Senin, 30 April 2012

Sungkem Orang Tua


Hari-hari ini banyak dirayakan memperingati hari Kartini. Salah seorang tokoh yang memberdayakan perempuan. Dalam sejarah diceritakan beliau berdarah ningrat karena puteri Adipati. Dan kelak juga menjadi isteri adipati pula. Namun ada keinginan dalam hatinya untuk mengangkat derajat perempuan sesamanya. Pada waktu itu masih jaman Belanda. Yang berhak menikmati pendidikan hanya golongan tertentu, tentu saja golongan ningrat. Perempuan hanya sebatas kanca wingking, urusan domestik. Hanya lingkup sumur, dapur dan kasur. Tidak lebih dari itu. Sekilas hanya pelengkap kehidupan laki-laki. Bisa diibaratkan kalau laki-laki suaminya masuk neraka mungkin juga si isteri akan ikut serta.
Melihat keadaan perempuan di masanya maka timbul keinginannya untuk mengurangi kesenjangan pendidikan perempuan. Maka dibuatlah semacam sekolah perempuan. Dengan pelajaran membaca dan menulis serta ketrampilan perempuan. Ide-ide cerdasnya ini tertuang dalam surat-surat yang ia kirimkan kepada temannya di Belanda. Hal inilah yang menginspirasi para aktivis perempuan untuk menyuarakan hak-haknya. Kartini dijadikan ikon pejuang perempuan. Dulu masih ingat Kartini dijadikan pejuang emansipasi perempuan. Perempuan juga mempunyai hak sama dengan laki-laki. Berhak menjadi pemimpin, berhak menjadi bupati, presiden, DPR dan sebagainya. Namun terkadang yang terlupa perempuan juga perempuan. Sebagai ibu dari anak-anak, isteri dari suami dan menjadi tiang negara. Bila perempuan baik maka baiklah negara ini. Yang mendidik generasi penerus dengan kasih sayang. Sehingga anak cucuk kita bisa tumbuh kembang dengan prestasi dan berkualitas memadai. Berani berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan negara lain.
Yang juga mungkin terlupa dari sosok Kartini adalah budaya religius dalam kehidupan. Diceritakan di Kadipaten Rembang asalnya ada pengajian yang diberikan oleh seorang Kiai. Dan ini menjadi kegiatan rutin bagi keluarga Adipati. Diantara yang dikaji adalah Tafsir al-Qur’an berbahasa Jawa, al-Ibriz karya KH Bisri Mustofa Rembang. Kuat dugaan saya adanya inspirasi Ibu Kartini tentang hak-hak perempuan karena terinspirasi dari pemahaman ayat-ayat al-Qur’an yang diyakini kebenarannya.
Adanya pengaburan sejarah bahwa kelihatan Ibu Kartini adalah sosok nasionalis yang tidak begitu berbau religius mungkin saja karena penulis sejarah sengaja melakukan hal ini. Sama saja dengan peristiwa pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya yang heroik itu. Dalam sejarah seusia saya tidak begitu mengerti peritiwa dibalik itu. Adanya resolusi Jihad yang dikobarkan oleh KH Hasyim Asy’ari Jombang bahwasanya kaum muslim yang berada dalam jangkauan sholat jama’ wajib berjuang dalam perang di Surabaya itu juga sengaja dikaburkan dalam sejarah. Yang kelihatan hanya Bung Tomo. Padahal sebelum perang Bung Tomo juga meminta restu kepada Kiai Hasyim. Lalu juga jarang yang mengetahui bahwa yang menjadi penasehat perang Jenderal Besar Sudirman ketika perang kemerdekaan adalah KH Wahid Hasyim, ayahanda Gus Dur. Sehingga ketika perang kemerdekaan beliau sering berpindah-pindah tempat menyesuaikan dengan kebutuhan dan strategi perang. Dan tentu saja sangat jarang di rumah. Hal-hal inilah yang perlu juga diketahui oleh para generasi penerus bangsa ini. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai jasa para pahlawannya.
Berkaitan dengan posisi perempuan sebenarnya dari dulu hingga sekarang posisinya masih tetap saja. Tetap dimuliakan. Dalam hadith Nabi dijelaskan bahwa surga di bawah telapak kaki ibu. Ini menunjukkan betapa mulianya posisi seorang ibu, seorang perempuan. Hal yang mudah sebagai bukti adalah bagaimana perilaku anak. Anak yang baik merupakan hasil didikan ibu di rumah. Begitu juga sebaliknya.
Suatu hari saya bertemu dengan salah seorang mahasiswa saya. Alumni S1 Tarbiyah di sebuah PTAIS. Dia bangga dengan hasil yang diperolehnya sekarang ini. Bukan mengajar yang menjadi aktivitasnya sehari-hari namun berwirausaha, beternak itik. Bila ditilik dari ceritanya memang lumayan sukses bila dilihat dari teman seangkatannya. Sudah menikah enam tahun ini. Anaknya dua. Punya rumah dua.  Masih ada beberapa anak yang dipondokkan dibeberapa tempat. Untuk biaya pendidikan anak asuh ini sekitar satu juta rupiah perbulan. Itiknya lumayan banyak. Ada 17 ribu ekor. Sehingga tidak heran bila penghasilannya berkisar 10 juta rupiah/bulan. Karyawannya ada beberapa, dan ada jiwa berbagi. Itik-itiknya ditempatkan pada orang-orang yang membutuhkan. Maksudnya ingin berbagi hasilnya dengan orang lain sekaligus mengurangi pengangguran. Dengan jumlah itik sebanyak itu ditaksir omsetnya sudah mencapai 350 juta rupiah.
Dia lalu bercerita. Awalnya ia bermodal dengkul saja. Maklum memang anak petani desa yang tidak punya apa-apa. Studi di Aliyah sambil mondok. Bahkan ketika kuliah saja orang tuanya tidak tahu, tahu-tahu sudah diundang wisuda sarjana. Selesai kuliah sawah yang dimiliki orang tuanya bertambah luas. Bertambah satu hektar. Padahal ketika ia berangkat mondok hanya 100 ru saja. Sekarang ini ia bisa membelikan sawah tahunan untuk orang tuanya. Yang hasilnya diberikan kepada orang tuanya. Ada obsesinya yang lain yakni memberangkatkan haji kedua orang tuanya.
Lalu ia bercerita lagi. Semua prestasi yang dicapai ini berkat doa dari orang tuanya. Tiap kamis malam ia sungkem kepada ibunya. Memohon maaf dan menyampaikan keluh kesahnya. Agar ibunya ridha dan mendoakan kesuksesan si anak. Bahkan tak jarang ibunya juga ikut menangis. Saya lihat ekspresi wajahnya, kelihatan ia bercerita sambil menangis. Terasa haru mendengarnya. Hal ini ia lakukan dari cerita temannya dari Jawa Tengah yang juga sukses sebagai pengusaha. Bahkan omsetnya sudah mencapai milyaran rupiah. Lalu ia juga bercerita untuk berbagi dengan orang lain. Menyantuni anak yatim. Syukur-syukur mau mengasuh di rumah seperti anak sendiri. Seperti yang dicontohkan Kanjeng Nabi Muhammad.
Ternyata kedudukan ibu memang tinggi dan mulia. Terlepas siapa ibu kita. Yang jelas Gusti Allah dan rasulNya sudah menyampaikan seperti itu. Lalu siapa yang ingin menyusul kesuksesan hidup seperti cerita di atas dengan melaksanakan tips-tips yang diberikannya? Wallahu a’lam bi al shawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar