang lain dalam bulan ini mulai turunnya
wahyu al-Qur’an, adanya lailatul qadar. Malam yang pahalanya sama dengan ibadah
83 tahun. Bangsa Indonesia sendiri mempunyai catatan penting terkait bulan
mulia ini. Karena tanggal 17 Agustus 1945 waktu Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia dilaksanakan pada bulan ini.
Usia
manusia disbanding dengan kedatangan Ramadhan tiap tahun masih lama bulan
Ramadhan. Ini berarti Ramadhan tiap tahun pasti ada dan kita sebagai manusia
yang kontrak hidupnya terbatas belum tentu tahun depan bias berjumpa lagi. Maka
banyak salafus sholeh pada jaman dahulu yang berdoa khusus agar bias berjumpa
dengan bulan Ramadhan tahun depannya. Hal ini mengingat betapa mulianya bulan
ini bagi umat Islam. Bulan yang penuh rahmat, ampunan dan dijamin masuk surge
bagi yang mau melaksanakan puasa di bulan ini.
Banyak
ritual dilakukan sebagai bentuk menyambut kedatangannya. Ada garebeg Ramadhan,
ada megengan, kirim doa kepada para leluhur, ziarah kubur, silaturahmi kepada
keluarga dan sebagainya. Garebeg Ramadhan biasa dilaksanakan dibeberapa daerah
misalnya di Cirebon, Jogja, Solo dan Kediri. Di Palembang ada juga ritual
ziarah ke makam para aulia di sana. Pesertanya luar biasa banyaknya. Bila
megengan banyak dilakukan orang di sekitar Nganjuk. Termasuk juga di desa saya.
Bentuknya saling berkirim makanan kepada sanak saudara dan tetangga. Ada juga
yang mengirim makanan ke masjid dan mushola. Lalu sehabis sholat magrib di
makan bersama-sama jamaah masjid setelah terlebih dahulu dibacakan doa. Lalu
yang tidak ketinggalan ada adanya makanan apem. Apem berupa makanan yang
terbuat dari tepung lalu ada yang digoreng cetakan tanpa minyak atau ada juga
yang dikukus. Bentuknya macam-macam. Apem ini sebagai symbol saja. Orang Jawa
sudah pakar mengenai hal ini. Apem dari bahasa Arab Afwun. Bermakna maaf.
Dengan apem dikirim kepada para tetangga dan sanak saudara ini dikandung maksud
permohonan maaf kepada orang yang dikirimi. Mengenai tradisi membuat ape mini
saya mempunyai pengalaman ketika masih nyantri di pondok pesantren. Bila
menjelang bulan Ramadhan banyak santri yang mengikuti pengajian kilatan. Baik
dari santri pondok sendiri maupun dari santri luar. Bila menjelang sholat
tarawih bakda magribnya ada hal yang dinanti yakni apem yang berasal dari
ndalem Kiai dan yang berasal dari tetangga pondok pesantren. Teringat terasa
khas rasanya dan sesekali ingin mengulangi kejadian waktu itu sekarang ini.
Permohonan
maaf menjelang Ramadhan memang dianjurkan. Agar hubungan manusia sudah selesai.
Bila sudah klir tidak ada masalah secara kemanusiaan maka akan tenang dalam
menjalani puasa Ramadhan.
Ritual di
bulan ini banyak sekali yang bias dilakukan. Tinggal mau menjalankan atau
tidak. Tentu saja puasa selama sebulan yang harus dijalankan orang muslim. Tentu
saja agar bias sempurna haruslah mengetahui ilmunya. Syarat rukunnya juga harus
mengetahui lalu menjalankannya secara konsisten. Kalau lahiriah saja mungkin
semua orang bias melakukannya. Asal tidak makan dan minum selama berpuasa.
Namun seiring dengan berjalannya waktu tidak itu saja yang dilakukan. Harus
berusaha ada peningkatan kualitas berpuasa kita. Dari tingkatan awam menuju
khas hingga khawasul khas. Mungkin yang terakhir inilah yang bias menyandang
predikat takwa itu. Untuk menuju kesana tentu perlu proses yang terus menerus.
Tidak sekali dua kali saja.
Bila
sholat sunah saja dinilai sama dengan sholat wajib pahalanya apalagi mau
mengerajakan sholat wajib dan juga berjamaah. Maka tidak kepalang pahalanya.
Dengan kata lain memperbanyak sholat sunah tarawih misalnya dengan jumlah
rakaat sebanyak dua puluh berarti pula insyaallah pahalanya lebih banyak
disbanding kurang dari jumlah rakaat itu. Ini sesuai dengan kaidah biqadrit
tab. Sebanding dengan tingkat kesukaran. Namun yang berhak menghitung pahala
tentu saja Gusti Allah. Sebagai manusia bolah saja berharap. Dan memang ini
logis.
Selain
sholat tarawih ada ritual lain yang bias dilakukan diantaranya mengisi
hari-hari dengan mengaji ilmu, mengajarkan ilmu, tadarus qur’an, membaca
sholawat Nabi, I’tikaf, member makan takjil dan sahur di masjid atau kepada
orang lain. Ini ada dimensi saleh ritual, intelektual dan social. Memang amal
yang dianjurkan tidak hanya aspek ritual saja. Aspek ini semua orang bias
menjalankan dan tidak usah diperdebatkan. Ini karena cabang furuiyah yang tidak
akan habis bila dibahas. Yang penting dikerjakan saja. Selesai. Yang kurang
dari kita dan perlu dikembangkan terus menerus adalah saleh social dan
intelektual. Sebenarnya contoh dari kiai pondok pesantren bias dijadikan
teladan kehidupan. Beliau mengabdikan diri dan keluarganya untuk pengembangan
dakwah keagamaan. Setiap hari mengajar santri tanpa mengenal waktu. Masih saja
bias memberi makan santri yang ‘nderek’ ini menurut saya hal yang luar biasa.
Dan seharusnya menjadi bahan pemikiran kita bersama untuk bias dicontoh dan
dipraktekkan. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar