Ibarat tanaman pendidikan juga perlu pupuk, disemai,
diairi, pola tanam yang cocok, menggunakan teknologi pertanian yang pas
sehingga bisa menghasilkan panenan yang berlimpah dan bermutu. Dan itu semua
dilakukan dengan usaha sadar. Yang dipimpin oleh manajer sekolah. Manager
disini bisa berarti adalah kepala sekolah. Untuk itu kepala sekolah pastilah
harus memiliki kemampuan lebih sehingga bisa menjalankan menejemen sekolah
dengan sebaik-baiknya. Diantara kemampuan yang perlu dimiliki oleh kepala
sekolah adalah inovasi, integritas, dedikasi dan ditambah siap berjuang serta
siap berkorban. Yang terakhir ini salah satu ciri pemimpin berkarakter
spiritual.
Penyakit sekolah diantaranya konflik
antara pimpinan dengan yayasan, kepala sekolah yang tidak bervisi, guru yang
menggembosi, karyawan yang berlagak pimpinan, tidak meratanya jam mengajar,
honor yang sedikit bagi guru swasta dan sebagainya.
Oleh karena mengganggu maka
penyakit itu harus dihilangkan. Maka menarik seperti yang diungkap oleh kabid
mapenda kanwil jatim bahwa bila ada guru yang berbuat makar dan menggembosi
kepala madrasah yang baru maka akan dimutasi hingga dia tidak berbuat serupa
lagi. Karena kepala madrasah adalah orang-orang pilihan yang dipilih untuk
kemajuan lembaga. Biar tidak ada lagi demo untuk menolak kepala madrasah yang
baru. Satu sisi ini adalah hal bagus. Memberi wewenang penuh kepada kepala
madrasah agar bisa menjalankan tugas. Namun ada sedikit kekhawatiran akan
mengekang otonomi guru untuk berkreasi, berinovasi memajukan pembelajaran. Bila
ada masukan dari guru dianggap kritis, criwis sehingga dijauhi bahkan kalau
perlu dimutasi. Ini yang berbahaya. Maka pemimpin yang mempunyai integritas dan
bisa memberi kasih sayang kepada semua akan bisa memilah hal ini sehingga semua
potensi yang ada bisa dimaksimalkan untuk kemajuan lembaga.
Di sekolah swasta penyakit yang
ada terkadang antara kepala sekolah dengan yayasan. Memang sekolah swasta ikut
berkontribusi memajukan pendidikan masyarakat. Sehingga keberadaannya perlu
didukung. Dan pemerintah sangat terbantu dalam
hal ini. Karena pada dasarnya kewajiban mencerdaskan anak bangsa adalah
tugas negara. Seiring dengan perkembangan zaman peran mulia yang dijalankan
yayasan pendidikan melalui sekolahnya bergeser. Dari ikut serta memerangi
kebodohan berubah menjadi “mesin uang”. Hal ini seiring dengan beragam bantuan
yang digulirkan pemerintah kepada seluruh sekolah. Mulai dari BOS, BSM, rehab,
rkb, bantuan fisik lain, guru mendapat tunjangan fungsional, tunjangan profesi
dan sebagainya. Modusnya ada potongan untuk yayasan. Belum lagi “rebutan”
wewenang antara yayasan dan kepala sekolah. Beberapa waktu yang lalu ada sebuah
perguruan tinggi di Surabaya masuk meja hijau karena rebutan kewenangan antara
rektor dan ketua yayasan. Menjadi polemik juga jika ada pengurus yayasan yang
juga menjadi guru atau dosen. Jadi satu orang menjadi operator sekaligus
regulator. Akibatnya adalah split personality. Namun ini tidak terjadi pada
semua yayasan. Ada juga yayasan yang selalu mensuplai kebutuhan sekolahnya
hingga menjadi sekolah yang diperhitungkan sehingga menjadi tumpuan harapan
masyarakat.
Solusinya antara lain ada job
discribtion yang jelas antara yayasan dan pimpinan sekolah. Sehingga enak
berjalannya. Memang ada tiga hal yang menjadi polemik disini yakni kepegawaian,
keuangan, dan kewenangan pengembangan lembaga. Seharusnya harus disiplin dalam
hal ini. Mengenai kepegawaian, menerima pegawai baru berdasar kapabilitas.
Jangan asal dekat atau keluarga dari yayasan dan pimpinan sekolah diterima
saja. Padahal tidak sesuai kriterianya. Nantinya akan berujung masalah bila
menemui sesuatu yang tidak pas. Lalu keuangan dan pengembangan lembaga ini
masuk kewenangan siapa. Perlu dijelaskan. Karena logikanya sekolah akan maju
bila situasi kondusif, sekolah dikelola dengan baik dalam arti semua tahapan
pengembangan sesuai dengan rencana pengembangan sekolah, ada pengembangan sdm,
proses pembelajaran berjalan dengan baik bahkan selalu meningkat dan terakhir
pendanaan yang cukup. Pendanaan memang hal krusial dalam pengembangan sekolah.
Ketika ditanya mengapa sekolah tidak maju jawaban yang ada biasanya karena
minimnya dana. Menyiasati hal ini memang perlu terobosan yang luar biasa dari
sekolah untuk membuat jaringan sumber dana dari berbagai pihak. Jadi jalannya
tidak biasa-biasa saja. Namun perlu luar biasa.
Sekolah swasta yang la yamutu
wala yahya biasanya karena ada penyakit. Diantaranya seperti dijelaskan diatas.
Bagaimana bisa mengembangkan kualitas sehingga mendapatkn trust dari masyarakat
sedangkan dari internal yayasan sendiri tidak akur. Imbasnya masyarakat sendiri
yang menilai. Jadi penyakit pendidikan perlu dikikis sedikit demi sedikit
hingga sembuh bila sudah dalam keadaan fit maka selanjutnya tahapan
pengembangan sekolah akan bisa berjalan menuju sekolah yang diidealkan. Wallahu
a’lam bi al shahab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar