Sabtu, 21 Januari 2012

Penyakit Pendidikan


Ibarat  tanaman pendidikan juga perlu pupuk, disemai, diairi, pola tanam yang cocok, menggunakan teknologi pertanian yang pas sehingga bisa menghasilkan panenan yang berlimpah dan bermutu. Dan itu semua dilakukan dengan usaha sadar. Yang dipimpin oleh manajer sekolah. Manager disini bisa berarti adalah kepala sekolah. Untuk itu kepala sekolah pastilah harus memiliki kemampuan lebih sehingga bisa menjalankan menejemen sekolah dengan sebaik-baiknya. Diantara kemampuan yang perlu dimiliki oleh kepala sekolah adalah inovasi, integritas, dedikasi dan ditambah siap berjuang serta siap berkorban. Yang terakhir ini salah satu ciri pemimpin berkarakter spiritual.
Penyakit sekolah diantaranya konflik antara pimpinan dengan yayasan, kepala sekolah yang tidak bervisi, guru yang menggembosi, karyawan yang berlagak pimpinan, tidak meratanya jam mengajar, honor yang sedikit bagi guru swasta dan sebagainya.
Oleh karena mengganggu maka penyakit itu harus dihilangkan. Maka menarik seperti yang diungkap oleh kabid mapenda kanwil jatim bahwa bila ada guru yang berbuat makar dan menggembosi kepala madrasah yang baru maka akan dimutasi hingga dia tidak berbuat serupa lagi. Karena kepala madrasah adalah orang-orang pilihan yang dipilih untuk kemajuan lembaga. Biar tidak ada lagi demo untuk menolak kepala madrasah yang baru. Satu sisi ini adalah hal bagus. Memberi wewenang penuh kepada kepala madrasah agar bisa menjalankan tugas. Namun ada sedikit kekhawatiran akan mengekang otonomi guru untuk berkreasi, berinovasi memajukan pembelajaran. Bila ada masukan dari guru dianggap kritis, criwis sehingga dijauhi bahkan kalau perlu dimutasi. Ini yang berbahaya. Maka pemimpin yang mempunyai integritas dan bisa memberi kasih sayang kepada semua akan bisa memilah hal ini sehingga semua potensi yang ada bisa dimaksimalkan untuk kemajuan lembaga.
Di sekolah swasta penyakit yang ada terkadang antara kepala sekolah dengan yayasan. Memang sekolah swasta ikut berkontribusi memajukan pendidikan masyarakat. Sehingga keberadaannya perlu didukung. Dan pemerintah sangat terbantu dalam  hal ini. Karena pada dasarnya kewajiban mencerdaskan anak bangsa adalah tugas negara. Seiring dengan perkembangan zaman peran mulia yang dijalankan yayasan pendidikan melalui sekolahnya bergeser. Dari ikut serta memerangi kebodohan berubah menjadi “mesin uang”. Hal ini seiring dengan beragam bantuan yang digulirkan pemerintah kepada seluruh sekolah. Mulai dari BOS, BSM, rehab, rkb, bantuan fisik lain, guru mendapat tunjangan fungsional, tunjangan profesi dan sebagainya. Modusnya ada potongan untuk yayasan. Belum lagi “rebutan” wewenang antara yayasan dan kepala sekolah. Beberapa waktu yang lalu ada sebuah perguruan tinggi di Surabaya masuk meja hijau karena rebutan kewenangan antara rektor dan ketua yayasan. Menjadi polemik juga jika ada pengurus yayasan yang juga menjadi guru atau dosen. Jadi satu orang menjadi operator sekaligus regulator. Akibatnya adalah split personality. Namun ini tidak terjadi pada semua yayasan. Ada juga yayasan yang selalu mensuplai kebutuhan sekolahnya hingga menjadi sekolah yang diperhitungkan sehingga menjadi tumpuan harapan masyarakat.
Solusinya antara lain ada job discribtion yang jelas antara yayasan dan pimpinan sekolah. Sehingga enak berjalannya. Memang ada tiga hal yang menjadi polemik disini yakni kepegawaian, keuangan, dan kewenangan pengembangan lembaga. Seharusnya harus disiplin dalam hal ini. Mengenai kepegawaian, menerima pegawai baru berdasar kapabilitas. Jangan asal dekat atau keluarga dari yayasan dan pimpinan sekolah diterima saja. Padahal tidak sesuai kriterianya. Nantinya akan berujung masalah bila menemui sesuatu yang tidak pas. Lalu keuangan dan pengembangan lembaga ini masuk kewenangan siapa. Perlu dijelaskan. Karena logikanya sekolah akan maju bila situasi kondusif, sekolah dikelola dengan baik dalam arti semua tahapan pengembangan sesuai dengan rencana pengembangan sekolah, ada pengembangan sdm, proses pembelajaran berjalan dengan baik bahkan selalu meningkat dan terakhir pendanaan yang cukup. Pendanaan memang hal krusial dalam pengembangan sekolah. Ketika ditanya mengapa sekolah tidak maju jawaban yang ada biasanya karena minimnya dana. Menyiasati hal ini memang perlu terobosan yang luar biasa dari sekolah untuk membuat jaringan sumber dana dari berbagai pihak. Jadi jalannya tidak biasa-biasa saja. Namun perlu luar biasa.
Sekolah swasta yang la yamutu wala yahya biasanya karena ada penyakit. Diantaranya seperti dijelaskan diatas. Bagaimana bisa mengembangkan kualitas sehingga mendapatkn trust dari masyarakat sedangkan dari internal yayasan sendiri tidak akur. Imbasnya masyarakat sendiri yang menilai. Jadi penyakit pendidikan perlu dikikis sedikit demi sedikit hingga sembuh bila sudah dalam keadaan fit maka selanjutnya tahapan pengembangan sekolah akan bisa berjalan menuju sekolah yang diidealkan. Wallahu a’lam bi al shahab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar