Dalam jeda mengajar di ruang guru
sambil refreshing, saya bercakap-cakap dengan pengurus yayasan pendidikan.
Kebetulan dia sebagai sekretaris yayasan pendidikan yang lumayan besar.
Menaungi lembaga pendidikan formal dan informal. Diantaranya smp islam, smk
islam, madrasah aliyah, madrasah diniyah. Disamping itu ada koperasi pesantren,
radio, dan beberapa yang lain. Dengan seabreg kegiatan memungkinkan ia
berhubungan dengan banyak orang.
Suatu ketika ia bertemu dengan
pengusaha toko buku yang sukses. Awalnya sebuah toko kecil. Berisi buku atau
kitab kebutuhan pesantren. Lama-kelamaan bisa membeli tanah di seberang jalan
dan sekarang dibangun toko buku dan kitab dua lantai. Juga menyediakan
kebutuhan jajanan haji, kebutuhan ibadah sholat juga merambah ke pakaian.
Karena sebegitu luas sehingga pekerjanya ada beberapa orang. Dilihat dari
kesehariannya sekilas sederhana saja. Sehingga orang yang tidak tahu menganggap
mungkin hanya orang biasa saja. Melihat hal tersebut teman saya tadi lantas
bertanya bagaimana bisa seperti ini. Dari pertanyaan tadi lantas menjawab hal
yang sederhana saja. Yakni disuruh membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Kalau dilihat sekilas dua kata
tadi selintas mirip dan tidak berbeda. Karena sama-sama ingin dipenuhi. Namun
bila lebih dicerna lagi ada bedanya. Kebutuhan bisa diartikan sesuatu yang
harus dipenuhi. Bila tidak dipenuhi bisa menimbulkan kematian atau
setidak-tidaknya madharatnya lebih banyak. Contoh yang mudah. Diantaranya
kebutuhan makan. Suatu ketika saya pernah bertanya pada seorang dokter.
Menurutnya walau seseorang bekerja berat sekalipun sebenarnya cukup dengan
sebungkus nasi pecel seharga Rp 2.500,00 sekarang. Itu sudah cukup. Jadi bila
dikalikan tiga kali makan plus teh mungkin sebesar Rp 9.000,00/hari. Hanya saja
jangan sampai telat.itu sudah lumayan memenuhi kebutuhan gizi. Tidak perlu
jaim, jaga imej. Maksudnya oleh karena naik mobil untuk memenuhi kebutuhan
makan harus di restoran. Sehingga sekali
makan bisa menghabiskan ratusan ribu rupiah.
Kalau dilihat dari segi bisnis
kalau waktunya membayar angsuran bank ya digunakan untuk mengangsur bukan
lantas digunakan untuk mengambil mobil model sekarang. Sedang keinginan dari
kata ingin. Mendapat tambahan ke-an. Keinginan adalah sesuatu yang ingin
dipenuhi diatas kebutuhan. Dalam arti bukan hal pokok yang harus dipenuhi
terlebih dahulu. Bisa saja ini adalah kebutuhan tingkatan sunah atau bahkan
mubah. Dalam hal ini ada contoh menarik. Ada seorang dekan di sebuah perguruan
tinggi negeri yang kemana-mana hanya membawa hp yang fiturnya sederhana saja.
Minimal ada fasilitas sms dan telpon saja. Padahal komunitasnya para pejabat
yang performancenya mentereng dan serba gemerlap. Memang disadari keinginan dan
kebutuhan menyesuikan dengan pendapatan, status sosial dan gaya hidup. Hanya
saja semuanya bisa diatur sesuai dengan pribadi masing-masing.
Memang dalam ajaran agama manusia
tidak boleh boros dan pelit. Boros dengan menghambur-hamburkan harta yang tidak
ada manfaatnya. Sedangkan pelit juga tidak boleh. Misalnya ada uang untuk
membeli pakaian agar tidak menimbulkan belas kasihan orang lain maka harus
membeli saja. Karena ada orang yang kemana-mana selalu membawa uang ratusan
ribu dibalik kopyahnya. Sedang kopyah yang selalu dipakai ketika di sawah dan
bepergian hingga tidak ada warnanya enggan membeli yang baru. Ada juga
kecukupan harta namun untuk memeriksakan diri berobat ke dokter karena sakit
masih pikir-pikir. Takut hartanya berkurang.
Memang dalam hidup kita dituntut
untuk tawasut, tengah-tengah. Baik dalam hal berpikir, membelanjakan harta, dan
bertingkah laku. Inilah bagian dari kearifan. Dalam berfikir tidak terlalu kiri
sehingga dicap liberal juga tidak terlalu miring kekanan sehingga dicap
fundamentalis hingga teroris. Namun tengah-tengah seperti para Kiai NU dalam
bersikap jelasnya konsep ahlussunnah waljamaah an-Nahdliyah. Begitu juga dalam
membelajankan harta dan bertingkah laku. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar