Acara Natal merupakan kegiatan
ritual keagamaan bagi pemeluk Nasrani. Dimana-mana dilaksanakan ritual
tersebut. Di desa, kota, perkantoran, bahkan di tingkat nasional juga
dilaksanakan. Begitu juga hari besar agama di negeri ini juga dilaksanakan.
Bahkan ketika hari kerja mendapat penghormatan dari negara sehingga diliburkan.
Karena banyaknya hari libur
keagamaan sehingga ada menyebut hal tersebut sebagai bentuk pemborosan dan
mengganggu kinerja. Namun bila dicerna dengan hati jernih ini sebagai
konsekuensi dari negara Pancasila. Menghormati pemeluk agama untuk melaksanakan
kegiatannya tanpa harus dikekang dengan rutinitas kerja. Dalam setahun ada
banyak cuti nasional diantaranya memperingati ritual keagamaan yakni dari agama
Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha dan Konghuchu.
Di bumi tercinta mengenai
toleransi ditumbuhkembangkan. Karena realitas mengharuskan seperti itu.
Indonesia dibentuk dari berbagai latar belakang agama, ras, suku, bahasa
daerah, adat dan luasnya wilayah. Bahkan
luas lautan melebihi luas daratan. Melihat realitas yang ada maka persatuan dan
kesatuan bangsa adalah hal yang urgen.
Membiarkan pemeluk agama lain untuk melaksanakan ritual agamanya masing-masing
tanpa takut diusik dan diganggu. Mungkin hanya di Indonesia untuk perayaan
Natal banyak anggota GP Ansor NU yang
turut menjaga gereja. Ini sebenarnya sebagai bukti bahwa para kiai begitu bisa
menempatkan diri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maqasid syariah
dimana al hifd din –menjaga agama diutamakan. Harapannya ada timbal balik
sehingga umat agama lain juga bisa berbuat serupa. Tidak berdakwah kepada orang
yang sudah beragama. Lalu ada hikmah lain diantaranya terjadi suasana kondusif
semua elemen anak bangsa untuk membangun dan mengisi kemerdekaan dengan
kegiatan yang berguna. Juga untuk mengejar ketertinggalan dari negara tetangga
di segala lini kehidupan. Karena memang sangat disadari suasana kondusiflah
semua bisa bekerja dengan tenang, permusuhan, pertengkaran dan percekcokan
tidak membawa kemajuan. Malah kemunduran yang didapat.
Ada fenomena menarik yang terjadi
di sekitar kita. Diantaranya acara Natalan Bersama. Dengan mengundang anak-anak
kecil dengan selembar kertas undangan di daerah mayoritas muslim. Karena dia
satu-satunya keluarga non muslim di desa yang kami tempati. Tepatnya dua orang
karena kepala keluarga seorang muslim dan giat sholat berjamaah di masjid.
Hampir tiap tahun semenjak saya tinggal di desa –tepatnya mulai tahun 2007-
dilakukan seperti itu. Saya tidak tahu persis ritual apa yang dilakukan.
Biasanya sebelum hari H, orang-orang tertentu dikirimi makanan layaknya acara
‘weweh’ seperti orang desa melakukannya pada hari-hari tertentu. Tidak ada menu
makanan yang aneh. Lha, biasanya banyak anak yang datang di acara itu. Karena
mengingat bila datang nanti dapat jajan yang banyak macamnya dan itu gratis.
Orang tua juga mungkin beranggapan walah anak-anak saja tidak masalah toh tidak
menggangu akidah. Toh masih kecil. Mungkin seperti itu dalam benak mereka.
Ketika sudah dewasa akan bisa memilah sendiri. Tidak masalah biar mereka bisa
mempraktekkan toleransi. Apa bisa segampang itu?
Ada sedikit sejarah ketika awal
mula Kanjeng Nabi Muhammad tiba ke Madinah dan membangun masyarakat Islam di
sana. Sebelumnya sudah ada pemeluk Nasrani dan Yahudi. Lalu dibuatlah Piagam
Madinah. Diantaranya poinnya adalah bebas melaksakan ibadahnya masing-masing
dan akan bersama-sama bersatu bila Madinah di serang dari luar. Lalu di jaman
Khalifah Umar bin Khattab setelah membebaskan daerah-daerah dari kelaliman dan
kekejaman para penguasanya ada bentuk toleransi yang diberikan. Yakni pemimpin
dipilih dari daerah tersebut, bebas beragama, bahasa yang dipakai bahasa daerah
setempat, pajak atau jizyah tidak seberat sebelumnya. Bila dilihat dari hal
tersebut betapa nilai-nilai kemanusian sudah ditancapkan sejak dulu. Jauh
sebelum piagam PBB dan HAM ditanda tangani.
Oleh karena Natal adalah ritual
keagamaan alangkah baiknya tidak mengundang anak-anak yang tidak seagama untuk
datang. Dengan dalih apapun. Bukankah tidak ada pemaksaan agama kepada orang
lain. Dan dalam sistem pendidikan bahkan memberikan hak pelajaran agama sesuai
dengan agama yang dianut. Kalau berniat memberi sesuatu kepada anak-anak tidak
harus pada momen itu.
Ada ulama yang menghukumi haram
bila datang. Bahkan ulama lain yang memberi hukum murtad. Karena mengikuti
ritual agama lain. Yang mana agama itu tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.
Bahkan ada pembacaan syahadat ala orang non muslim –Credo 12 yang berisi 12
poin. Sehingga menyebabkan muslim yang hadir menjadi murtad tanpa disadari. Bahkan
makan dari makanan yang dihidangkan juga dihukum haram. Maka harus dihindari.
Adanya acara Gus Dur dan Kang
Said yang memberi pengajian di acara Natal Gereja karena pelaksanaannya
dilakukan sebelum acara di mulai. Jadi tidak mengikuti acara. Itu tidak
terbilang mengikuti ritual. Diundang untuk memberi pencerahan keagamaan.
Akhirnya kita harus hati-hati
dalam memaknai toleransi. Toleransi memang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hanya tafsirnya harus tahu. Sehingga
prakteknya pas. Tidak melanggar akidah. Akidah terjaga dan toleransi berjalan.
Sungguh nyaman. Lha, untuk ini diperlukan ilmu. Ternyata ilmu sangat penting
dalam kehidupan. Wallahu a’lam bi al shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar