Kamis, 09 Agustus 2012

Kedatangan Tamu Agung


Ramadhan adalah salah satu dari 12 bulan dalam tahun Islam. Dalam tahun Islam atau yang lebih dikenal dengan tahun hijriyah ini, Ramadhan menduduki peringkat utama. Ini dilihat dari betapa mulianya bulan ini. Sehingga ada anjuran khusus dan acara khusus untuk memperingati dan mengisi hari-harinya. Bulan ini tidak dimiliki oleh para nabi-nabi terdahulu. Hanya terkhusus untuk umat Nabi Muhammad. Umat terakhir dari seluruh kenabian. Lalu yang lain dalam bulan ini mulai turunnya wahyu al-Qur’an, adanya lailatul qadar. Malam yang pahalanya sama dengan ibadah 83 tahun. Bangsa Indonesia sendiri mempunyai catatan penting terkait bulan mulia ini. Karena tanggal 17 Agustus 1945 waktu Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan ini. 
Usia manusia disbanding dengan kedatangan Ramadhan tiap tahun masih lama bulan Ramadhan. Ini berarti Ramadhan tiap tahun pasti ada dan kita sebagai manusia yang kontrak hidupnya terbatas belum tentu tahun depan bias berjumpa lagi. Maka banyak salafus sholeh pada jaman dahulu yang berdoa khusus agar bias berjumpa dengan bulan Ramadhan tahun depannya. Hal ini mengingat betapa mulianya bulan ini bagi umat Islam. Bulan yang penuh rahmat, ampunan dan dijamin masuk surge bagi yang mau melaksanakan puasa di bulan ini.
Banyak ritual dilakukan sebagai bentuk menyambut kedatangannya. Ada garebeg Ramadhan, ada megengan, kirim doa kepada para leluhur, ziarah kubur, silaturahmi kepada keluarga dan sebagainya. Garebeg Ramadhan biasa dilaksanakan dibeberapa daerah misalnya di Cirebon, Jogja, Solo dan Kediri. Di Palembang ada juga ritual ziarah ke makam para aulia di sana. Pesertanya luar biasa banyaknya. Bila megengan banyak dilakukan orang di sekitar Nganjuk. Termasuk juga di desa saya. Bentuknya saling berkirim makanan kepada sanak saudara dan tetangga. Ada juga yang mengirim makanan ke masjid dan mushola. Lalu sehabis sholat magrib di makan bersama-sama jamaah masjid setelah terlebih dahulu dibacakan doa. Lalu yang tidak ketinggalan ada adanya makanan apem. Apem berupa makanan yang terbuat dari tepung lalu ada yang digoreng cetakan tanpa minyak atau ada juga yang dikukus. Bentuknya macam-macam. Apem ini sebagai symbol saja. Orang Jawa sudah pakar mengenai hal ini. Apem dari bahasa Arab Afwun. Bermakna maaf. Dengan apem dikirim kepada para tetangga dan sanak saudara ini dikandung maksud permohonan maaf kepada orang yang dikirimi. Mengenai tradisi membuat ape mini saya mempunyai pengalaman ketika masih nyantri di pondok pesantren. Bila menjelang bulan Ramadhan banyak santri yang mengikuti pengajian kilatan. Baik dari santri pondok sendiri maupun dari santri luar. Bila menjelang sholat tarawih bakda magribnya ada hal yang dinanti yakni apem yang berasal dari ndalem Kiai dan yang berasal dari tetangga pondok pesantren. Teringat terasa khas rasanya dan sesekali ingin mengulangi kejadian waktu itu sekarang ini.
Permohonan maaf menjelang Ramadhan memang dianjurkan. Agar hubungan manusia sudah selesai. Bila sudah klir tidak ada masalah secara kemanusiaan maka akan tenang dalam menjalani puasa Ramadhan.
Ritual di bulan ini banyak sekali yang bias dilakukan. Tinggal mau menjalankan atau tidak. Tentu saja puasa selama sebulan yang harus dijalankan orang muslim. Tentu saja agar bias sempurna haruslah mengetahui ilmunya. Syarat rukunnya juga harus mengetahui lalu menjalankannya secara konsisten. Kalau lahiriah saja mungkin semua orang bias melakukannya. Asal tidak makan dan minum selama berpuasa. Namun seiring dengan berjalannya waktu tidak itu saja yang dilakukan. Harus berusaha ada peningkatan kualitas berpuasa kita. Dari tingkatan awam menuju khas hingga khawasul khas. Mungkin yang terakhir inilah yang bias menyandang predikat takwa itu. Untuk menuju kesana tentu perlu proses yang terus menerus. Tidak sekali dua kali saja.
Bila sholat sunah saja dinilai sama dengan sholat wajib pahalanya apalagi mau mengerajakan sholat wajib dan juga berjamaah. Maka tidak kepalang pahalanya. Dengan kata lain memperbanyak sholat sunah tarawih misalnya dengan jumlah rakaat sebanyak dua puluh berarti pula insyaallah pahalanya lebih banyak disbanding kurang dari jumlah rakaat itu. Ini sesuai dengan kaidah biqadrit tab. Sebanding dengan tingkat kesukaran. Namun yang berhak menghitung pahala tentu saja Gusti Allah. Sebagai manusia bolah saja berharap. Dan memang ini logis.
Selain sholat tarawih ada ritual lain yang bias dilakukan diantaranya mengisi hari-hari dengan mengaji ilmu, mengajarkan ilmu, tadarus qur’an, membaca sholawat Nabi, I’tikaf, member makan takjil dan sahur di masjid atau kepada orang lain. Ini ada dimensi saleh ritual, intelektual dan social. Memang amal yang dianjurkan tidak hanya aspek ritual saja. Aspek ini semua orang bias menjalankan dan tidak usah diperdebatkan. Ini karena cabang furuiyah yang tidak akan habis bila dibahas. Yang penting dikerjakan saja. Selesai. Yang kurang dari kita dan perlu dikembangkan terus menerus adalah saleh social dan intelektual. Sebenarnya contoh dari kiai pondok pesantren bias dijadikan teladan kehidupan. Beliau mengabdikan diri dan keluarganya untuk pengembangan dakwah keagamaan. Setiap hari mengajar santri tanpa mengenal waktu. Masih saja bias memberi makan santri yang ‘nderek’ ini menurut saya hal yang luar biasa. Dan seharusnya menjadi bahan pemikiran kita bersama untuk bias dicontoh dan dipraktekkan. Wallahu a’lam bi al shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar