Selasa, 13 Maret 2012

Bersungguh-sungguh Maka Berhasil

Istilah di atas sebenarnya sudah sangat familier di dengar. Bahkan anak-anak pun sudah banyak yang pernah mendengar. Ternyata itu khasanah ilmu dan juga hikmah. Bila kita mau meresapi, lalu mengamalkan niscaya akan ada tuahnya, ada hasilnya.
Bersungguh-sungguh maka berhasil adalah arti man jadda wa jada. Mengenai arti ini sesungguhnya banyak tinggal siapa yang mengartikan. Karena padanannya banyak sekali. Seperti juga siapa yang menanam pasti memanen, siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkan impiannya, siapa yang bekerja maka akan mendapatkan upah dan sebagainya.
Ungkapan ini memang perlu kita tularkan juga pada anak didik kita. Memang dalam kehidupan tidak seindah seperti yang dibayangkan. Dalam tayangan televisi yang sering terlihat adalah sejak kecil hidup enak, serba ada, ada fasilitas cukup, kebutuhan terpenuhi, ingin rekreasi bisa ke luar negeri, mendapatkan pendidikan yang terbaik, ketika sudah dewasa mendapatkan harta yang berlimpah seperti sinetron. Apa pasti seperti itu? Sepertinya ada ya dan ada yang tidak. Namun yang perlu digaris bawahi bahwa kehidupan seperti roda pedati. Kadang di atas kadang di bawah. Kalau sejak kecil anak sudah dan selalu di manja maka akan mendapatkan generasi yang cengeng, selalu mengeluh dengan keadaan yang ada, akibatnya akan mendapatkan generasi yang cepat cemas, cepat frustasi, depresi dan tentu saja tidak bisa diandalkan untuk menghadapi tantangan dan persaingan hidup yang semakin kompetitif.
Maka sangat penting arti pendidikan. Dari pendidikan itu akan didapatkan hal yang baru untuk melatih ketrampilan dan menambah ilmu sebagai bekal hidup. Dan ini bisa di dapatkan di lembaga pendidikan manapun. Bisa lembaga pendidikan yang mewah, cukup dan biasa-biasa saja. Memang kalau menilik dari sarana prasarana yang cukup diharapkan bisa menghasilkan out put pendidikan yang kredibel yang mumpuni. Namun ternyata untuk menjadi out come tidak hanya variabel itu saja. Ada faktor x yang juga berperan.
Ada cerita seorang guru. Mulai MI, MTs, MA hingga kuliah S2 semuanya diperoleh dari lembaga swasta. Ketika sudah menjadi pegawai negeri ternyata kariernya lancar saja. Bahkan menjadi kepala madrasah negeri masih berusia muda hingga dipromosikan menjadi kepala madrasah di tingkatan lebih atas. Mengalahkan teman sejawatnya yang out put lembaga pendidikan negeri. Jadi ada variabel lain yang turut menentukan nasib orang. Mungkin karena etos kerjanya, mungkin karena empatinya, pandai bergaul, punya integritas, punya inovasi. Memang semuanya adalah variabel bebas yang juga turut menentukan karier.
Maka tidak jaminan seorang yang pandai secara akademis pasti sukses hidupnya. Terkadang oleh karena merasa pandai menjadi sombong, tidak bisa bekerja sama, tidak menghargai orang lain. Atau juga kurangnya rasa trust, kepercayaan. Memang diakui bahwa kepercayaan sekarang ini termasuk barang langka. Dan sebenarnya ini sudah dicontohkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad pada masa sebelum menerima risalah ilahi. Yakni dipercaya untuk menyelesaikan penempatan hajar aswad di Pojok Ka’bah. Padahal ada beberapa kabilah yang paling merasa berhak untuk melaksanakannya. Dengan Nabi bisa menyelesaikan permasalahan ini sehingga beliau dijuluki al-amin, yang bisa dipercaya. Berkaitan dengan hal ini lalu Golembiewski, Billingsley dan Yeager mengemukakan teori perubahan Alfa Beta dan Gamma. Diantara hal yang dikemukakannya adalah awal dari perubahan organisasi adalah terbentuknya team building yang solid. Lalu dilihat kemudian adalah sifat trust di dalam team itu. Terakhir diteropong apakah perubahan yang terjadi disebabkan adanya team building, atau trust atau mungkin ada variabel lain yang turut mempengaruhi.
Padahal sebagaimana yang disampaikan oleh Dahlan Iskan orang pandai agar tidak tersingkir dalam kehidupan harus melengkapi dirinya dengan kecerdasan emosi. Diantaranya kemampuan mengenali siapa dirinya, mengenali diri orang lain, empati, dan mau bekerjasama. Apa gunanya pandai dan sok bersih misalnya sehingga malah dijauhi temannya. Bukannya tidak boleh bersih namun dalam kehidupan memang membutuhkan bisa bekerjasama dengan orang lain. Karena pada dasarnya manusia tidak bisa hidup sendiri. Bila ini terjadi maka ada harmoni kehidupan. Dan akan bisa menikmati hidup kalau seperti ini.
Istilah man jadda wa jada sangat sesuai dalam kehidupan. Orang sukses dan besar dimulai dari sifat tekun, kerja keras, berani menghadapi cobaan, rintangan dan hambatan yang datang bertubi-tubi. Lalu juga tidak terlena dengan kegagalan sementara atau kesuksesan sementara. Seperti cerita Ibnu Hajar. Ketika menuntut ilmu di sebuah lembaga pendidikan dirasakan sangat sulit masuknya ilmu ke dalam otak. Hingga merasa tidak mampu. Lalu pulang. Di tengah perjalanan sambil melepas lelah dilihatnya air menetes dari atas dan jatuh pada bebatuan besar. Dilihatnya batu yang terkena tetesan selama bertahun-tahun itu ternyata cekung membentuk sebuah lubang. Ada inspirasi dalam dirinya. Batu saja bisa tembus oleh tetesan air berarti bila mau tekun menuntut ilmu, sabar menghadapi cobaan dan gangguan dalam belajar pastilah sampai tujuan pula. Maka Ibnu Hajar tidak jadi pulang padahal sudah pamit. Kembali lagi dan bergelora cita-citanya untuk melanjutkan studinya. Akhirnya menjadi ulama yang terkenal dan mengarang beberapa kitab.
Yang perlu diwariskan dan disampaikan kepada anak didik bahwa hidup ini bukan seperti sinetron di tv. Yang kehidupannya serba enak. Ada perpaduan dua hal kadang bisa tertawa dan menangis, gembira dan sedih. Sebagaimana ada siang dan malam. Pastilah dalam mengarungi kehidupan ada rintangan yang menghadang. Rintangan ini perlu dimaknai sebagai kegagalan sementara. Sehingga perlu lebih ditambah ikhtiarnya. Walau demikian harus terus maju menggapai cita-cita kehidupan dengan penuh semangat.
Ketika sudah hampir berhasil jangan terlena. Ini masih kesuksesan sementara. Jangan lantas berbuat dan bertindak sesuka hati. Nanti malah menggerogoti kesuksesan itu sendiri. Masih perlu sabar dulu. Menyesuaikan antara keinginan dan kemampuan. Agar nanti tidak berat sebelah. Dan bahkan tidak sampai pada tujuan semula.
Akhirnya man jadda wa jada akan terbukti dalam kenyataan. Siapa yang menanam akan memanen. Begitu juga dalam hal ibadah. Kalau ibadahnya ikhlas mengharap ridha Allah maka timbangan dan perhitungan amal akan sesuai dengan yang dilakukan. Allah tidak akan mengurangi dan pastilah akan berbuat adil seadil-adilnya. Semoga pertolongan Allah akan senantiasa kita dapatkan di kala senang dan susah. Dan memberi petunjuk terbaik dalam hidup kita. Amin. Wallahu a’lam bi al shawab.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar