Pada hari Jum’at saya bertemu dengan
teman-teman di kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya. Banyak teman-teman seangkatan
2009 yang sudah selesai ujian proposal disertasi bahkan ada 4 teman yang akan
wisuda bulan April mendatang. Ini berarti bisa menempuh dalam waktu 5 semester.
menjadi prestasi tersendiri dan akan menjadi sejarah dalam kehidupan mereka.
Bagaimana tidak menempuh program doktor memang tidak bisa dibuat main-main.
Perlu keseriusan, pengorbanan, dan menahan kehendak untuk sesaat dalam menempuh
studi. Godaan di luar studi memang luar biasa. Misalnya ada proyek di luar,
tersita waktu dengan bisnis, menyibukkan diri dengan pekerjaan, kegiatan sosial
dan lainnya. Sehingga ada yang sampai batas waktu toleransi 14 semester ada
yang belum selesai. Ini yang salah siapa?
Bila menurut Pak Imam Suprayogo
tidak selesainya studi dikarenakan tidak bisa memimpin dirinya sendiri. Lho,
kok bisa. Bila dipikir memang logis. Para mahasiswa program doktor kebanyakan
dosen, lalu ada beberapa guru, sedikit lagi ada pejabat. Mereka ketika mengajar
bisa memberi motivasi mahasiswa untuk secepatnya mengerjakan tugas berupa
makalah, skripsi dan tugas lainnya. Dan mahasiswa bisa melakukannya dengan
baik. Begitu juga guru, bisa memberi support bagi siswa untuk melakukan hal
terbaik dalam studinya. Namun kenyataannya kemudian adalah ternyata masih
sebatas bisa memberi motivasi dan saran. Belum bisa menggerakkan diri pribadi
untuk melakukan hal yang sama. Ini berarti belum bisa memimpin dirinya sendiri
untuk ke jalan yang lurus. Tujuan pribadi yang harus segera diselesaikan karena
akan datang tugas yang lebih besar sudah ada di depan mata dan menanti kiprah
lulusan S3.
Sehabis sholat Jumat di Masjid
Ulul Albab IAIN Sunan Ampel Surabaya saya bertemu dengan Pak Ghofar. Ia akan
ujian terbuka besok jam 13 WIB. Isteri dan anak-anaknya juga sudah datang untuk
memberi support. Memang alangkah bahagianya melihat kepala rumah tangga menjadi
teladan karena sudah bisa menempuh dan menyelesaikan studi akademik tertinggi.
Bila melihat usia sebenarnya sudah setengah baya. Sebelumnya adalah kabid urais
di Kanwil Kemenag Bangka Belitung lalu dimutasi menjadi Kabid Gara Zawa dan
Pekapontren. Setelah dilantik, besoknya langsung mengembalikan mobil dinas dan
segala inventaris dari jabatannya karena memilih meneruskan kuliah S3. Banyak anak
buahnya yang menyayangkan tindakan ini karena semua orang menginginkan jabatan
tersebut. Baru lantik langsung dilepas. Namun tekad sudah bulat. Diteruskanlah
niatnya.
Ada hikmah dari Pak Ghofar yang
bisa diambil agar studi bisa cepat selesai. Tema penelitian yang diambil adalah
wakaf dan menelorkan teori wakaf konvensional konsumtif. Diantaranya:
Uzlah agar bisa fokus. Babel
adalah singkatan dari Bangka Belitung. Jarak dengan Surabaya lumayan jauh bila
ditempuh sehari pulang pergi. Tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Karena jauhnya itu sehingga Pak Gofar harus tinggal di Surabaya meninggalkan
keluarga dan bisa konsentrasi menyelesaikan kuliahnya. Dengan segala resiko
tiap hari tanpa mengenal lelah dalam kesendirian menyelesaikan segala tugas kuliah.
Hp dimatikan. Selama proses
kuliah kerap hp dimatikan untuk menghindari terpecahnya konsentrasi. Akan
dibuka bila sehabis sholat subuh. Praktis tidak banyak terganggu oleh
komunikasi via hp.
Dilapangan selama 2 bulan.
Selebihnya via telepon. Setelah ujian proposal maka berangkat ke obyek
penelitian di daerah sendiri, Bangka Belitung selama 2 bulan. Praktis di sana.
Setelah di rasa cukup lalu kembali ke Surabaya uzlah lagi. Bila ada data yang
kurang tinggal telepon saja.
Jangan matikan laptop. Menulis
membutuhkan mood. Bila enggan menulis maka malas untuk memulai menggerakkan
tangan untuk menulis. Apalagi harus menyiapkan laptop atau komputer terlebih
dahulu. Makanya jangan matikan laptop. Memang kalau laptop kemampuan baterainya
terbatas sekitar 6 jam. Namun kalau komputer kuat hingga 24 jam. Dengan keadaan
on bila sewaktu-waktu ingin menulis bisa langsung menulis.
Tiap hari menulis sekaligus
referensinya. Bisa menulis bila ada yang ditulis. Bila ada data yang bisa ditulis. Maka harus ada
semangat untuk menulis tiap hari. Dipaksa. Ya dipaksa. Memang banyak yang
menyadari untuk kuliah S3 memang dipaksa keadaan. Karena kalau guru kuliah S3
harus membiayai diri sendiri. Beda dengan dosen yang ada jatah beasiswa. Yang
mana aturan baru dosen harus minimal S2 dan ke depan harus berpendidikan S3.
Maka membaca dan menulis adalah pekerjaan harian yang harus dikerjakan dengan
penuh semangat untuk bisa cepat selesai.
Sabar menemui promotor. Menemui
promotor atau pembimbing penelitian disertasi bukanlah perkara gampang. Juga
tidak sulit. Hanya perlu kesabaran untuk melakukannya. Seperti untuk konsultasi
harus ke Jakarta kebetulan karena ada tugas lama di sana. Atau hanya bisa
ditemui pada hari Sabtu sore atau Ahad pagi. Bisa juga menunggu sampai
selesainya promotor memimpin rapat. Pernah dari pagi hingga siang baru kelar.
Ada lagi teman yang lain harus menunggu lama karena pembimbing pergi ke luar
negeri. Itulah liku-liku perjalanan penelitian.
Selanjutnya saya juga bertemu
dengan Pak Munjin, seorang dosen dari UM. Orangnya energik dan kelihatannya
dari alumni pondok. Karena sampai sekarang masih mengajar di pondok pesantren.
Ujian tertutup sudah dilaksanakan beberapa hari yang lalu dan ujian terbuka
akan dilaksanakan pada bulan pebruari sehingga terhitung bisa menyelesaikan
program doktor selama 6 semester. Tips yang bisa diambil adalah:
Fokus walau bekerja dan kuliah.
Kalau Pak Gofar waktunya praktis untuk kuliah. Tugas rutinnya dilepas dan
mengambil tugas belajar. Maka Pak Munjin diberi ijin oleh rektor namun harus
tetap mengajar. Maka praktis selama satu semester masih tetap mengajar sebanyak
12 SKS. Disela-sela itu menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk menyelesaikan
tugas kuliahnya.
Kerja dimanpatkan. Untuk
menyederhanakan permasalahan waktu maka waktu ngajar dimanpatkan menjadi tiga
hari full. Sisanya digunakan untuk terjun ke lapangan dan menulis laporan.
Waktu bersama keluarga berkurang.
Oleh karena ada beban yang berat antara bekerja dan kuliah maka praktis waktu
bersantai bersama keluarga berkurang. Acara keluar sering tertunda. Walau
anak-anak merengek minta jalan-jalan. Untungnya isteri dan putranya bisa
menyadari. Sebagai gantinya waktu tersisa di malam hari bakda magrib hingga jam
21 digunakan untuk menjaga komunikasi dengan keluarga. Komunikasi berkualitas
itulah istilah yang dipakai bagi keluarga karier. Putranya tiga, yang sulung
sudah mondok di Gresik.
Tahlil tetap jalan sebagai
refreshing. Walau menjadi dosen di perguruan tinggi negeri ketika di rumah
tidak bisa lepas dengan tetangga dan masyarakat. Sebagai wujud kebersamaan
biasanya ada perkumpulan sebagai wadah silaturahim. Diantaranya tahlilan rutin,
khataman qur’an, yasinan, doa bersama karena ada tetangga yang punya hajat.
Ternyata kegiatan ini dirasakan sebagai refreshing atau penyegaran karena bisa
bertemu dengan tetangga, teman sehingga suasana hati dan pikiran bisa cair.
Setelah selesai acara bisa langsung pulang dan mengerjakan lagi.
Kost di dekat lokasi penelitian.
Konsekwensi dari penelitian adalah sering berkunjung ke lokasi. Bila jauh dengan
rumah maka salah satu alternatif adalah tinggal di dekat lokasi. Makanya Pak
Munjid kost di dekat pondok al falah selama beberapa waktu sedang di pondok
pesantren sidogiri pasuruan masih bisa dijangkau dari malang sehingga cukup
dengan sambil jalan.
Istikomah menjadi imam sholat subuh di mushola
sebelah rumah. Rentang waktu membaca dan menulis yakni selesai pulang kerja.
Atau malam hari hingga pukul 24.00 – 01.00 WIB. Paling sore tidur jam 11.00 WIB
bila keadaan sudah lelah. Walau ritme kehidupan seperti itu masih bisa dan
mengistikomahkan sholat subuh di mushola sebelah rumah. Tidak hanya itu juga
menjadi imam. Wow, betapa berat dan repotnya. Karena pagi adalah waktu yang
paling enak untuk tidur apalagi dalam keadaan tubuh yang payah. Sehingga dalam
alunan adzan di sindir assholatu khoirun minan naum. Bahwasanya sholat itu
lebih baik daripada tidur. Dan memang diakui bahwa sholat subuh berjamaah di
masjid adalah perkara sulit namun juga ibadah yang utama. Yang kedua adalah
sholat isya’ berjamaah.
Mengurangi tidur. Tidur adalah
kebutuhan. Dengan tidur ada keseimbangan antara waktu bekerja dan istirahat.
Tidur bisa merehatkan seluruh anggota badan sehingga setelah bangun badan
menjadi segar kembali dan siap untuk beraktivitas. Tidur penting dan aktivitas
yang berjibun juga penting sebagai bukti kehidupan. Maka jangan lupakan untuk
tidur namun jangan tidur terlalu banyak. Karena madhorotnya banyak. Diantaranya
menyia-nyiakan waktu dan umur. Sehingga tidak dikatakan sebagai abdun naum,
hamba yang suka tidur. Kontrak hidup yang masih ada perlu digunakan dengan
sebaik-baiknya.
Mengurangi tugas atau kegiatan
yang dirasa kurang penting. Bisa menempuh studi lanjut adalah anugerah
sekaligus amanah. Sementara ini yang urgen. Maka tugas lain yang dirasa bisa
digantikan, ditunda atau bahkan tidak dilakukan. Tentu saja yang tahu adalah
yang bersangkutan. Acara yang tidak ada kaitannya dengan tugas utama hendaknya
memang dikurangi. Agar fikirannya tidak terpecah dan bisa fokus. Disadari
memang antara urgent dan penting bedanya tipis. Lagi-lagi yang harus
didahulukan adalah yang urgen. Karena keadaan mendesak, prioritas dan tidak
bisa ditunda lagi.
Sebelum sholat jum’at kebetulan
saya juga kebetulan bertemu dengan teman lama. Namanya Musfiqon. Teman waktu di
Unesa. Memang orangnya masih muda seusia saya, energik dan kelihatannya sudah
menyiapkan ke mana arah yang akan dilalui dan dituju . Terakhir ketemu
pertengahan tahun 2010 sudah menjadi pengawas di Kemenag Sidoarjo. Ia bilang
mau ujian kualifikasi dan di tahun 2011 sudah selesai wisuda S3 di IAIN Sunan
Ampel. Kemarin dia cerita sedikit bahwa sudah mutasi menjadi widyaswara di
Balai Diklat Keagamaan Surabaya. Ada keinginan yang ingin diraih adalah menjadi
guru besar.
Demikian beberapa contoh orang
yang sukses dalam studinya. Semoga bisa diambil manfaatnya. Wallahu a’lam bi al
shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar