Rukun iman yang diyakini umat
Islam ada 6. Yakni iman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir dan
qadha qadar. Qadha menurut bahasa adalah ketetapan. Biasa diartikan menjadi
ketetapan Allah sejak zaman azali, suatu zaman sebelum diciptakannya makhluk.
Contohnya adanya anak yang lahir pada hari ini misalnya sebenarnya sudah
ditetapkan Allah sebelum pernikahan kedua orang tuanya bahkan sebelum bertemu
keduanya pertama kali.
Sedang qadar berarti ukuran.
Biasa diartikan pelaksanaan atau ukuran dari ketetapan Allah. Bisa dicontohkan
anak yang lahir itu berjenis kelamin laki-laki lahir pada hari Kamis, 12
Januari 2012 pukul 12.00 WIB. Orang lebih mudah menyebut takdir untuk qada dan
qadar.
Takdir dibagi dua yakni mu’allaq
dan mubram. Mu’allaq artinya takdir yang masih bisa diusahakan oleh manusia.
Misalnya karena sakit akut dan kronis, pasien di bawa berobat ke China karena
rumah sakit di negeri sendiri sudah angkat tangan. Karena mau ikhtiar maka
akhirnya jiwa bisa tertolong. Contoh lain karena menghendaki air dingin maka
air dimasukkan mesin pendingin jadilah air “nyes”. Disini berlaku sunnatullah.
Ada hukum sebab akibat berlaku. Bila mau menanam maka akan panen. Benda yang
dilempar ke atas maka akan jatuh ke bawah. Karena berlaku hukum gravitasi bumi.
Sedang takdir mubram, takdir atau ketentuan yang manusia tidak bisa ikut
campur. Bila sudah waktunya meninggal ya meninggal. Walau bersembunyi di bunker
yang tidak mempan dijatuhi bom nuklir sekalipun. Malaikat Izrail pasti akan
menemukan dan mencabut nyawanya juga.
Bila melihat uraian di atas
kelihatannya manusia hanya seperti wayang yang manut digerakkan apa saja oleh
dalang. Namun senyatanya tidak juga. Karena ada peranan akal dan manusia diberi
akal untuk kemaslahatan hidupnya. Memang iradah Allah berjalan seiring dengan
ikhtiar akal dan perbuatan yang dilakukan manusia sendiri.
Dalam surah ar-Ra’ad diterangkan
bahwa Allah tidak akan merubah nasib seseorang selagi orang itu sendiri tidak
mau merubahnya. Jadi peranan akal dan perbuatan manusia ikut berpengaruh pada
kesuksesan hidup. Ada orang yang sedari kecil hidupnya miskin dan susah. Ketika
kuliah sambil bekerja karena harus menghidupi diri dan membayari sekolah
adik-adiknya. Karena ayahnya sudah meninggal. Lalu setelah lulus bekerja
sebagai karyawan. Dirasakan tidak merubah nasib lalu keluar dan membuat
perusahaan properti sendiri dengan modal relasi dan kepercayaan. Akhirnya
hidupnya berubah menjadi lebih baik.
Begitu juga seseorang yang utun
atau istikomah dalam mencapai target kehidupan bisa juga akan berubah nasibnya.
Sebenarnya kemampuannya biasa-biasa saja tidak ada yang bisa dibanggakan. Namun
ada kemauan untuk berubah dan aktif di organisasi mahasiswa yang ada. Ketika
waktunya selesai ya selesai seperti teman-temannya yang lain. Ketika teman-temannya
menikah, membuat rumah, membeli alat transportasi, kuliah lebih lanjut ternyata
dikehendaki Allah bisa juga meraihnya. Ternyata peranan ikhtiar, beribadah
mahdoh dan ghoiru mahdhoh juga perlu. Bahkan perlu. Dengan tidak melupakan
bermuamalah dengan manusia. Karena dalam kehidupan tidak bisa lepas dengan
bergaul dan berkomunikasi dengan banyak orang. Bahkan terkadang komunikasi
dengan keluarga sendiri saja tidak bisa. Memang untuk menjadi manusia yang
sempurna tidak mungkin namun oleh karena komunikasi adalah penting maka perlu disadari untuk mempraktekkannya
dalam kehidupan.
Dalam kehidupan ada namanya
sunatullah. Ada hukum sebab akibat. Bila ingin memanen padi seorang petani
harus menanam dulu tiga empat bulan sebelumnya. Bila peternak bebek ingin
memanen bebek potongnya maka perlu ‘ngopeni’ bebek sejak tiga puluh lima hari
sebelumnya. Lalu dengan tekun memelihara hingga waktu yang telah ditentukan. Tentu
saja perlu tahu ilmu memberi makan, agar tidak bau, biar tahan penyakit,
memindahkan ke tempat lain bila sudah waktunya dan hingga pemasaran. Memang hidup
penuh dengan ilmu bantuan. Ilmu untuk hidup. Memang dengan ilmu, hidup manusia
menjadi lebih mudah. Maka benar apa yang telah dijanjikan oleh Allah barang
siapa yang beriman dan berilmu maka derajatnya akan diangkat oleh Allah. Dan pasti
Allah tidak akan mengingkari janjinya. Beda dengan manusia. Manusia bila
berjanji terkadang disiasati agar tidak melaksanakan ketentuan itu. Ya, inilah
manusia. Dengan seperti ini katanya agar hidup menjadi ramai. Seramai perkara
mencuri sandal jepit lalu disidang di meja hijau. Hingga membuat terkenal “Indonesia”
di dunia internasional. Sedang perkara besar minta ampun sulitnya mendapatkan
keadilan.
Ikhtiar
sudah dilakukan lalu juga berubah nasib. Ini bagaimana? Ada beberapa
kemungkinan memang itulah jatahnya. Maka dengan senang hati harus diterima
sebagai bentuk qanaah. Kedua, perlu dievaluasi lagi. Mungkin masih ada item
yang belum dikerjakan dengan sepenuh hati dan sempurna. Maka ini perlu
dikerjakan lagi. Ketiga, mungkin ada penghambat internal dan eksternal. Internal
mungkin ada janji atau hutang yang belum terbayar. Atau juga dosa pribadi. Maka
perlu untuk selekasnya membayar. Juga taubat perlu dikerjakan. Eksternal, bisa
saja berlaku dholim kepada orang lain. Maka perlu memohon keridhaannya.
Bila
ada masalah dalam proses ikhtiar itu menjadi hal biasa. Karena kalau berani
hidup berarti berani menghadapi masalah. Berani menghadapi kenyataan. Dan tidak
lari dari masalah. Yang terakhir ini namanya putus asa. Maka perlu solusi dan
langkah untuk menghadapinya. Dicarilah win-win solution. Kadar termudah,
termurah, resiko teringan agar bisa melanjutkan kehidupan. Dan dirasa bisa
menanggung resiko itu.
Kalau tidak tahu solusinya bisa
bertanya pada teman, orang yang bisa dipercaya atau juga teman yang pernah
menghadapi masalah yang sama. Bila kita berbuat baik insya Allah pasti ada
jalan keluarnya.
Yang jelas manusia wajib
berusaha, berikhtiar menggapai cita-cita kehidupan. Hanya Allah yang menentukan
hasilnya. Untuk itu perlu bekal ilmu dalam proses ikhtiar agar nanti bisa
sesuai dengan tahapannya. Tentu saja perlu guru untuk mengarahkan dan menuntun.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar